37. His Arrival Brought Disaster

468 39 6
                                    

Yuk ramaikan di setiap paragrafnya dengan komentar kalian✨

***

"Aku tidak akan meninggalkannya." Gempa menjawab dengan keseriusan membumbung tinggi.

Mengejutkannya ketika Othello mengudarakan tawa terbahak-bahak, isi keheningan ruangan Gempi.

Terkejut hampiri Gempa di awal kala ucapan kakeknya ia dengar sebelumnya, sebelum kemudian teringat akan karakter kakeknya.

"Santai saja anak muda. Aku hanya bercanda. Kau terlalu serius." Gempa berpaling acuh. Mengumpati diri yang tertipu muslihat Othello yang kerap kali ia dapat.

"Dia memang berharga. Aku pun menganggapnya begitu." Othello pusatkan netra dengan iris hijau gelapnya pada seonggok daging yang kini sukmanya tengah menjelajahi dunia mimpi.

Mendengar tutur kata menyebalkan dari sang kakek, Gempa tersulut emosinya. "Tidak untuk manusia kotor sepertimu."

Pria dengan gurat angkuh itu kembali tertawa, merasa terhibur akan ketidaksopanan cucunya. Dan itulah yang sering kali ia rindukan selama cucunya tinggal dengan jarak ribuan kilometer dengannya.

"Rasanya lega sekali." Ujung mata Gempa melirik sinis kakeknya.

Bertahun-tahun dia hidup dalam didikan kakek tua ini. Namun, dia belum juga mampu memahami ucapannya.

"Bertemu dengan dua cucu kesayanganku. Ini seperti bayanganku." Othello menjauhkan tangan kanannya dari tongkatnya dan mengarahkan pada tangan Gempi yang langsung ditepis oleh Gempa. "Ohoho, aku tahu dia berlian, tapi bukan hanya berlianmu. Dia juga berlianku."

"In your delusional." Intonasi berat sarat intimidatif dari Gempa menghibur Othello.

"Posesif sekali, anak muda ini." Kepala dengan surai dipenuhi warna abu-abu miliknya bergerak ke kanan dan kiri. "Padahal aku sangat ingin menyentuhnya."

"Tidak untuk manusia kotor sepertimu." Gempa mengulang ucapannya. "Apa tujuanmu kemari?"

Dari cerita Varo, Othello sangat membenci keluarga Nara, entah apa yang mendasari kebenciannya.

Apabila membenci keluarga Nara karena mantan istrinya, harusnya Othello juga membencinya dan mengusirnya dari dulu. Namun, alih-alih mengusir, Othello sangat protektif terhadapnya, kemana pun Gempa pergi, harus ada ajudan untuk melindunginya.

"Tentu untuk menjenguk dua cucu tersayangku." Gempa tidak menggambarkan riak wajah apapun, kendati ia meremehkan kata sayang yang Othello sematkan. "Apakah tidak boleh? Karena aku manusia kotor?" Pria tua itu tertawa lagi.

Riaknya terlihat bahagia sekali, meski cucu tersayangnya tidak menginginkan kehadirannya.

"Gempa kok di luar ... rame banget ...." Dua kata terakhir dari Nara yang baru saja tiba terdengar lirih, akibat terkejut hadir tatkala matanya melihat jelas kehadiran orang yang sangat dia inginkan kematiannya.

"Siapa anda? Untuk apa anda kemari?" Dia layangkan aksen formal yang kental, sebagai tanda adanya batas yang tinggi di antara mereka. "Gempa? Kenapa kamu mempersilakan dia masuk?" Dan pertanyaan Nara yang mengarah padanya bernada marah.

"Apa aku benar-benar tidak boleh menjenguk cucuku?" Tidak ada lagi riak kelakar di wajah tua Othello. Pertanyaannya tulus keluar dari hati, bukan lagi candaan semata.

Telaga hijau sebagaimana zamrud miliknya mematri masygul pada sosok yang berdiri di hadapannya. Namun, tidak ada satupun orang di sana sadar akan makna dari sorot matanya.

"Oh, Gempa. Kayaknya dia mau ngobrol sama kamu." Wajah Nara telah lukiskan teramat jelas kebenciannya pada sosok yang menghadirkan dirinya.

Gempa larikan matanya pada sang kakek. "Ikut aku." Memilih merealisasikan perintah Nara. Dari mata Nara saja Gempa peka betapa besarnya kebencian Nara pada laki-laki berdarah Italy ini.

The Predator's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang