Chapter 11

19.7K 740 4
                                    

CERITA INI HANYA UNTUK DINIKMATI
DON'T COPY MY STORY!!


Ramaikan cerita ini ya, vote dan spam komen biar aku makin semangat buat update🫶🏻

ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ

Ainsley mengerang pelan saat ia berjalan di koridor rumah sore itu. Tubuhnya masih terasa remuk akibat malam yang panjang bersama Galen. Setiap gerakan kecil mengingatkannya pada betapa intensnya kebersamaan mereka semalam, hingga matahari terbit. Ia tidak mengeluh, tapi jelas tubuhnya butuh waktu untuk pulih.

Setelah seharian bersembunyi di kamar, Ainsley akhirnya memutuskan untuk keluar. Ia meraih hoodie tipis untuk menutupi bekas-bekas ciuman yang Galen tinggalkan di leher dan dadanya. Langkahnya yang tenang dan hampir tanpa suara selalu berhasil membuat orang-orang di rumah tidak sadar akan kehadirannya, sebuah kebiasaan yang tak sengaja menjadi ciri khasnya.

Di dapur, Ainsley membuka kulkas, mencari sesuatu yang segar. Tangannya hampir meraih yogurt saat suara gaduh dari halaman belakang menarik perhatiannya. Dahinya mengernyit; biasanya halaman belakang sunyi, tak ada aktivitas. Dengan rasa penasaran, ia melangkah keluar menuju sumber kebisingan.

Di sana, ia menemukan beberapa pekerja pria sibuk menggali tanah. Dengan alis yang masih terangkat, Ainsley menghampiri seorang pelayan yang berdiri di dekat mereka.

"Ada apa ini?" tanya Ainsley, suaranya tenang namun penuh rasa ingin tahu.

Pelayan itu tersentak kaget, tak menyangka Nyonya-nya muncul tiba-tiba di belakangnya. "Tadi pagi mereka datang, Nyonya. Katanya, Tuan Galen menyuruh mereka menggali untuk membuat beberapa kolam ikan."

Ainsley memandang pekerja yang sibuk di sekitar halaman, matanya menyipit dalam kebingungan.

"Kolam ikan? Untuk apa?" tanyanya, suaranya sedikit bingung.

Pelayan itu hanya bisa menggelengkan kepala. "Saya juga tidak terlalu tahu, Nyonya. Tapi Tuan Galen sudah menentukan beberapa titik untuk kolam-kolam ini. Bahkan, tadi malam Tuan meminta saya untuk memesan beberapa ikan hias cantik."

Ainsley terdiam, tatapannya berubah lembut. Kenangan-kenangan tentang impiannya dulu mulai terlintas, bagaimana ia selalu berceloteh soal rumah dengan kolam ikan. Apa mungkin...?

Mungkin, setelah semua waktu yang mereka lalui dengan luka, dengan dendam, dengan cinta yang tak terselesaikan, Galen masih mengingatnya.

ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ

Suasana hati Ainsley mendadak cerah hari ini. Sejak sore hingga matahari terbenam, ia tak henti-hentinya memantau proyek kolam ikan yang dikerjakan di halaman belakang rumahnya.

Antusiasme terpancar di wajahnya, dan meski sebenarnya tak banyak membantu, ia ikut berbaur dengan para pekerja, tangannya kotor, kakinya penuh tanah, semua karena keasyikan "membantu".

Setelah matahari tenggelam dan para pekerja pulang, Ainsley masuk ke rumah lewat pintu belakang, masih tertawa kecil melihat keadaannya yang berantakan. Galen, yang baru saja tiba dari kantor dengan kemeja rapi dan wajah lelah, menghentikan langkahnya saat melihat istrinya berpenampilan seperti anak kecil yang baru saja bermain di lumpur.

"Apa yang kau lakukan?" tanyanya dengan nada datar, tapi jelas heran.

Ainsley mendongak, senyumnya lebar. "Aku membantu para pekerja tadi!" jawabnya penuh kebanggaan, seolah ia telah menyelesaikan sesuatu yang luar biasa.

Galen mengerutkan dahi, matanya menelusuri tubuh Ainsley yang penuh lumpur dan debu. "Mandi," perintahnya singkat.

Bukannya menurut, Ainsley malah semakin mendekat. "Dua kolam sudah selesai, tinggal tiga lagi. Seru sekali!"

Galen segera mundur beberapa langkah, tak ingin terkena kotoran dari istrinya. "Mandi, Ainsley," ucapnya lagi, lebih tegas.

Tapi bukannya berhenti, Ainsley malah mengeluarkan kejutan. Dengan senyum jahil, ia menunjukkan seekor cacing tanah yang ia pegang di tangannya.

"Lihat, aku juga menangkap cacing! Mungkin kita bisa memelihara mereka."

Mata Galen membulat, ia melangkah mundur lebih cepat, nyaris terjungkal. "Buang, Ainsley! Buang itu dan mandi!" serunya, setengah kaget, setengah frustasi.

Ia tak percaya wanita anggun yang ia kenal bisa melakukan hal konyol seperti ini.

Ainsley hanya terkekeh geli, berjalan santai melewati Galen, seolah tidak terjadi apa-apa. "Kau ini, dari dulu sampai sekarang tidak berubah, tetap takut pada makhluk kecil," ucapnya sambil menggoyangkan cacing di tangannya.

Galen memutar tubuhnya perlahan, menatap punggung Ainsley yang berjalan menjauh. Di balik tatapan tegasnya, ada kehangatan yang tak bisa disembunyikan. Dengan senyum tipis, ia bergumam dalam hati,

"Kau juga tidak berubah, Ainsley."

ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ

Tiga hari berlalu sejak kolam ikan selesai dibuat, dan Ainsley semakin sering menghabiskan waktu di tepi kolam. Ia tampak menikmati setiap momen, bermain dengan ikan-ikan yang berenang di sekitar, atau sekadar membaca buku sambil menyeruput teh.

Hari ini, Minggu yang cerah, Ainsley duduk santai di salah satu kursi di tepi kolam. Dua pelayan setia menemani di sisinya, bersiap melayani apa pun yang ia butuhkan.

Terdengar langkah kaki Galen yang mendekat membuat kedua pelayan itu berdiri refleks. Ainsley mengangkat kepalanya, menyambut suaminya dengan pandangan hangat.

"Valeria melahirkan dua hari yang lalu," kata Galen, suaranya tenang namun jelas. "Aku akan ke rumah David. Kau mau ikut?"

Mata Ainsley berbinar seketika, ia bangkit dengan cepat, senyumnya mengembang penuh antusias.

"Valeria sudah melahirkan? Aku mau ikut!"

Galen hanya mengangguk, menatap istrinya dengan ekspresi lembut. "Jika ingin ikut, bersiaplah sekarang. Aku tunggu di depan."

Tak butuh waktu lama bagi Ainsley untuk bersiap dan segera mereka meluncur ke rumah David. Hanya 15 menit perjalanan, dan mereka tiba di kediaman mewah itu. Saat mereka masuk, pelayan-pelayan menyambut dan memandu mereka ke kamar lantai dua, tempat Valeria dan bayinya berada.

Begitu pintu kamar terbuka, Ainsley segera mendekat ke Valeria, mengecup pipi wanita itu dengan hangat.

"Selamat, Valeria," ucapnya lembut. Senyumnya melebar ketika ia melihat bayi tampan yang tertidur nyenyak di ranjang kecil di samping tempat tidur utama.

"Lihat bayi tampan ini," ucap Ainsley, matanya penuh kekaguman. Ia menunduk, memperhatikan setiap detail wajah sang bayi.

"Bibirnya lucu sekali," lanjutnya, tak dapat menyembunyikan rasa gemasnya.

Valeria tersenyum kecil, sementara David yang berdiri di samping Galen hanya menggeleng, tertawa kecil melihat antusiasme Ainsley.

"Kalian harus segera punya satu juga," ucap David seraya menyikut Galen. Nada canda dalam suaranya jelas, namun ada dorongan hangat di dalamnya.

Valeria menambahkan, tertawa pelan, "Ainsley bilang dia ingin punya anak. Sudah saatnya kalian memikirkan itu."

Ainsley tersipu mendengar kata-kata mereka. Memiliki anak memang impiannya sejak dulu dan dalam sekejap, hatinya berdebar penuh harap. Namun, senyumnya pudar seketika ketika Galen merespons dengan tenang, namun penuh ketegasan.

"Aku tak ingin punya anak."

Kata-kata itu jatuh dengan berat, menghancurkan kehangatan yang tadi memenuhi ruangan. Ainsley menatap Galen, bibirnya terkatup dan untuk sejenak, ruang itu terasa sunyi.

ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ

Faded Desire
[9 September 2024]
-
-

Galen mau bikinnya doang😌

FADED DESIRE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang