23. Minx

1.3K 69 8
                                    

Rata-rata orang akan menjalani hari indah apabila paginya dimulai hal indah. Karena itu orang bersemangat menjalani hari jika paginya saja diberikan hal yang membuat mood baik. Namun, hal tersebut tidak terjadi pada gadis berinisial GLR. Di depan cermin full body dirinya menggerutu sesekali pula ia meringis begitu bibirnya merasa perih dan bengkak.

Siapa lagi penyebabnya kalau bukan Gempa Satya Nagara? Lelaki yang bukan lagi seorang kucing lucu di mata Gempi, melainkan harimau lapar yang senantiasa menjadikan ia mangsanya.

"Gempa bangsat! Sakit banget bibir gue." Susah payah ia berbicara sebab perih di bibir bukan main rasanya. Terlalu banyak luka yang Gempa toreh di sana, bahkan Gempi sendiri tidak yakin bisa makan dengan baik.

Ingin keluarkan tangisan tatkala ia pegang bibirnya yang ditorehkan beberapa luka, tapi ia merasa sangsi meski di kamarnya hanya ada dia seorang. Lebih dari ingin menangis, Gempi ingin membalas rasa sakitnya pada Gempa. Dan membuat bibir laki-laki sialan itu sama bengkaknya, kalau bisa sebengkak disengat tawon.

Apa gue harus nyari tawon? Udah gitu gue ciumin tawonnya ke dia? Tiba-tiba ide itu terlintas. Otak telah memutar bayangan betapa bahagianya ia apabila bibir Gempa benar-benar disengat tawon sampai bengkak.

"Kayaknya gue harus pake masker." Dia bergerak mencari keberadaan masker di kamarnya guna menutupi bengkak di bibir yang akan mengundang tanya teman-temannya.

"Shhh ... gak ngotak sakitnya." Ringisan selalu keluar dirasa denyut sakit mengganggu.

Setiap tempat di kamar ia obrak-abrik begitu benda yang ia cari tidak kunjung menampilkan diri. Seingatnya benda tersebut selalu ada di laci penyimpanan benda yang jarang ia pakai. Namun, ketika ia mencari malah tidak ada. Selalu seperti itu memang, dan itu sungguh menyebalkan.

"Kemana, sih? Malah ngilang. Ah, tai!" Tangannya melempar botol parfum tanpa peduli akan pecah, toh hanya botolnya, isinya sudah tidak ada.

"Nyari apa?" Tersentak kala bariton deep Gempa menggelitik lehernya. Decakan samar Gempi keluarkan. Rasanya enggan sekali melihat barang sedetik pun laki-laki ini setelah ia disiksa berkali-kali.

Memilih tidak menggubris, Gempi lanjutkan pencarian masker diiringi umpatan lirih sebab benda itu masih enggan menonjolkan diri.

"Makan dulu sini." Gempa menaruh nampan dengan berbagai makanan di atas nakas.

Sebelum berangkat kembali, Nara berpesan padanya untuk memberi Gempi makan sebab ia hafal betul karakter anaknya yang enggan makan satu meja dengannya kalau sedang marah. Sampai saat ini ibu dan anak itu belum berbicara atau bahkan saling meminta maaf.

Perang dingin masih menyelimuti mereka. Biarpun Gempa sudah berusaha meminta Nara memaklumi sifat Gempi. Sebagai seorang ibu yang sama-sama memiliki karakter sama— keras kepala —dengan anaknya sendiri, Nara enggan memaklumi Gempi sementara Gempi tidak merasa bersalah.

"Bangsat. Kemana, sih! Lagi dibutuhin aja gak ada! Giliran gak gue butuhin mangkrak mulu di sini." Saking kesalnya pada kehadiran masker, seluruh barang di kamarnya disingkirkan hingga terciptalah gambaran berantakan pada kamarnya, seluruh barang berceceran seolah tidak ada artinya, timbulkan tanda tanya pada sosok lain di kamar itu.

"Nyari apa? Biar aku cariin. Kamu makan dulu gih sana." Dengan gerakan terasa lembut Gempa meraih lengan Gempi yang sibuk mengacak-acak lemarinya sampai pakaian yang semula rapi berantakan.

Gempi menepis lengannya diselingi decakan kesal. "Lo aja yang makan sana! Shhhh...." Refleks ia pegang bibirnya saat tidak sengaja membuka bibir terlampau lebar karena kesal diganggu.

"Aku udah makan. Sekarang kamu, ya, yang makan."

Bukan cuma kondisi kamar yang berantakan. Isi kepala Gempi pun sama berantakannya. Ribuan pertanyaan membelit tidak beraturan menciptakan benang kusut begitu teringat akan tindak-tanduk Gempa terhadapnya.

The Predator's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang