41. Constant Noise

330 42 8
                                    

Mohon dikoreksi kalau sekiranya ada salah🙏

***

"Pasien baik-baik saja. Justru ini adalah keajaiban. Dan ... mohon maaf, ini juga di luar nalar kami. Seorang yang kecelakaan parah seperti pasien bisa bangun tanpa adanya kelumpuhan, koma pun hanya tiga bulan, jauh dari prediksi kami. Saya yakin, ini pasti karena kuatnya doa kalian." Senyum sang dokter undang mereka semua untuk tersenyum senang, kecuali Gempa dan Othello.

"Meskipun demikian, saya tidak menyarankan pasien untuk segera dibawa pulang karena pasien juga butuh perawatan lain." Kendatipun Nara telah mengetahui apa saja prosedur agar Gempi bisa pulih sepenuhnya, ia tetap mendengarkannya secara seksama.

"Kalau cucuku tidak bisa kau pulihkan secara total, akan aku buat rumah sakit ini bangkrut." Bukan hanya si dokter, yang lain pun terkejut mendengar penuturan Othello. "Aku tidak mau tahu." Dia tancapkan tatapan tajam pada si dokter. "Dia harus pulih seperti sedia kala."

Berdecak mendengar ancaman tidak bermutu kakeknya, Gempa raih secara perlahan si dokter agar segera keluar. "Jangan dengerin dia," ucapnya. "Manusia yang sudah bau tanah memang begitu."

"Hei. Yang kau sebut bau tanah itu Kakekmu, Bajingan!" Othello berujar seraya menunjuk tongkatnya.

"Berisik." Varo mengorek telinganya, pun ia fokuskan pandangan pada adiknya.

"Mending kalian perlu keluar."

"Gak mau."

"Tidak mau."

Bola mata Varo merotasi malas.

Dia pikir Gempa dan Othello hanya memiliki satu kesamaan; fisik, tidak tahunya karakter pun nyaris sama. Mungkin saja itu pengaruh dari kedekatan mereka. Entahlah.

"Kalo gitu jangan berisik. Jangan ganggu tidur Gempi. Biar dia tidur nyenyak." Varo usap secara perlahan surai sosok yang sudah terlelap.

"Justru bagus kalau dia bangun." Othello mendekat. "Tiga bulan apa belum cukup untuknya tidur?"

"Gak gitu juga, Bodoh." Tanpa segan Gempa umpati kakeknya sendiri. "Mending keluar aja lah sana. Ganggu banget."

"What is your business?" Intonasi sarkas Othello, Gempa abaikan.

"Sudah-sudah. Sekarang kita berdoa saja semoga Gempi bisa pulih total." Permintaan Nara membuat mereka terdiam sejenak.

"Zyran." Othello bersuara lagi, membuat Varo menggerutu. "Biarpun Rosellind sudah bangun, kau tetap harus pulang untuk kembali dilantik. Sudah berapa lama kau bolos, huh?"

"Whatever" Gempa menyahut cuek.

"Hei, badebah! Kau itu—"

"Kalo mau bahas begituan lebih baik keluar." Ancaman dengan intonasi datar Varo barulah diamkan mereka. "Rese banget," gerutunya dengan kekesalan yang sudah memuncak.

"Gempi baru bangun. Dan dia perlu tidur biar gak linglung lagi, bisa-bisanya kalian ributin kayak begituan di sini." Terlihat hidungnya bergerak kembang-kempis. "Mikir, dong! Ini bukan kekuasaan kalian. Harusnya kalian fokus ke Gempi! Bukan urusan kalian. Emangnya tujuan kalian di sini apa? Kalo tujuan kalian masa depan kalian, ya jangan bahas di sini."

Selayaknya anak kecil, dua pria dengan generasi berbeda itu sama-sama menunduk; renungi kesalahan yang baru mereka buat.

"Malah kamu yang ngoceh," tegur Nara.

Sebagai ibu kandung, Nara tahu. Bukan Othello dan Gempa sebagai pion utama dari kekesalan Varo, tapi karena kondisi Gempi atau tidak penyesalan Varo sebagai kakak yang jarang sekali memiliki waktu untuk adiknya.

The Predator's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang