Chapter 10

21.5K 678 3
                                    

CERITA INI HANYA UNTUK DINIKMATI
DON'T COPY MY STORY!!

Jangan lupa untuk selalu tekan vote bintang di pojok bawah ya.
Terimakasih🫶🏻

ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ

Percakapan dengan David tadi siang terus bergema di kepala Galen, mengusik pikirannya hingga melewati jam kerja. Saat duduk di balik kemudi Ferrari merahnya, dia hanya bisa terdiam, menatap jalanan di depan tanpa benar-benar melihatnya. Jemarinya mengetuk-ngetuk setir, mencerminkan kegelisahan yang tak bisa ia hilangkan.

Mobilnya berhenti di lampu merah, dan di saat itu, pikirannya kembali pada masa lalu, masa ketika Ainsley mengucapkan kata-kata yang menghancurkan hatinya.

"Kita tak lagi setara," kata Ainsley saat memintanya berpisah. Itu terdengar seperti alasan yang dingin, hampir tak masuk akal, namun Galen tidak pernah mempersoalkannya lebih jauh. Dia terlalu terluka untuk peduli.

Setelah itu, dia menghilang dari hidupnya, pergi tanpa meninggalkan jejak. Galen, yang dulu penuh semangat dan ambisi, berubah menjadi seseorang yang tenggelam dalam rasa kecewa. Dia membangun benteng di sekeliling dirinya, menolak untuk menemui Ainsley lagi, bahkan ketika wanita itu datang di hari-hari tergelapnya, hari ketika ibunya meninggal.

Ainsley datang, berusaha mendekat, mungkin untuk menjelaskan, mungkin untuk meminta maaf. Tapi Galen menutup pintu rapat-rapat. Dia menolak mendengar apapun. Baginya, pintu masa lalu sudah terkunci dan tak ada ruang untuk perbaikan.

Namun kini, di tengah keheningan yang hanya dipecahkan oleh suara lalu lintas dan klakson mobil di belakangnya, Galen mulai merasakan getaran keraguan. Apa yang sebenarnya terjadi waktu itu? Apa alasan Ainsley sebenarnya? Mungkinkah dia terlalu cepat menilai?

Klakson mobil di belakangnya berbunyi lagi, memaksa Galen keluar dari lamunannya. Lampu hijau sudah menyala sejak tadi. Dengan sedikit gerakan kaku, dia menekan pedal gas, namun pikirannya masih terus berputar. Bukan soal kemarahan lagi, melainkan tentang penyesalan yang perlahan meresap.

ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ

"Di mana Nyonya?" tanya Galen sembari melangkah masuk ke rumah, menyerahkan tas dan jasnya kepada pelayan yang setia menunggunya di pintu.

"Nyonya sedang berada di kolam ikan, Tuan," jawab pelayan itu dengan cepat.

Galen menghentikan langkahnya, memutar tubuh ke arah pelayan dengan ekspresi bingung. "Kolam ikan? Sejak kapan kita punya kolam ikan?"

Pelayan itu tampak gugup, menundukkan kepalanya sebelum menjelaskan. "Sebenarnya itu kolam kosong di belakang rumah, Tuan. Nyonya mengisinya dengan beberapa ikan hias."

Galen terdiam sejenak, mencoba mengingat. Ia memang memiliki kolam kecil di belakang rumah yang dulu direncanakannya menjadi air mancur mini. Tapi proyek itu terlupakan seiring berjalannya waktu, sampai sekarang, ketika Ainsley ternyata mengambil inisiatif untuk mengisinya dengan kehidupan.

Ia mengangguk pelan dan melangkah menuju pintu yang mengarah ke halaman belakang. Ketika mendekat, langkah Galen melambat.

Beberapa meter di depannya, ia melihat Ainsley berjongkok di tepi kolam, tangan mungilnya terendam di air, dengan lembut bermain bersama ikan-ikan yang berenang di sekitarnya. Ada kilau kehangatan dan ketenangan di wajahnya yang membuat Galen terdiam sejenak.

Pemandangan itu menghantamnya dengan kenangan. Ia teringat Ainsley yang dulu selalu penuh semangat berbicara tentang impian rumah idealnya. Dia selalu bercerita tentang keinginannya memiliki kolam renang dan beberapa kolam kecil yang diisi ikan, sebuah oasis pribadi yang menenangkan.

FADED DESIRE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang