EOTH; 36

326 49 13
                                    

36; Dendam Seorang Ibu

•chapter thirty six; start•

"Bang Jae, bisa anterin gue ke ruangan Junkyu?"

"J-jihoon? Kok lo bisa ada disini-"

"Panjang ceritanya, sekarang bisa anterin gue ke ruangannya Junkyu?"

Jaehyuk diam membeku di tempatnya, setelah 17 tahun menghilang Jihoon tiba-tiba datang dan mengatakan ingin menemui Junkyu? Ditatapanya Jihoon penuh selidik, kepercayaan Jaehyuk kepada pria itu berkurang sejak Jihoon meninggalkan sahabatnya begitu saja dan sama sekali tak memberikan kabar sedikitpun.

"Kenapa lo tiba-tiba pengen ketemu sama Junkyu?" tanya Jaehyuk mengangkat sebelah alisnya.

Jihoon mendecak dan mulai melangkahkan kakinya guna menuju lift kantor besar itu. Namun tangannya ditahan oleh Jaehyuk, "Eh lo mau kemana? Lo udah bikin janji sama Junkyu?"

Cengkraman tangan itu dilepas paksa, "Lo mau nganterin gue atau biar gue sendiri yang kesana?"

"Oke gue anterin, tapi lo beneran udah bikin janji sama Junkyu kan?" tanya Jaehyuk.

"Mau gue bikin janji atau enggak itu bukan urusan lo. Ini menyangkut masa depan gue, dan gue harus meluruskan hal ini sama Junkyu sekarang." tegas Jihoon membuat Jaehyuk mengangguk dan memandunya menuju ruangan ayah dari anaknya.

Jujur saja, Jaehyuk cukup takut dengan aura aneh disaat ia berbincang bersama pria Park itu. Seakan, ketakutan seketika muncul di benaknya. Jihoon mengintimidasi dirinya dengan tekanan yang besar.

"Ruangan pojok sana, mau gue anterin sampe sana?" tanya Jaehyuk menunjuk ke arah pintu di ujung lorong lantai 8.

Jihoon menggeleng, "Makasih."

Jaehyuk mendeham, meninggalkan Jihoon tanpa tahu alasan pria itu datang menemui Junkyu. Tanpa tahu bahaya apa yang sedang membayangi sahabatnya saat ini. Sebuah belati tersimpan rapi pada saku celana Jihoon yang sudah terasah sejak semalam. Sebelum Junkyu bergerak membunuh putranya, maka disinilah Jihoon berada.

Disini ia adalah seorang ibu. Seorang ibu yang bahkan siap menukarkan nyawanya demi melindungi putranya. Persetan dengan siapa ia akan berhadapan sekarang, seorang bajingan tetaplah bajingan.

"Siang, Junkyu." sapanya kala pintu itu ia buka.

Benar saja, Junkyu seketika berdiri dari kursinya menatap Jihoon dengan tatapan penuh tanya dan teramat terkejut. Bagaimana bisa aimofagos itu masuk ke dalam kantor tanpa sepengetahuannya?

"Kok Jaehyuk nggak ngabarin aku ya kalo kamu dateng ke kantor? Sini Ji, duduk aja." sambut Junkyu mempersilahkan pujaan hatinya itu untuk duduk di sofa ruangan.

Jihoon menurut dan segera mendaratkan pantatnya disana.

"Kamu kenapa kesini? Ada yang mau dibahas?" tanya Junkyu.

Jihoon pada akhirnya menatap Junkyu, melemparkan suatu tatapan beribu makna. Cinta, kesedihan, kekecewaan, hingga amarah bercampur menjadi satu. Apakah orang ini yang tega akan membunuh putra mereka?

"Gue bundanya Jiwon." ujarnya.

"Ji?"

"Gue bundanya Jiwon, Junkyu. Gue dateng kesini buat memberikan informasi sah. Gue bundanya Jiwon." ujarnya lagi.

"Ji? Kamu kenapa?"

"Gue juga seorang ibu yang akan menjadi garda terdepan anak gue. Meskipun yang akan gue hadapi nantinya adalah ayah dari anak gue sendiri." tekan Jihoon.

"Seorang ayah mana yang dengan teganya berencana buat bunuh anaknya senidiri Kim Junkyu?" pertanyaan ini berhasil membuat Junkyu merapatkan bibirnya.

Jihoon tersenyum miris dengan mata yang berkaca-kaca, "Jiwon enggak bersalah, kenapa lo bisa berniat seburuk itu? Jawab gue Kim, jawab!"

"Ji..."

"Bajingan akan tetap menjadi bajingan, lo udah gila."

"Dia nggak seharusnya ada."

"Tutup mulut kotor lo itu Kim Junkyu! Terlalu hina kata-kata yang lo ucapin sebagai ayah buat anaknya sendiri!" bentak Jihoon menunjuk pria Kim itu dengan amarah.

"Maaf Ji, tapi Jiwon nggak boleh tetep ada di dunia. Ini kesalahan."

"17 tahun gue ngerawat anak kita! 17 tahun Kyu, 17 tahun! Dan dengan gampangnya lo ngomong gitu? Otak lo ada dimana?!" balas Jihoon merasakan sakit luar biasa pada hatinya.

Jihoon menyeka air matanya kasar, "Lo dan semua yang udah lo lakuin itu mimpi buruk buat gue Kim Junkyu! Lo nggak tau gimana rasanya tersiksa secara fisik dan batin disaat gue ngandung anak lo! Lo nggak tau gimana takutnya gue selama ini kalo suatu saat nanti Jiwon ketahuan!"

"Dan sekarang? Ketakutan gue bener-bener terjadi! Gue kira lo nggak akan bertindak sebejat itu, tapi ternyata gue salah. Lo bahkan jauh lebih buruk dari seekor hewan!" bentaknya meluapkan emosi.

"Ini yang bisa aku lakuin. Ini jalan satu-satunya yang bisa kita tempuh Jihoon. Setelah anak itu nggak ada, aku bakal ngelepasin kamu. Aku cinta kamu Ji, aku nggak mau kalo kamu yang harus aku bunuh!"

"Dengan lo ngebunuh Jiwon, secara nggak langsung lo lagi ngebunuh gue perlahan! Bunuh gue Kim Junkyu! Jangan sekalipun lo nyentuh Jiwon atau gue yang bakal menggal kepala lo saat ini juga!" tangisnya dengan amarah yang membara di matanya.

"Ya, aku egois! Aku ayah yang buruk! Aku nggak pantas disebut ayah! Tapi ini juga demi kamu, aku, dan kaum kita. Tolong pahami aku Ji, kita nggak bisa membiarkan Jiwon tetap di dunia."

Jihoon mendaratkan pukulan keras pada sebelah rahang Junkyu hingga membuat pria itu terjatuh di atas lantai. Tak hanya sampai situ, saat ini Jihoon dengan sadisnya menduduki perut Junkyu dan sama sekali tak berhenti melayangkan pukulan-pukulan pada kepala lathrotires bejat ini.

Tangisnya sama sekali tak berhenti, air matanya terus menetes hingga membasahi beberapa titik wajah Junkyu yang terbaring di bawahnya. Sumpah serapah terus terlontar dari bibirnya, ia membenci pembunuh. Namun saat ini ia harus menjadi pembunuh dari sosok yang ingin menghabisi putranya sendiri.

"Lo nggak pantes hidup Kim Junkyu!"

Sakit, itu yang Junkyu rasakan. Setiap pukulan, setiap sumpah yang Jihoon lontarkan berhasil mengiris setiap inchi hatinya. Junkyu tahu ia salah, namun tak ada pilihan lain selain ini. Jika Jiwon dibiarkan hidup, maka dunia bawah akan menjadi hancur.

Junkyu menahan sebuah belati yang hampir saja menusuk jantungnya, darah seketika mengalir dari telapak tangan dimana ia menahan belati itu. Ringisan terdengar menyakitkan, ia menatap Jihoon yang termakan amarah. Mengapa menjadi seperti ini?

"Ji?" setetes air mata mengalir begitu saja.

Menyakitkan, Junkyu tak dapat lagi menatap mata yang dulunya penuh cinta itu. Jihoon tak lagi melayangkan tatapan penuh damba seperti dulu, saat ini sang pujaan hati justru menatapnya penuh ketakutan dan dendam yang begitu besar.

"Ji? Aku cinta kamu."

"BAJINGAN KIM JUNKYU!"

Belati itu terlempar, bahkan saat ini tubuh Jihoon terjatuh ke atas lantai setelah mendapatkan dorongan keras dari Junkyu. Pria Kim itu berlari keluar yang Jihoon pastikan bahwa Junkyu sedang mencoba memanggil seseorang.

"Cih, gue bakal bunuh lo Kim."

Jihoon berlari menuju jendela yang terbuka lebar, memanjatnya dan segera melemparkan tubuhnya dari lantai 8.

•chapter thirty six; finish•

jangan lupa tekan vote dan tinggalkan komentar di sepanjang jalan cerita.

ikuti akun penulis untuk mendapatkan kisah menarik lainnya.

Sabtu, 17 Agustus 2024

Ending of The HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang