46

2.2K 169 73
                                    

Di sebuah ruang bernuansa timur, seorang pria sedang duduk sendirian menunggu kedatangan Tuan Rumah. Setelah menghadiri acara pengumuman kelulusan sekolah tadi, dia langsung membelokkan langkah menuju rumah saudara abahnya.

Di depannya sudah terhidang beberapa makanan ringan khas timur juga kopi yang dibuatkan oleh sepupunya.

Tak berapa lama Kyai Nursalamah—sang pemilik ruangan yang Kafa pijak sekarang—datang dengan wajah segarnya. Senyuman lembut terpatri di wajahnya.

Kafa langsung bangkit dan menyalami tangan pakdenya.

"Piye, Le? Sehat?" tanyanya yang diangguki oleh Kafa.

"Alhamdulillah, Pakde."

Pria berbeda generasi itu akhirnya duduk bersebelahan, mengobrol ringan nan panjang bernostalgia segala macam hingga akhirnya Kyai Nursalamah menanyakan alasan kedatangan Kafa. Pakdenya itu mengerti Kafa datang tak hanya bernostalgia.

"Piye, Le?" tanya Pakde Salam sembari menyeruput kopi arabicnya.

"Kafa mau meminta pendapat Pakde mengenai permasalahan pernikahan Kafa, selain karena Pakde tahu dan hadir saat akad, Pakde juga orang tua kedua Kafa sekarang," ujar Kafa yang diangguki saudara abahnya itu.

"Seperti yang Pakde tahu sendiri, Kafa menikah dengan Salsa karena permintaan Umah yang saat itu sedang sakit parah. Kafa sendiri setuju karena itu Kafa anggap sebagai bakti seorang anak kepada orang tuanya, dia juga menganggap ini sebagai bentuk ta'dim kepada gurunya."

Pakde Salam mengangguk paham.

"Dia istri yang baik dan sholihah. Namun selama pernikahan, dia selalu menunduk kala berhadapan dengan Kafa jarang sekali mau bertatapan dengan suaminya. Matanya juga sering terlihat bersedih dan menangis. Dan yang baru Kafa ketahui bahwa  sebelum kami menikah ternyata ... dia dan Hais saling suka."

Pakde Nursalamah mengerutkan keningnya. "Hais adikmu?" tanyanya memastikan.

Kafa mengangguk, membuat Kyai Nursalamah menggaruk keningnya. "Lalu bagaimana?"

"Awalnya Kafa ingin mempertahankannya karena Hais juga sudah mempunyai istri, tetapi sudah 6 bulan berlalu hubungan kami tetap berjalan di tempat."

"Apa kamu mencintainya, Le?" tanya Pakde Salam.

Kafa menunduk dan mengangguk lemah.

"Kalau begitu tetap pertahankan. Perasaan bisa berubah seiring waktu, Le. Pernikahan bukan hanya tentang cinta dan suka. Dia masih sangat muda dan perlu dibimbing untuk merelakan dan menerima takdir yang telah ditetapkan."

Kafa semakin menunduk dalam.

"Tapi saya tak tega membuat dia harus terus berhubungan dengan tambatan hati yang tak bisa dia miliki seumur hidupnya. Saya ikut bersedih kala melihat tangisannya. Tak bisa saya bayangkan betapa tertekan batinnya karena dia harus bersama pria yang tak disukainya."

"Apa kalian sudah berjima'?" tanya Pakde Nursalamah yang membuat Kafa terdiam sebentar.

Dia pun menggeleng dalam tunduknya. "Dia ... menghindar Pakde."

Pakde Nursalamah mengangguk dan memegang bahunya. "Jadi kamu ingin menceraikannya?" tanya Kyai Nursalamah dengan nada tegas.

Kafa terdiam. Dia tak bisa menjawabnya.

Atau tak kuasa memberi jawaban.

"Apa kamu yakin setelah berpisah dengan kamu dia bisa mendapat kebahagiannya dengan Hais? Apa kamu yakin Hais akan dengan mudah setuju untuk menikahi mantan istri kakak yang dia hormati? Apa kamu yakin istri Solehah seperti dia setuju untuk dinikahi adik dari mantan suami sekaligus gusnya? Apa kamu yakin semua itu akan terjadi sesuai dengan prediksi kamu sedang dua orang itu sangat menghormati kamu?"

Dear Anta, Ana Uhibbuka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang