Chapter 16

18K 666 4
                                    

CERITA INI HANYA UNTUK DINIKMATI
DON'T COPY MY STORY!!

Selamat malam, maaf ya hari ini sedikit terlambat update.
Jangan lupa untuk vote dan komen 🖤

ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ

Semalaman, Ainsley terbaring gelisah di tempat tidur, matanya yang bengkak terus menatap kosong ke langit-langit kamar. Air mata mengalir tanpa henti, seakan mengekspresikan rasa sakit yang tak mampu ia katakan dengan kata-kata.

Bayangan masa lalunya dan kekecewaan terhadap kehidupan yang ia jalani saat ini datang bergantian, menghantam hatinya dengan perasaan getir yang semakin menyesakkan. Saat sinar matahari pagi akhirnya menyelinap di antara tirai, Ainsley menyadari bahwa ia tak lagi sanggup berdiam diri dalam keheningan ini.

Seandainya ibunya masih ada, Ainsley pasti akan berlari ke pelukannya. Ia akan menceritakan betapa hancurnya perasaannya, betapa kosong dan dinginnya kehidupan pernikahannya. Betapa ia mendambakan cinta dari Galen, bukan sekadar menjadi istri yang hanya dilihat sebagai pelampiasan dendam.

Namun, semua itu kini hanya angan. Ia duduk di meja makan, sarapan sendirian dalam kesunyian yang menyakitkan. Hingga suara getar dari ponselnya memecah keheningan.

Sebuah pesan muncul, dan saat melihat nama pengirimnya, senyum kecil muncul di sudut bibirnya, Marvel.

Sebuah pesan muncul, dan saat melihat nama pengirimnya, senyum kecil muncul di sudut bibirnya, Marvel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ainsley menghela napas panjang, berusaha menimbang keputusan yang harus diambil. Pergi, atau tetap berdiam diri di rumah dan terjebak dalam kesedihan yang tak berujung?

Setelah beberapa saat, ia merasa bahwa hatinya membutuhkan jeda, sejenak melepaskan diri dari semua beban. Ia mengetik balasan singkat, menerima undangan itu.

Pukul satu siang, Ainsley tiba di restoran yang telah disepakati. Penampilannya casual namun tetap anggun. Jeans denim yang pas di tubuhnya, dipadukan dengan kaos hitam polos dan jaket kulit cropped yang menonjolkan sisi elegannya. Tangan kanannya menenteng tas kecil, dan sejenak ia menarik napas dalam-dalam sebelum melangkah masuk. Matanya dengan cepat menemukan Marvel yang tersenyum hangat dari sudut ruangan.

Senyum perlahan menghiasi wajah Ainsley saat ia berjalan mendekat, kemudian duduk di kursi di hadapan Marvel. Kehangatan pertemuan mereka terasa alami, seolah-olah waktu tidak pernah memisahkan keduanya.

"Aku hampir berpikir kau tak akan datang," ucap Marvel dengan nada penuh kelakar.

Ainsley terkekeh kecil, meski hatinya masih diliputi kesedihan.

"Aku butuh udara segar, dan tampaknya kau datang di saat yang tepat."

Percakapan mereka mengalir dengan mudah, dihiasi tawa ringan dan obrolan yang menyenangkan. Dalam sekejap, Ainsley mulai merasakan kelegaan yang sudah lama ia cari. Di balik senyumnya yang lembut, ada sesuatu yang berangsur-angsur pulih di hatinya, seolah-olah ia menemukan sejenak pelarian dari luka-lukanya.

FADED DESIRE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang