30.

2.1K 153 33
                                    

Acara selesai beberapa jam lalu. Semua tamu undangan sudah pergi, begitupun dengan para pengantin yang pergi ke hotel untuk menikmati malam spesial mereka. Area pesantren hanya tinggal para pengurus putra yang sedang beberes dan beberapa crew dari tenda, pelaminan serta sound system yang sedang membongkar peralatan dan mengangkutnya.

Jika area asrama sudah sepi, beda lagi dengan ndalem. Semuanya masih sibuk mengobrol di ruang tamu. Bahkan bunyai masih begitu segar meski seharian telah menjamu tamu. Hanya cucu-cucunya saja yang sudah terbaring di kasur kamar.

Ada dua golongan yang terpisah dengan tembok ruang tengah dan ruang tamu barat. Perbedaan itu jelas karena umur. Di ruang tengah terdapat bunyai, pakyai, para keponakan dan sepupu, juga keluarga anak pertama dan kedua bunyai. Di ruang tamu barat ada Gus Kafa, Imron, Saiful, tentu ada Alca dan Ustadz Nayla juga. Oiya ada Ilyas, dan Yohanes. Masih ingat? Dia teman Saiful yang kelakuannya sebelas dua belas dengan kakak Alca itu.

"Ini beneran si bokem?" tanya Ilyas dengan tatapan tak percaya sebab tampilan Alca berbeda 180° dari yang terakhir mereka lihat.

Alca mengangguk sembari menahan jengkel melihat ekpresi mengejek dari dua lelaki yang duduk di lesehan di seberangnya.

Ternyata meski sudah lama tak bertemu, rasa jengkel saat melihat wajah mereka tak surut. Mungkin karena terlalu membekas. Rasanya Alca ingin mereog kala mereka bersua.

"Wededededew, masyaallah tabarakallah, yah. Dah jadi ustadzah. Dah bukan bocah kematian lagi," ujar Yohanes menggoda Alca.

Alca langsung mengisyaratkan mereka agar diam sebab ada dua putra gus di sana yang pasti mendengarkan mereka.

Gus Kafa terkekeh mendengarnya. "Sepertinya kalian dekat sekali dengan Salsa," ujarnya yang membuat Ilyas dan Yohanes semangat 45 untuk menceritakan kejelekan Alca.

"Dia tuh harimau kalo di rumahnya, Mas. Ruang santai kotor dikit aja mengaum. Sofa berantakan dikit mengaum. Main game bentar mengaum. Air minum tumpah aja mengaum. Ih takut dulu kek abang-abang preman dia," ujar Ilyas dengan berlebihan.

Ditanya apa jawabnya sepanjang jalan kenangan. Jaka tingkir jaka sembung, huuuu kaga nyambuuuung.

Alca beristighfar dalam hatinya. Sabar-sabar, dia sudah bukan Alca yang mereog seperti dulu. Anggap saja Ilyas dan Yohanes adalah ujian untuk kesabarannya.

Yohanes dan Saiful menyetujuinya. Mereka seperti sedang bersekongkol untuk menghancurkan citra baik Alca di depan Gus Kafa dan Ustadzah Nayla. Alca kira abangnya sudah berubah, nyatanya sama saja.

Memang benar, tak ada manusia yang berubah 100℅. Buktinya Saiful masih jahil padanya, padahal sebelumnya dia disayang-sayang melulu.

Gus Kafa tampak tertawa mendengarnya. Sedangkan Imron diam dengan tenang sembari mengambil cemilan di depannya. Namun neski begitu setelahnya dia membela Alca.

"Ya alasan dia begitu juga karena kalian. Ruang santai kalo ga dia suruh ga bakal kalian bersihin, sofa kalian berantakin pas dia baru beberes, durasi bentar game menurut kalian tuh tiga jam, minuman kalo tumpah ga bakal diberesin sampe kering. Ya gimana nggak marah dia," bela Imron dengan santai.

Yohanes berdecak. "Ga seru, masih dibela juga ama kakak kandungnya," ujarnya yang membuat Saiful melotot. Nampaknya lelaki itu masih tak sudi jika Imron dipanggil sebagai kakak kandung Alca.

Gus Kafa mengerutkan keningnya. "Kakak kandung?" tanyanya.

Ilyas mengangguk dan langsung menjelaskan. "Itu jokes tongkrongan kami, Mas. Si Alca nih dulu tengkar mulu ama Saiful, dah kayak musuhan gitu, kalo disuruh ini itu pasti ga mau tapi kalo sama si Imron dia selalu nurut. Makanya kita panggil Imron kakak kandung sedangkan Saiful kakak tiri."

Dear Anta, Ana Uhibbuka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang