48. Girls - Ziya menangis

655 50 2
                                    

ASSALAMUALAIKUM PARA GIRLS, DIMANAPUN KALIAN BERADA JANGAN LUPA YA! MEMBACA CERITA INI DALAM KEADAAN TENANG



CERITA INI TAK SEISLAMI DAN TAK SESEMPURNA APA YANG KALIAN KIRA.


BANYAK SEKALI KESALAHAN DALAM ALUR DAN JUGA PENULISAN,SAYA ADALAH MANUSIA YANG MEMILIKI BANYAK KEKURANGAN,DAN KESEMPURNAAN HANYALAH MILIK ALLAH.

...

Gus Alfa baru saja kembali dari Tarim, dan suasana di rumahnya terasa tegang. Dia membawa kabar dari gurunya yang sangat penting.

"Jadi, guru di Tarim bilang, kalau Syifa... masih ada," ucapnya, suaranya bergetar.

Ziya, langsung menanggapi dengan nada tak percaya, "Maksudnya apa, Gus? Jangan bilang kamu yakin dengan omongan itu! Syifa sudah tiada!" Dia menggelengkan kepala, wajahnya merah padam.

Gus Alfa berusaha tenang, "Tapi, mba, guru itu tidak mungkin sembarangan. Dia bilang, jika kamu mencarinya dengan sepenuh hati, kamu akan menemukan jalan."

Ziya mengerucutkan bibir, "Jalan apa? Kamu mau mengabaikan kenyataan? Syifa sudah pergi! Kita harus move on!"

Perdebatan semakin memanas. Suara mereka bergema, menciptakan suasana tegang. Ziya, yang sedang hamil trimester pertama, berusaha keras menahan emosinya, tapi tidak bisa. Tiba-tiba, air mata mengalir di pipinya. "Gus... aku nggak sanggup," isak Ziya, suaranya pecah.

"Mb, dengerin aku ya. Guru ku di Tarim bilang, 'Kalau Syifa masih ada, jangan tinggalin dia!' Ini pesan penting, mba!" ujar Gus Alfa.

Ziya, yang duduk di sudut ruangan dengan wajah cemberut, langsung menatap Gus Alfa dengan mata membara. "Gus, kamu boleh percaya dengan seorang guru! Tapi nyatanya Syifa sudah pergi, dan kamu harus bisa move on!"

Gus Alfa membalas dengan nada rendah, "Tapi, mba...aku masih merasa dia ada. Dia masih ada di hatiku."

"Hatimu? Hatimu itu udah penuh dengan kenangan pahit, Gus! Kamu harus bangkit! Jangan biarkan diri kamu terjebak dalam masa lalu!" Ziya berusaha mengingatkan dengan keras, suaranya menggema di ruangan.

"Kamu tidak mengerti! Kamu tidak tahu betapa beratnya kehilangan dia," balas Gus Alfa, suaranya mulai bergetar.

Ziya berdiri, mengerutkan dahi, "Aku tidak tahu rasanya kehilangan? Aku dan kedua sahabat ku lebih dulu mengenalnya. Gus, hidup harus terus berjalan. Syifa sudah memilih jalannya. Kenapa kamu masih mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin?"

"Ku ulangi lagi. Pesan dari guruku mba," teriak Gus Alfa, emosinya meluap.

Ziya terdiam, napasnya berat. "Jadi, kamu mau berjuang untuk sesuatu yang mungkin saja tidak ada? Kamu mau menghabiskan hidupmu menunggu? Coba pikirkan lagi, Gus."

"Mba? Coba deh rasain apa yang aku rasakan,aku masih tidak percaya dengan hal ini dan banyak keraguan dalam hatiku," jawab Gus Alfa dengan suara tinggi, matanya mulai berkaca-kaca.

Ziya, tak tahan lagi, merasakan air matanya mengalir. "Gus, aku hanya ingin yang terbaik untukmu! Kenapa kamu tidak bisa melihat bahwa kamu hanya menyakiti dirimu sendiri?"

"Karena aku mencintainya!" teriak Gus Alfa, suaranya menggema, penuh keputusasaan.

"Dan cintamu itu akan membunuhmu!" Ziya menangis kencang, tak mengalah satu sama lain membuat Gus Rezi berada ditengah keduanya merasakan pusing.

Gus Rezi, yang sejak tadi hanya diam, merasa hatinya tercekat. Melihat adik dan istrinya bertengkar hingga Ziya menangis, dia tidak bisa lagi menahan diri. "Sayang, tenang...," dia berkata sambil mendekat. Lalu, dengan tegas dia menoleh ke Gus Alfa, "Dek, dengar. Jika kamu yakin, carilah. Tapi jika tidak, biarkan istri mas istirahat."

GIRLS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang