Chapter 8

25.7K 978 15
                                    

CERITA INI HANYA UNTUK DINIKMATI
DON'T COPY MY STORY!!

Jangan lupa untuk follow akun wattpad author untuk dapat info update.
Konten promosi tersedia di instagram [hryntibooks_] dan tiktok [astihr_] 🥰

Fake Bond (1)

ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ

Ainsley terus mondar-mandir di depan pintu ruang operasi, dengan napas yang pendek dan langkah yang tak tenang. Keputusan itu sudah dibuat, meski hatinya masih terasa berat.

Bagaimana tidak? Semua uang untuk operasi ibunya berasal dari satu keputusan pahit—menjual dirinya pada pria yang dulu pernah mengisi hatinya, Galen.

Di lorong rumah sakit yang sunyi dan dingin, suara langkah kaki terdengar mendekat, menggema di antara dinding-dinding yang sepi. Ainsley menoleh, dan di ujung lorong ia melihat sosok yang tak asing.

Galen.

Tubuhnya tegap, wajahnya datar namun menyiratkan ketegasan. Lengan kemejanya tergulung hingga siku, memperlihatkan otot yang menonjol, dan sepatu hitamnya berkilau setiap kali menyentuh lantai.

“Mau apa kau di sini?” tanya Ainsley dengan nada waspada, matanya menatap pria itu penuh kehati-hatian. Rasa cemas yang sudah memenuhi pikirannya kini kian bertambah. Ia tidak ingin ada masalah lain.

“Santai saja,” ucap Galen dingin, suaranya tegas namun tak terlalu keras. “Duduklah.”

Ainsley terdiam, menimbang maksud di balik sikapnya. Galen kemudian mengulurkan sebotol air mineral padanya. Gestur sederhana itu membuat Ainsley sedikit bingung.

“Kau butuh ini,” lanjut Galen, masih memandanginya dengan ekspresi datar.

Meski awalnya ragu, rasa haus yang menyerang tak bisa ia abaikan. Dengan enggan, Ainsley menerima botol itu. Ia duduk perlahan di kursi besi dingin yang berderit saat tubuh mungilnya bersandar. Begitu tutup botol dibuka, ia meneguk air itu dalam diam, membiarkan rasa segar mengalir di tenggorokannya yang kering.

Namun, ia tahu, ketenangan ini tidak akan bertahan lama. Bersama Galen, selalu ada sesuatu yang lebih dalam di balik setiap sikap. Dan itu yang membuat jantungnya terus berdetak tak karuan.

Dari sudut matanya, Ainsley melirik pria itu yang kini mengambil tempat di sebelahnya. Tubuh Galen tegap seperti biasa, kedua lengan kekarnya bersilang di dada, namun pandangan matanya lurus ke depan, seolah menghindari kontak langsung dengannya.

“Bagaimana kondisi ibumu?” tanya Galen tiba-tiba. Suaranya datar, tak sepenuhnya dingin, namun juga tak hangat. Nada itu membuat Ainsley bingung—ada jarak di sana, tapi juga perhatian yang terselip samar.

Ainsley menunduk, menekan emosi yang hendak tumpah lagi. “Buruk,” jawabnya lirih. “Dia... tidak akan sembuh, tapi dokter bilang ada sedikit waktu.”

Galen mengangguk kecil, memahami arti dari kalimat itu tanpa perlu penjelasan lebih. Ia sudah mengenal Helena, ibu Ainsley, sejak dulu—sejak masa-masa mereka berpacaran saat kuliah. Kala itu, Helena selalu menyambut Galen dengan senyum hangat, berbeda dengan Hans, ayah Ainsley, yang dingin dan penuh cemoohan.

Perlahan, Galen menoleh, menatap Ainsley. Wanita itu terlihat begitu lelah, bayang-bayang keputusasaan terpancar jelas di matanya yang mulai sembab.

“Istirahatlah,” ucap Galen tiba-tiba, membuat Ainsley tertegun. Ia menoleh padanya, mata hijaunya menyiratkan kebingungan.

“Apa?” gumamnya, nyaris tak percaya. Bagaimana mungkin pria yang beberapa jam lalu begitu dingin dan menakutkan, kini mengucapkan kata-kata yang... terasa peduli?

FADED DESIRE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang