EOTH; 27

336 50 14
                                    

27; Kelahiran Makhluk Baru di Dunia Bawah

•chapter twenty seven; start•

"Bang? Bang Ji? Lo denger gue kan? Bang jangan tutup mata. Bang Ji?"

Jeongwoo tak berhenti menepuk pelan kedua pipi Jihoon kala kakaknya itu samar-samar ingin menutup matanya. Si bungsu Park ini tentunya panik bukan main, karena dalam waktu dekat kakaknya ini akan masuk ke dalam ruang operasi untuk melahirkan anaknya. Dan dokter mengatakan agar Jihoon tidak terlelap selama proses persalinan berlangsung.

"Jeongwoo?" panggilnya begitu lirih dengan sisa kesadarannya.

"Kenapa bang? Gue disini, tolong jangan tutup mata lo. Gue yakin lo pasti bisa, sabar ya? Kata dokter bentar lagi kok." balas Jeongwoo merapihkan rambut Jihoon yang menutupi wajah pucatnya.

Jihoon meraih sebelah tangan adiknya dan ia genggam sangat erat menyalurkan rasa sakit luar biasa yang tengah ia rasakan saat ini, "Sakit, woo... Gue nggak tahan."

"Enggak bang, gue yakin lo bisa ngelewatin semua ini. Ayo bentar lagi, dan lo bisa liat anak lo setelah ini bang." ujar Jeongwoo.

Jihoon menitihkan air matanya untuk kesekian kalinya, "Tolong nitip salam buat Junkyu kalo gue nggak bisa selamat, woo..."

"Lo ngomong apaan sih bang? Nggak usah ngelantur. Kalian pasti baik-baik aja, lo nggak akan kenapa-kenapa dan anak lo akan terlahir sehat." bantah Jeongwoo.

"Tapi ini sakit banget woo. Gue beneran nggak sanggup." rintih Jihoon.

Jeongwoo meraih tangan Jihoon dan memberikan kecupan menenangkan di punggung tangan itu, "Lo pasti bisa bang, gue yakin sama lo. Sabar sebentar lagi ya?"

Jihoon merintih kesakitan, mengerang keras merasakan sakit yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Rasanya seperti seluruh tulangnya patah secara bersamaan, panas menjalar di sepanjang perut dan punggungnya. Ini sudah 7 jam sejak kontraksi pertama yang Jihoon rasakan pagi tadi.

"Woo, gue sayang Junkyu. Gue sayang dia, dan akan selalu seperti itu." Jeongwoo merasa iba melihat wajah penuh keringat Jihoon yang tengah menahan rasa sakitnya.

Jeongwoo mengusap perut kakaknya dengan sangat lembut, "Woi? Lo jangan nyusahin ibu lo dong, kasian dia. Buruan cepet keluar, nggak usah manja."

"Tai lo." umpat Jihoon disela ringisan yang keluar dari bibirnya.

"Anak pertama harus mandiri bang."

Jihoon menjitak kepala adiknya sangat keras, melampiaskan rasa kesal juga sakit yang ia rasakan, "Heran goblok banget."

"Gue kan cuma mau bantuin lo bang, kok malah marah-marah?" tanya Jeongwoo, sebenarnya pemuda itu sedang panik saat ini.

Jihoon memilih diam, jika ia sedang tidak kesakitan seperti ini mungkin sekarang Jeongwoo hanya tinggal nama. Bisa-bisanya ketololan Jeongwoo kambuh di saat yang tidak tepat seperti ini?

•••

"Gue harus cari lo kemana lagi Ji?"

Junkyu menatap bangunan-bangunan yang berada di sepanjang pemandangan di hadapannya. Ia meninggalkan Kota Madison dan berpindah ke Kota Sania selama hampir kurang lebih 2 minggu demi mencari sang pujaan hati. Seperti yang disarankan Hyunsuk, Junkyu benar-benar pergi mencari Jihoon kemanapun yang ia bisa.

Hingga ponsel yang ia simpan di sakunya bergetar menandakan seseorang sedang mencoba menghubunginya. Dilihat dari nama kontak uang tertera membuat Junkyu menghela nafas begitu panjang. Itu ayahnya, Tuan Kim.

Ending of The HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang