EOTH; 26

366 45 7
                                    

26; Melihat Dirinya Dari Kejauhan

•chapter twenty six; start•

"Ayah nggak mau mikir tentang hal ini sekali lagi?"

Tuan Park membalikkan badannya hingga ia menemukan atensi Jeongwoo yang tengah berdiri tak jauh di belakangnya. Mendeham sebagai pertanda agar Jeongwoo melanjutkan ucapannya, Tuan Park lebih memilih menyibukkan diri dengan bunga-bunga yang memang ia tanam di halaman belakang.

Jeongwoo menghampiri ayahnya, ikut menyiram bunga seperti yang pria tua itu lakukan dengan begitu telaten, "Tentang bang Jihoon."

"Apa yang mau dipikirin lagi? Ayah udah bikin jadwal sama Dokter Hwang bulan depan buat persalinan kakak kamu. Dia aimofagos murni, nggak ada yang perlu dikhawatirkan." balas Tuan Park.

Jeongwoo sedikit terkejut sebenarnya disaat ia menyadari bahwa keponakannya akan lahir bulan depan. Tapi bukan ini yang ingin ia bicarakan dengan sang ayah, namun melihat binar kebahagiaan di mata Tuan Park membuat Jeongwoo merasa maju mundur untuk mengatakannya.

"Ayah nggak pernah berekspektasi bakal punya cucu secepet ini." ujarnya.

Kenyataannya memang seperti itu, Jihoon memiliki seorang anak di usianya yang belum genap 22 tahun. Begitu juga dengan Tuan Park yang belum juga menginjak usia kepala 6. Bahkan Jeongwoo saja juga tidak menyangka menjadi seorang paman semuda ini.

"Walaupun caranya sangat salah." lanjutnya yang semula tersenyum kini berubah datar secara tiba-tiba.

Tuan Park membersihkan tangannya dan menatap Jeongwoo yang masih diam di tempatnya, "Kamu mau bahas tentang Kim Junkyu lagi kan?"

"Ayah, bukan gitu maksud Jeongwoo."

"Enggak Jeongwoo, sampai kapanpun ayah nggak akan pernah mengizinkan kakak kamu buat ketemu lathrotires itu." tegas Tuan Park.

Jeongwoo menatap ayahnya memohon, "Setidaknya sebelum bang Jihoon ngelahirin anaknya."

"Enggak, Jeongwoo."

"Ayah, ayah nggak tau kan seberapa tersiksanya bang Jihoon karena jauh dari bang Junkyu? Jeongwoo juga tau kalo hal ini bisa mengancam bang Jihoon, tapi ayah juga harus percaya sama Jeongwoo kalo bang Jihoon bakal baik-baik aja di tangan Jeongwoo." bujuknya dengan nada yang sedikit memaksa.

Tuan Park menggeleng, "Kakak kamu hamil disaat kalian ada di satu atap yang sama kan? Apa yang harus ayah jelasin lagi setelah ini?"

"Ayah, Jeongwoo minta maaf soal itu. Tapi, tolong kali ini percaya sama Jeongwoo. Bang Jihoon bakal baik-baik aja sama Jeongwoo..." ujarnya pantang menyerah.

"Enggak ya enggak Jeongwoo. Seharusnya kamu paham kenapa ayah setegas ini tentang kakak kamu!" tekan Tuan Park.

Tuan Park menatap Jeongwoo dengan tatapan yang melunak, "Ayah nggak mau terjadi apa-apa sama kalian. Ayah cuma punya kalian disini, ayah udah nggak punya siapapun. Semoga kamu bisa memahami ayah nak..."

Sang ayah berjalan berlalu pergi dari sana. Membuat Jeongwoo menghela nafasnya begitu panjang, ia menatap langit guna melihat ketenangan dari atas sana. Sudah 8 bulan Jeongwoo dan Jihoon sama sekali tidak keluar dari kediaman ayahnya karena ketakutan yang Tuan Park rasakan. Dan selama itu juga mereka berdua memutus hubungannya dengan sang kekasih.

Jeongwoo tersenyum getir menatap wajah Haruto yang terpampang jelas pada layar ponselnya, "Maafin aku Ru... Aku berharap hidup kamu akan jauh lebih baik setelah kisah kita selesai."

"Enggak woo." balasan dari arah belakangnya membuat Jeongwoo berbalik cepat. Jihoon ada disana menatapnya dengan tatapan penuh ambisi yang tak Jeongwoo ketahui.

Ending of The HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang