06.

1.8K 149 17
                                    

Masa pengenalan lingkungan sekolah dan pondok dimulai. Para santri atau siswa baru mengikuti runtutan kegiatan yang telah dijadwalkan oleh yayasan maupun sekolah.

Kegiatan MPLS atau MOS di sana sangat berbeda dengan yang pernah Alca ikuti saat masa SMP. Mereka masih menggunakan cara kuno dengan mendandani anak baru seperti orang gila, sedangkan sekolahnya dulu tidak. Namun itu masih bisa ditoleransi oleh Alca, yang tidak bisa adalah kebiasaan mengantre di pondok ini.

Rasanya Alca ingin menyerah karena semua hal di tempat ini harus mengantre. Kamar mandi, mengambil makanan, mencuci, bahkan sampai menyetrika pun harus mengantre. Saking panjangnya antrian itu, Alca hampir saja telat hingga akhirnya dia pun menyerah sampai membuat seragamnya masih garis-garis.

Wajah Alca tertekuk sebab tampilannya yang amburadul. Bajunya tak disetrika, wajahnya dicorat-coret, atribut kalung tali rafia dan topi dari wadah makanan ini adalah hal-hal yang sangat tidak bermanfaat. MOS di sekolahnya dulu sangat menyenangkan. Dia diberi webinar, bermain games asah otak, konsumsi sesuai gizi anak, dan diberikan freebies peralatan sekolah, termasuk Ipad.

Di sini dia harus berlarian di bawah terik matahari untuk meminta tanda tangan kakak osisnya.

Pertanyaannya untuk apa tanda tangan itu?

Alca duduk di bawah pohon mangga sembari menatap teman-teman seangkatannya yang masih berlarian mengejar kakel-kakel menyebalkan. Lapangan itu masih ramai, tandanya masih banyak yang belum mendapatkan tanda tangan mereka.

Alca menatap bukunya. Dia juga, bahkan lebih parah karena hanya bisa mendapatkan satu tanda tangan dari sepuluh kakak osisnya. Itu pun dia harus memutari lapangan tiga kali. Belum lagi dia harus menjawab pertanyaan nyeleneh dari mereka.

"Air yang ada matematikanya?" ujar Alca sembari membaca tebak-tebakan dari kakelnya itu.

"Air fuji?" monolog Alca yang membuat seseorang tiba-tiba bertanya, "Kenapa Fuji?"

Alca kaget dan kontan menoleh, ternyata Imron berdiri di belakangnya. Alca langsung berdiri dengan posisi menunduk sesuai arahan yang kemarin diajarkan para ustadzahnya jika bertemu dengan keluarga ndalem.

Imron tersenyum tipis. "Kaku banget kayak nggak pernah ngatain aku bau sapi aja," kelakar Imron yang membuat Alca mendongak dengan mencebikkan bibirnya.

"Aku udah sumpah loh waktu itu kalo aku nggak bilang gitu, Abang fitnah aku itu Ma-Gus," ujar Alca yang masih kaku memanggil Imron dengan sebutan baru.

"Panggil kayak biasanya aja, Ca," suruh Imron yang membuat Alca menggeleng.

"Aku sekarang santri di sini, enggak sopan kalo manggil begitu."

Imron tersenyum mendengarnya lalu mengubah pembahasan mereka.

"Tadi untuk pertanyaan nomor satu, kenapa jawabannya air fuji?"

"Karena buku Bilangan Fu?" ujar Alca yang malah bertanya.

"Kamu baca itu?"

Alca langsung menggeleng. "Aku pernah lihat di kamar abang, aku kira itu buku matematika."

"Jadi korelasi antara air matematika dan air fuji itu menurut kamu karena bilangan Fu?" tanya Imron yang membuat Alca mengangguk polos.

Imron terkekeh. "Untuk jawab tebak-tebakan kamu nggak perlu berpikir sejauh itu, Ca. Itu jebakan aja."

"Jadi jawabannya apa yang bener?" tanya Alca

"Air kali, karena di matematika ada perkalian."

Alca menepuk jidat, lalu dia segera menjawab tebak-tebakan itu.

Dear Anta, Ana Uhibbuka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang