CERITA INI HANYA UNTUK DINIKMATI
DON'T COPY MY STORY!!Jangan lupa untuk ramaikan cerita ini ya. Vote, komen dan jika bisa follow akun author juga🥰
ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ
Di dalam mobil Aston Martin berwarna silver, suasana terasa hening dan berat. Ainsley duduk di kursi penumpang, pandangannya terpaku pada kafe di depan mereka. Marvel, yang duduk di kursi kemudi, sesaat terdiam sebelum akhirnya memecah keheningan dengan suara lembut namun penuh tanya.
"Kau yakin tak ingin menemui suamimu?" tanyanya sambil melirik sekilas ke arah kafe, seolah menandakan siapa yang ada di dalam sana.
Ainsley mengalihkan pandangannya sejenak, matanya tajam seolah menembus dinding kaca kafe. Dia tahu siapa yang ada di dalam, dan itu membuat perasaannya semakin rumit. Namun, raut wajahnya tetap tenang, hampir tanpa emosi.
"Untuk apa?" jawabnya datar, tanpa niat sedikit pun untuk memperpanjang pembicaraan tentang Galen dan Kimberly.
Marvel menatapnya dalam diam. Dia bisa merasakan beban yang Ainsley simpan di balik wajah tenangnya. "Kau benar-benar tidak terganggu dengan mereka? Maksudku, melihat suamimu dengan wanita lain di depan matamu?"
Pertanyaan itu menggantung di udara, namun Ainsley hanya mendesah pelan, mengabaikan keraguan yang tersirat di balik kata-kata Marvel.
"Marvel," suaranya terdengar lebih tegas, seolah menyingkirkan pertanyaan yang barusan dilontarkan, "Apakah kau akan tetap menerimaku? Maksudku, seorang janda dengan satu anak?"
Hening sejenak. Angin di luar menderu, mengguncang daun-daun, seolah ikut menyaksikan pertempuran batin yang terjadi di dalam mobil itu. Marvel menoleh, memandang wajah Ainsley yang datar namun menyimpan banyak luka. Mata hijau cantik wanita itu menatap lurus ke arah kafe, namun ada kebingungan yang tak bisa ia sembunyikan.
Marvel akhirnya menjawab, dengan suara rendah tapi penuh keyakinan, "Aku tidak masalah dengan itu."
Ainsley mengangguk pelan, namun di balik tatapan kosongnya, ada keputusan besar yang baru saja dia ambil. Mungkin inilah akhirnya. Mungkin, ini saatnya untuk berhenti berharap.
ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ
Galen melangkah cepat memasuki rumahnya, matanya menyapu ruang tamu yang disinari cahaya jingga dari matahari sore yang bersembunyi di balik hujan gerimis. Dua pelayan berdiri menunggunya, namun ia tak memberi mereka waktu untuk menyapa.
"Di mana Ainsley?" tanyanya tajam, suaranya memotong keheningan.
Kedua pelayan itu saling bertukar pandang sebelum salah satunya menjawab dengan hati-hati, "Nyonya belum kembali sejak siang tadi, Tuan."
Galen tidak menjawab. Langkahnya semakin cepat, melewati mereka tanpa sepatah kata lagi, menuju tangga besar di ruang tengah. Langkah kaki jenjangnya bergema di lantai marmer ketika tiba-tiba seorang pelayan yang lebih tua melangkah maju, memanggilnya.
"Tuan," suaranya sedikit gemetar.
Galen menghentikan langkahnya di anak tangga ketiga, menoleh ke belakang dengan alis terangkat. "Ada apa?" tanyanya, nada suaranya tegang.
Pelayan tua itu meremas tangannya, bibirnya bergetar seolah ragu untuk melanjutkan. "Nyonya melarang kami memberitahu siapapun... termasuk anda," katanya dengan hati-hati, seakan kata-katanya adalah sebuah rahasia besar yang terlarang. "Tapi... saya pikir, anda berhak tahu."
Galen menatapnya tajam. "Katakan saja."
Pelayan itu menelan ludahnya sebelum akhirnya berkata dengan suara yang nyaris berbisik, "Nyonya... hamil."
Galen membeku di tempat, tubuhnya seolah dihantam oleh kabar yang baru saja ia dengar. Kata-kata itu melayang-layang di udara, dan seketika rumah yang megah terasa semakin sunyi. Hujan gerimis di luar seakan makin lirih, waktu seolah-olah ikut berhenti bersama detak jantungnya yang mendadak berdentum keras.
Pikirannya terhuyung, sulit mempercayai apa yang baru saja ia dengar. Ainsley... hamil? Sesuatu di dalam dirinya seketika berkecamuk, antara keterkejutan, kegembiraan yang tak terduga, dan perasaan bersalah yang semakin dalam menghantuinya.
Tanpa berkata lagi, Galen melangkah cepat menaiki tangga, tangannya menggenggam kuat pagar besi yang dingin. Langkah-langkahnya menggema di lorong sunyi hingga tiba di depan pintu kamar. Dengan dorongan keras, ia membuka pintu lebar-lebar. Tidak ada siapa-siapa, hanya keheningan yang menyambutnya.
Mata Galen liar menelusuri kamar luas itu. Ia membuka lemari, menarik laci dengan kasar, dan mengobrak-abrik sprei serta kasur. Tapi tak ada yang ia temukan, hanya kekosongan yang membuat jantungnya berdegup semakin cepat.
Lalu pandangannya terhenti pada sebuah koper di sudut ruangan. Koper itu milik Ainsley, yang ia bawa saat pertama kali tiba di rumah ini. Ada sesuatu yang mengganjal dalam pikirannya, firasat yang tak bisa ia abaikan.
Dengan gerakan kasar, Galen membuka resleting koper, seolah tak ada waktu untuk berhati-hati. Tangannya meraih sebuah amplop putih yang terselip di antara pakaian Ainsley, amplop dengan cap rumah sakit yang sudah ia duga.
Ia membuka segel amplop dengan tergesa-gesa, menumpahkan isinya di lantai. Beberapa lembar catatan medis berserakan, tapi yang menarik perhatiannya adalah hasil USG kecil yang terselip di antara kertas-kertas itu. Matanya terfokus pada gambar samar janin yang belum terbentuk sempurna. Darah di wajahnya seakan terkuras.
Tenggorokannya tercekat. Sebuah kenyataan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya kini terpampang di depan matanya, Ainsley hamil. Dan janin itu... adalah miliknya.
Ia menggeram pelan, suara rendah yang teredam oleh denting hujan di luar. Galen merasa seperti dikepung oleh badai emosi yang tak bisa ia kendalikan. Ainsley, wanita yang dulu ia cintai dengan seluruh jiwanya, kini sedang mengandung anaknya. Tetapi ada jarak yang begitu luas di antara mereka, penuh dengan kebencian, luka, dan kebohongan.
Mata Galen memandang sekeliling kamar, ruang yang pernah mereka tempati bersama, namun kini terasa kosong dan dingin.
Pikiran tentang kebersamaannya dengan Kimberly di malam sebelumnya membuat rasa bersalah itu semakin menggerogoti hatinya. Bagaimana dia bisa begitu terperangkap dalam egonya hingga mengabaikan istrinya sendiri?
"Bodoh," Galen berbisik pada dirinya sendiri, tinjunya mengencang.
Sebuah perasaan mendesak muncul dalam dirinya. Ia harus menemukan Ainsley, ia harus berbicara dengannya. Ada begitu banyak yang harus dijelaskan, begitu banyak yang harus diperbaiki.
Tanpa membuang waktu lagi, Galen meremas kertas itu lebih erat, napasnya tak beraturan. Saat ia hendak melangkah keluar kamar, langkahnya terhenti ketika melihat sosok yang berdiri di ambang pintu.
Ainsley berdiri di sana. Tatapan mereka bertemu, dan dalam sesaat, dunia seolah berhenti berputar.
"Galen?"
ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ
Faded Desire
[19 September 2024]
-
-
KAMU SEDANG MEMBACA
FADED DESIRE
Romance[Mature 18+]‼️ Galen, seorang pengusaha sukses yang kaya dan berkuasa, bertemu kembali dengan Ainsley, mantan kekasihnya di tempat yang mengejutkan, sebuah rumah pelacuran. Di masa lalu, mereka adalah pasangan yang saling mencintai, tetapi cinta me...