EOTH; 35

321 47 12
                                    

35; Rencana Pembunuhan

•chapter thirty five; start•

"Nggak sia-sia juga gue ngobrol sama lo selama 17 tahun terakhir, setidaknya bisa mengulur waktu gue buat menemui ajal."

Junkyu bergeming mendengar ucapan Mashiho yang terlihat begitu segar siang ini. Pria itu mengenakan pakaian terbaik yang ia punya, berdandan serapih mungkin guna menyambut kematian yang bisa dihitung beberapa menit ke depan. Tidak ada raut kesedihan disana, melainkan suatu kebahagiaan yang tak Junkyu mengerti.

Mashiho menepuk pundak Junkyu beberapa kali seperti seorang ayah yang bangga dengan pencapaian putranya, "Harusnya gue nggak ngomong gini, tapi liat lo nyesel bikin gue pengen nyemangatin lo buat tetep hidup."

"Gue nggak butuh." balas Junkyu.

"Lo butuh itu, karena gue tau rasanya disaat detik-detik akhir kehidupan." ujar Mashiho membungkam bibir Junkyu.

"Gue nggak mau sok bijak Kyu, tapi gue yakin ini adalah kehidupan terakhir lo. Lo akan bahagia setelah ini, dan nggak akan merasakan kepahitan seperti yang udah lalu." lanjut Mashiho.

Pria Takata itu merapihkan jas berwarna dongker yang ia kenakan di hari terakhirnya sebelum ia mati, "Seenggaknya setelah lo ngerti dan mengakui semua tindakan bejat lo, lo berhak bahagia. Dewa Kyvernitis enggak sejahat dan setega itu sama anaknya, buktinya lo pernah lolos dari maut sekali."

Junkyu mendecih, "Lo kalo ngomong nyelekit, tapi bener."

Mashiho mengangguk, "Janji ya jangan bikin onar lagi setelah ini? Soalnya gue udah nggak bisa ngasih wejangan-wejangan buat lo, kalo lo ngerasa mulai oleng inget aja kata-kata yang pernah gue kasih. Intinya jangan sampe lo harus bereinkarnasi yang keempat."

"Eh, ternyata udah jam segini. Gue pergi dulu Kyu, ada urusan." ujar Mashiho menatap arlojinya dimana jam menunjukkan pukul 12.55, 5 menit lagi Mashiho akan pergi untuk selamanya.

Sedangkan Junkyu terdiam kaku di tempatnya, menatap punggung sempit milik Mashiho yang menjauh mulai memasuki ruangan dimana nyawanya akan diakhiri secara paksa. 17 tahun bukanlah waktu yang singkat, waktu yang begitu panjang bagi sesama pria yang saling melontarkan keluhan.

Benar, setelah ini Junkyu tak akan pernah bisa berbagi kisah dengan Mashiho. Tak dapat lagi saling mengumpat, bahkan saling menghina. Pria itu akan tiada, sesuai apa yang Junkyu perintahkan sejak awal mula penangkapannya.

"Makasih, Takata." lirihnya sebelum perlahan beranjak pergi dari sana.

Tanpa ia ketahui, saat ini Mashiho tengah menahan air matanya yang sudah mengumpul di pelupuk. Ia tersenyum lebar meski hatinya sesak luar biasa. Di hadapannya terjulur sebuah tali yang siap mengikat lehernya dan akan membuatnya kehilangan nafas dalam waktu singkat.

"Cinta nggak bisa dipaksakan, dan ini memang satu-satunya jalan yang harus gue lalui demi melupakan sosok lathrotires bajingan Kim."

•••

Doyoung mencondongkan tubuhnya, bahasa tubuh dimana ia cukup serius dengan pembahasan kali ini bersama kakaknya, Kim Junkyu.

"Peperangan? Nggak mungkin kaum aimofagos mengiyakan tawaran ini, mereka tersisa sedikit di dunia." bantah Doyoung tak setuju dengan usulan Junkyu yang memang tak masuk akal.

Doyoung menghela nafas, "Nggak ada cara lain buat nyelesaiin masalah ini kah?"

Junkyu menyandarkan punggungnya dan menyilangkan kaki, "Kesalahan yang udah kita perbuat terlalu banyak kalo kita tiba-tiba mengajukan perjanjian damai, Doy."

Ending of The HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang