Chapter 32

15.8K 515 7
                                    

CERITA INI HANYA UNTUK DINIKMATI
DON'T COPY MY STORY!!

Jangan lupa untuk selalu tekan vote dan ramaikan komentarnya ya🫶🏻

Kalau vote-nya sampai 100, malam ini aku update lagi😋

ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ

Ainsley duduk sendirian di balkon kamarnya, ditemani angin malam yang menusuk tulang. Tangannya memegang erat sebuah polaroid yang warnanya mulai memudar, namun kenangannya masih begitu jelas.

Di foto itu, Ainsley yang berusia 18 tahun tampak tersenyum cerah, berdiri di samping Galen yang kala itu baru berusia 21 tahun. Di belakang mereka, Katedral Milano menjulang megah, menjadi saksi bisu kebahagiaan yang pernah mereka rasakan.

Sambil memandangi polaroid itu, pikirannya perlahan tenggelam ke masa lalu, ke delapan tahun yang silam. Sebuah momen indah yang kini terasa seperti mimpi yang tak terjangkau lagi.

---

Katedral Milano
Milan, Lombardia, Italia
Delapan tahun lalu

Ainsley berdiri di tengah-tengah katedral, mendongak memandang keindahan arsitektur yang begitu memukau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ainsley berdiri di tengah-tengah katedral, mendongak memandang keindahan arsitektur yang begitu memukau. Cahaya matahari menembus jendela kaca patri, menciptakan pantulan warna-warni yang menyapu wajahnya. Dengan penuh kekaguman, ia mengangkat tangan, melindungi matanya dari cahaya yang menyilaukan.

"Wow... ini yang kesepuluh kalinya aku ke sini, dan aku masih tetap terpesona," ujarnya dengan antusias, matanya berbinar-binar.

Di sampingnya, Galen hanya tersenyum kecil, menatap Ainsley dengan tatapan lembut yang ia sembunyikan di balik candaannya. "Jadi, aku pria kesebelas yang menemanimu datang ke tempat ini?" tanyanya sambil tersenyum menggoda.

Ainsley menoleh, mengangkat alisnya, lalu menjawab dengan nada yang sama menggoda. "Oh, jangan konyol. Aku tak pernah membawa pria lain untuk menghadap Tuhan bersama. Hanya kau," ucapnya sambil mengedipkan mata, senyumnya nakal namun manis.

Galen tertawa, tawa yang begitu renyah dan tulus, mengisi udara dengan kehangatan yang menyentuh hati Ainsley. Di saat itu, segalanya terasa sempurna. Mereka berdua, berdiri di hadapan kemegahan yang tak lekang oleh waktu, seakan dunia hanya milik mereka.

---

Ainsley kembali ke realitas saat udara dingin menerpa wajahnya, memaksa dirinya menarik napas panjang. Senyum kecil muncul di bibirnya, namun ada rasa pahit yang mengikutinya. Waktu telah mengubah banyak hal. Cinta yang dulu begitu murni kini terhimpit oleh kebencian, pengkhianatan, dan penyesalan.

Tangannya menggenggam polaroid itu lebih erat, seolah takut melepaskan kenangan yang sudah lama berlalu.

"Galen..." bisiknya pelan, nyaris tak terdengar, ditelan oleh suara angin malam yang berhembus lembut.

FADED DESIRE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang