35

1.2K 130 25
                                    

"Hukumannya berlaku mulai sekarang. Dimulai dengan membaca istighfar karena pembersihan area pesantren sudah dilakukan sesuai piketnya tadi," ujar Ustadzah Halimah lalu memberikan tasbih digital kepada sepuluh santri berjilbab merah itu, termasuk Alca juga.

"Tidak ada pengurus yang memantau di lapangan, tapi saya memantau kalian lewat CCTV. Silakan membawa makanan/minuman supaya tidak dehidrasi. Toleransi istirahat hanya dua kali, jika lebih maka bacaan istighfar hari ini tidak dihitung," jelas sang Ketua Asrama. Setelahnya dia mempersilakan para santri bermasalah untuk melaksanakan hukumannya.

"Untuk kasus berpacaran dan surat-suratan, silakan tinggal di sini dulu," tambah Ustadzah Halimah yang membuat Alca semula bangkit kini duduk kembali.

Ada lima orang termasuk Alca yang masih tinggal di kantor asrama putri. Ustadzah Halimah membuka buku merah lalu memanggil nama sesuai urutan yang sayangnya nama Alca berada paling atas.

"Salsabilla Ayu Al-Akbari. Salsa?" tanya Ustadzah Halimah yang baru sadar ada Alca di antara para pelanggar aturan berat. Beliau lalu memakai kaca mata minusnya dan menatap Alca yang sekarang mengangkat tangannya untuk memberitahu keberadaannya.

"Ini Salsa yang sering ke ndalem 'kan?" ujar Ustadzah Halimah memastikan.

Alca mengangguk pelan dengan wajah yang mulai panas karena menahan malu namanya dikaitkan dengan pengasuh pesantren kala dia sedang berbuat kesalahan.

"Ya Allah kamu berbuat apa Nduk sampai masuk buku merah?" katanya tampak tak rela bahwa Alca yang sudah kelas akhir mencoreng prestasi satu-satunya santri yang tak pernah mendapatkan hukuman selama dua tahun di pesantren.

Beliau lalu membaca buku di tangannya untuk mengetahui pelanggaran yang dilakukan Alca. "Surat menyurat dengan seorang lelaki yang diduga bukan mahram," katanya.

Lagi-lagi semua pasang mata mengarah padanya.

Ustadzah Halimah lalu mengambil barang bukti yang dimasukkan ke plastik dan memiliki nama di setiap kantongnya.

Ada sepuluh kertas yang dikeluarkan dari plastik berwarna hitam itu.

"Dari siapa Mbak?" tanya Ustadzah Halimah sembari membuka surat itu dan membacanya.

"Keluarga, Ustadzah."

Alca tak berbohong, Imron sudah menjadi keluarganya bukan?

"Kamu tahu hukumnya berbohong dalam Islam bukan?"

Alca diam.

"Keluarga mana yang isi di setiap suratnya tampak seperti merindukan kekasih?" katanya sembari menunjukkan satu lembar surat terakhir yang dikirim Imron untuk Alca.

"Benang merah telah bertaut? Apa saya salah mengartikan bahwa dia sedang meminta kamu menjadi kekasihnya?"

Alca menundukkan kepalanya kala suasana semakin mengintimidasinya.

"Mbak Salsa, apa dia santri di sini? Kalo memang iya, siapa? Agar kamu tidak dihukum sendirian."

Alca menggelengkan kepala.

"Lalu siapa?"

Alca tak menjawab.

"Silakan mengaku pengirimnya siapa, kalau tidak maka hukumannya akan lebih berat."

Alca kembali menggeleng kini dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Ustadzah Halimah lalu mengangguk tegas. "Baik, tak apa, silakan nanti mengaku di depan Bunyai dan Pakyai," putusnya akhir dan langsung memanggil nama pelanggar selanjutnya, menghiraukan Alca yang memohon agar masalahnya tak diadukan pada keluarga ndalem.

Dear Anta, Ana Uhibbuka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang