36

1.1K 148 33
                                    

Saat itu Kafa berada di teras depan kala seseorang mengucap salam. Dia menoleh dan mendapat dua orang wanita yang salah satunya dia kenali sebagai ketua asrama putri membawa kertas dan plastik hitam besar.

"Waalaikumsalam, ada perlu apa, Mbak? Umah dan Abah sedang keluar, mungkin siang atau sore nanti datang."

"Kemarin Bunyai menyuruh saya untuk merazia asrama putri karena sudah lama tak dilakukan razia barang-barang, Gus," ujar Ustadzah Halimah yang membuat Kafa mengangguk dan mempersilakan mereka berdua duduk.

"Jadi tujuan datang ke sini untuk?"

Ustadzah Halimah menyodorkan lembar A4 yang baru keluar dari mesin printer beberapa menit lalu, yang isinya nama, barang sitaan, dan tingkat pelanggaran. "Kemarin Bunyai menyuruh saya mendiskusikan hukumannya dengan Gus Thoriq atau Gus Rizky, tapi setahu saya beliau tindak (pergi) dua hari, jadi mendiskusikannya dengan jenengan saja, Gus."

Kafa mengangguk-angguk, lalu mempersilakan Ustadzah Halimah menjelaskan sistem hukuman di pesantren bagi para pelanggar aturan. Dia tak tahu apa-apa karena biasanya yang menghandel umahnya, apalagi ini kepulangan pertamanya yang benar-benar panjang setelah hampir empat tahun merantau.

"Pelanggaran dibedakan menjadi tiga tingkat, Gus. Hijau, kuning, merah. Yang hijau itu pelanggaran ringan seperti membawa novel, majalah, album KPOP dan barang elektronik tanpa internet. Yang kuning bagi santri yang membawa ponsel, laptop dan ipad. Untuk pelanggaran merah sendiri bagi mereka yang surat menyurat dengan lelaki dan pacaran. Untuk pelanggar di catatan hijau/kuning bisa berubah menjadi merah apabila isi barangnya ada indikasi kepada hal-hal yang tidak diperbolehkan oleh syariat. Ada dua novel yang dimasukkan ke pelanggaran merah karena berisi cerita dewasa dan dua ponsel karena isinya chat dengan pacar."

"Untuk hukumannya biasanya bagaimana, Mbak?" tanya Kafa setelah mendengar penjelasan panjang dari Ustazah Halimah.

"Hukuman hijau dan kuning sudah ditentukan berdasarkan Undang-undang Pesantren, Gus. Ada yang membantu bagian dapur selama seminggu, ada yang piket ndalem pagi dan sore selama seminggu. Kalo untuk pelanggar merah hukumannya ada tiga macam. Pertama, Membersihkan seluruh area asrama putri. Kedua, beristighfar sebanyak 9999x di lapangan utama pesantren, lalu yang ketiga ditentukan oleh keluarga ndalem. Semua hukuman sudah berjalan mulai pagi ini sampai tujuh hari ke depan, Gus."

Kafa mengangguk paham. "Silakan dimulai dengan pelanggaran merah yang dipandang paling ringan."

Ustadzah Halimah lalu mengeluarkan dua novel dengan cover romantis. "Pengurus belum memeriksa seluruh halamannya, tetapi di beberapa lembar ada adegan dewasanya, Gus."

Kafa menggeleng-gelengkan kepala. "Menurut Syekh Abdul Wahhab asy-Sya’rani, hal pertama yang penting dilakukan untuk mengendalikan hawa nafsu adalah melalui puasa. Jadi, suruh di puasa lalu sholat taubat."

Ustadzah Halimah mengangguk lalu menuliskan sesuatu di lembar A4 yang isinya persis seperti isi lembar yang berada di tangan Kafa.

"Selanjutnya surat menyurat. Ada dua orang yang sudah mengaku bahwa bertukar surat dengan santriwan di sini," Ustadzah Halimah menyodorkan dua plastik sedang yang bertuliskan nama dari pemilik isi kantong tersebut. "Satu lagi belum mengaku," tambahnya sembari menyodorkan satu plastik lagi.

Kafa langsung membuka plastik pertama yang disodorkan Ustadzah Halimah. "Biasanya hukumannya apa, Mbak?" tanyanya sembari membaca isi surat-surat dari plastik yang bernama Rini Sulastri dan Sinta Dewi.

"Tahun kemarin untuk yang perempuan disiram air yang dicampur dengan nasi basi, yang laki-laki juga sama tapi ketambahan digundul."

"Yang sekarang diubah menjadi sholat taubat dan sholat mutlak 30 rakaat selama tujuh malam, Mbak."

Dear Anta, Ana Uhibbuka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang