CERITA INI HANYA UNTUK DINIKMATI
DON'T COPY MY STORY!!Jangan lupa untuk follow akun wattpad author untuk dapat info update.
Konten promosi tersedia di instagram [hryntibooks_] dan tiktok [astihr_] 🥰Trap [1]
ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ
Ainsley melangkah menuruni anak tangga dengan perasaan tak menentu. Beberapa menit lalu, ia menerima pesan dari Marvel-singkat, mendesak. Ia sudah membalas, bertanya apa yang terjadi, tapi tak ada lagi jawaban dari pria itu. Keheningan itulah yang kini memenuhi pikirannya, menumbuhkan rasa khawatir yang enggan ia akui.
Setibanya di lantai bawah, matanya menangkap sosok Emma yang tengah sibuk di dapur. Aroma masakan menguar di udara, namun Ainsley tak benar-benar memperhatikannya.
"Galen belum pulang?" tanyanya pelan, mencoba menyembunyikan nada gelisah dalam suaranya.
Emma menoleh, tersenyum kecil. "Belum, Nyonya. Tuan bilang ada urusan yang harus diselesaikan, mungkin akan pulang sangat larut. Oh, dia juga berpesan agar Nyonya tidak menunggunya."
Ainsley mengangguk kecil. Itu bukan hal baru. Suaminya memang selalu tenggelam dalam pekerjaan, tapi itu tidak lagi menjadi masalah bagi Ainsley. Hubungan mereka sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, dan itu cukup baginya.
"Aku harus pergi menemui temanku sebentar," ucapnya sambil meraih mantel.
Emma menghentikan pekerjaannya sejenak, menatap Ainsley dengan sedikit ragu. "Malam-malam begini, Nyonya? Jika boleh tahu, ke mana?""Hanya sebentar, jangan khawatir. Aku akan pulang sebelum larut," jawab Ainsley dengan senyum yang mencoba menenangkan.
Emma tidak bertanya lebih lanjut. Ia tahu batasannya, meskipun ada sesuatu dalam ekspresi Ainsley yang terasa berbeda malam ini. Namun, ia hanya bisa menunduk dan mengangguk.
Tanpa menunggu lebih lama, Ainsley melangkah keluar. Udara malam menyambutnya dengan dingin yang menggigit, tapi bukan itu yang membuat jantungnya berdetak sedikit lebih cepat. Ia tak tahu apa yang menunggunya di tempat tujuan-tapi satu hal yang pasti, Marvel bukan seseorang yang mudah ditebak.
Turun dari taksi, Ainsley berdiri di depan sebuah gedung apartemen megah, persis seperti yang tertera dalam pesan Marvel. Udara malam terasa dingin, namun bukan itu yang membuatnya menggigit bibir-melainkan perasaan tak nyaman yang terus menggelayutinya sejak menerima pesan pria itu.
Tanpa banyak berpikir, ia melangkah masuk ke lobi yang sepi, disambut cahaya lampu dan aroma parfum mahal yang samar tercium. Kakinya bergerak otomatis menuju lift, jarinya menekan tombol lantai 10.
Seiring dengan naiknya lift, pikirannya dipenuhi pertanyaan-mengapa Marvel memintanya datang malam-malam begini? Dan mengapa ia merasa seolah akan terjebak dalam sesuatu yang lebih besar dari sekadar pertemuan biasa?
Sesampainya di lantai yang dituju, Ainsley berjalan menyusuri koridor sunyi. Nomor apartemen yang disebut Marvel ada di hadapannya. Ia menarik napas dalam sebelum akhirnya menekan bel.
Pintu terbuka hampir seketika, menampilkan sosok Marvel yang berdiri santai di ambang pintu. Senyuman tipis tersungging di bibirnya, namun ada sesuatu dalam tatapan matanya-sesuatu yang sulit diterjemahkan.
"Hai," ucapnya dengan nada lembut. "Kau datang. Masuklah."
Ainsley melangkah masuk, melepas mantelnya sambil membiarkan matanya menyapu ruangan. Apartemen ini luas-sangat luas, hampir sebesar rumah. Interiornya mewah, tertata rapi, namun yang paling mencuri perhatian adalah meja makan di tengah ruangan. Di atasnya, berbagai hidangan telah tersaji, dengan dekorasi yang tampak begitu... direncanakan.
"Aku membuatmu datang malam-malam begini, maaf merepotkan," ujar Marvel seraya menuntunnya ke kursi. "Aku butuh bantuanmu... untuk menghabiskan masakanku."
Nada suaranya terdengar ringan, tapi Ainsley bisa merasakan ada sesuatu di baliknya. Sesuatu yang tak terucapkan. Dan entah mengapa, malam ini terasa lebih panjang daripada seharusnya.
"Tunggu."
Ainsley menatap Marvel dengan sorot curiga, jari-jarinya mengetuk ringan permukaan meja. "Jadi... yang kau maksud dengan 'butuh bantuan' hanyalah makan malam?"
Marvel tersenyum kecil, matanya tetap terkunci pada Ainsley. "Setelah kejadian itu, segalanya terasa canggung di antara kita. Aku ingin bertemu denganmu, tapi aku tahu kau tidak akan dengan mudah mengatakan iya. Jadi, aku berbohong."
Ia menghela napas, bersandar sedikit ke kursinya. "Tapi sungguh, Ainsley, aku hanya ingin makan malam denganmu. Itu saja."
Ainsley menatapnya beberapa detik lebih lama, menimbang-nimbang kata-kata Marvel sebelum akhirnya mengembuskan napas pelan. "Baiklah. Tapi aku tidak bisa lama. Suamiku mungkin akan segera pulang, dan aku harus kembali sebelum itu."
Marvel mengangguk, ekspresinya tak menunjukkan keberatan. "Aku mengerti."
Ia mulai menyajikan makanan, sesekali melontarkan percakapan ringan. Topik yang dulu terasa begitu alami kini terdengar sedikit dipaksakan, seperti dua orang asing yang berusaha menemukan kembali kenyamanan lama yang sudah pudar. Namun, Ainsley tetap membalas, mencoba menjaga percakapan tetap mengalir.
Sampai di pertengahan makan malam, tiba-tiba kepalanya terasa berat. Pandangannya sedikit berbayang, dan ruangan seolah berputar perlahan. Ainsley mengerjap, mencoba mengusir sensasi aneh yang mulai menguasainya.
Kemudian-denting tajam terdengar saat sendok di tangannya jatuh menghantam lantai.
Jantungnya berdebar tak menentu. Ada yang tidak beres. Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi bibirnya terasa kaku. Tatapannya beralih pada Marvel yang kini hanya tersenyum tipis, tatapan matanya tenang-terlalu tenang."Marvel...?" suaranya bergetar, namun hanya itu yang sempat ia ucapkan sebelum tubuhnya terasa semakin lemas.
ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ
"Dia masih belum kembali?"Suara Galen terdengar dingin, namun ada ketegangan yang jelas dalam nada bicaranya. Tatapannya tajam, menyapu kepala pelayan dan sopir yang berdiri dengan ekspresi gelisah di hadapannya.
Emma menggeleng pelan sebelum menjawab, "Belum, Tuan. Ponselnya juga tak bisa dihubungi."
Galen mengepalkan rahangnya, menarik napas panjang untuk menahan amarah dan kekhawatiran yang bercampur jadi satu. Pagi telah tiba, dan Ainsley masih belum kembali. Sejak ia pulang subuh tadi, ia langsung menyadari ada yang tidak beres. Rumah terasa terlalu sepi. Tidak ada sosok istrinya di mana pun.
Bertanya pada orang-orang di rumah hanya berujung pada jawaban yang tak memuaskan-Ainsley pergi menemui teman, tapi tidak ada yang tahu ke mana atau dengan siapa.
Sopirnya menunduk dalam, suara penuh penyesalan. "Saya sudah menawarkan untuk mengantar Nyonya, Tuan. Tapi beliau menolak dan memilih naik taksi sendiri. Maafkan keteledoran saya."
Galen memijat pelipisnya, sebelum menggeleng pelan. "Ini bukan salah siapa pun." Nada suaranya lebih tenang, tapi sorot matanya tetap tajam. "Sekarang, lebih baik kalian cari dia. Aku ingin tahu di mana Ainsley berada."
Kepala pelayan dan sopir itu langsung mengangguk patuh. Tanpa membuang waktu, mereka bergegas menuju pintu.
Namun sebelum mereka sempat melangkah keluar, sosok yang mereka cari tiba-tiba muncul dari balik pintu.
"Nyonya Ainsley...?"
ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ
FADED DESIRE
[Re-Upload]
8 Februari 2025
-
-

KAMU SEDANG MEMBACA
FADED DESIRE
RomansaKetika cinta lama bertemu dengan dendam, segalanya berubah menjadi permainan yang memabukkan. Galen Barnaby, pengusaha kaya dan berkuasa, tak pernah menyangka akan menemukan Ainsley, mantan kekasihnya, di sebuah rumah pelacuran. Dulu, mereka saling...