EOTH; 28

297 43 4
                                    

28; 17 Tahun Kemudian

•chapter twenty eight; start•

"Park Jiwon, udah Ayah bilangin berapa kali buat pulang lebih awal? Jam berapa sekarang?"

Jihoon menatap putranya di tengah kegelapan yang hanya terbantu oleh cahaya dari layar televisi. Sedangkan sosok pemuda yang masih berdiri kaku di pintu utama itu segera menunduk begitu dalam dan jari saling tertaut di depan tubuhnya merasa bersalah karena ia telah mengingkari janji yang sudah dibuatnya bersama sang ayah.

Pasti ayahnya itu akan marah.

"Maaf ayah, tadi Jiwon harus nganterin temen Jiwon pulang dulu." ujarnya.

"Terus gunanya hp yang ayah kasih apa?"

Jiwon menelan ludahnya, "Maaf ayah, hp Jiwon mati."

"Kamu tau seberapa khawatirnya ayah? Kamu kira karena kamu laki-laki, kamu bebas berkeliaran tanpa tau waktu?" tanya Jihoon menaikkan intonasi bicaranya.

"Jawab!" bentak Jihoon.

Tubuh Jiwon terlonjak kaget, "Maafin Jiwon, ayah. Jiwon salah."

"Kamu tau kamu salah, tapi kenapa selalu diulangi? Udah berani ngelawan ayah?" tanya Jihoon seraya bangun dari sofa dan berdiri menatap tajam ke arah putranya.

Jiwon menggeleng, "Enggak ayah, maafin Jiwon."

"Dunia luar itu bahaya buat kamu Park Jiwon! Kamu aimofagos! Seharusnya kamu paham dengan apa yang ayah katakan! Tapi? Kamu menyepelekan ayah Jiwon." ujar Jihoon.

Sebuah usapan Jihoon rasakan di sebelah pundaknya, itu Jeongwoo yang terbangun dari tidurnya karena suara Jihoon. Sedangkan di dalam hati Jiwon, pemuda itu sedang berteriak girang karena kedatangan pamannya yang memang seorang penyelamat di saat-saat seperti ini.

"Udah bang, udah malem. Lagian Jiwon udah minta maaf kan?" ujar Jeongwoo.

"Dia kalo dibiarin lama-lama ngelunjak woo. Lu mending diem, ini urusan gue sama anak gue!" ternyata tidak mempan, Jiwon merutuki pamannya itu yang kini bungkam menuruti gertakan ayahnya.

"Jiwon!"

"I-iya ayah."

"Konsekuensi apa yang bakal kamu terima kalo kamu ingkar janji kayak gini?" tanya Jihoon membuat seluruh tubuh Jiwon merinding.

"Maaf ayah, Jiwon janji nggak akan ngulangin kesalahan Jiwon." balasnya begitu panik saat mendengar ujaran ayahnya.

"Mulai saat ini sampai waktu yang belum ditentukan, ayah nggak akan ngasih kamu uang di luar kebutuhan sekolah."

"Tapi ayah-"

"Ayah yang akan nganter jemput kamu. Ayah yang akan pegang kartu kredit yang selama ini kamu bawa, nggak ada alasan lain buat ngebatalin ini Park Jiwon." jelas Jihoon.

Jihoon menunjuk ke arah tangga dimana kamar putranya itu berada, "Sekarang ke kamar."

Jiwon mengangguk dan berjalan lemas menuju kamarnya, ayahnya itu sangat kejam.

"Jangan terlalu keras sama Jiwon." ujar Jeongwoo setelah tak dapat melihat atensi ponakannya itu.

"Gue cuma nggak mau apa yang udah gue lalui kembali terjadi sama Jiwon, woo." balas Jihoon memijat pangkal hidungnya.

"Tapi bukan gini. Asal lo tau bang, Jiwon pernah bilang ke gue kalo dia takut sama lo. Katanya lo berubah sejak akhir-akhir ini." jelas Jeongwoo.

Jihoon menghela nafas, "Dia udah gede woo, dia udah remaja. Ketakutan gue semakin menjadi-jadi ketika gue teringat sama hal yang udah lalu. Seharusnya lo paham woo."

Ending of The HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang