08. More Skits

6.8K 325 21
                                    

Vote doeloe sengkuh 💅

Part ini gak jelas. Aku revisi dalam keadaan otak 0%

***
Nada dering di benda pipih milik Gempi berbunyi nyaring, si empu yang tengah mengeringkan rambut menggunakan handuk pun teralihkan atensinya. Lantas benda tersebut berpindah tempat ke genggamannya. Diletakkannya benda persegi panjang itu di daun telinga usai menggeser ikon hijau di layarnya.

"Gue baru mandi." Gempi menjawab pertanyaan si penelpon. "Lo sama yang lain udah di tempat?"

Selagi menjawab orang di seberang sana, ia mengambil sisir yang kemudian ia gunakan benda itu untuk merapikan rambut basahnya, tanpa berniat untuk mengeringkan seperti perempuan pada umumnya jika hendak bepergian.

"Bentar lagi gue otw." Pun panggilan itu ia putuskan.

Sore hari adalah jadwal Gempi bersama teman-temannya main bola di lapangan komplek. Entah itu bola voli, basket, dan lebih seringnya sepak bola. Rencananya pula ia akan mengajak Gempa lagi. Untuk sekarang ia akan menjaga sepupunya agar kejadian beberapa jari lalu tak lagi terjadi.

Tubuh yang hanya ia baluti kaos kebesaran serta celana kolor selutut itu pun keluar dari paviliun-nya. Kemudian ia langkahkan tungkai kaki menuju lantai dasar untuk menemui Gempa. Siang tadi ia sudah mengatakan pada sepupunya kalau mereka akan main bola lagi di lapangan komplek. Sempat Gempi menangkap keengganan dari wajah sepupunya. Sayang, keinginan dia agar sepupunya dekat dengan teman-temannya jauh lebih besar daripada keengganan Gempa sendiri, jadi ia sedikit beri paksaan agar Gempa tak menolak.

"Gempa?" Dia menguarkan suara. Berharap sepupunya sudah siap dan mereka tinggal on the way. "Lo udah siap belom?"

Hanya keheningan menyahuti, tak ada tanda-tanda profil Gempa di lantai dasar. Padahal ia sudah meminta sepupunya untuk menunggu di sini, atau di teras apabila ia sudah siap.

"Kemana sih ni anak?" Ia bergumam sembari menyusuri lantai dasar guna mencari sosok bertubuh tinggi dan besar sepupunya.

"Bi Tatu liat Gempa, gak?" Dia tanyakan saja ART yang tengah menyapu belakang dapur.

Perempuan baya berdaster yang lama membantu bersih-bersih dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga lainnya itu melirik sang majikan dengan lukisan berupa kerut di kening.

"Enggan, Non. Saya liatnya tadi siang." Jawaban itu menimbulkan keputus-asaan sang majikan.

"Yaudah. Makasih ya, Bi." Gempi kembali menyeret tungkai kakinya meninggalkan area dapur.

"Di kamarnya apa?" monolognya. Meski malas harus menaiki anak tangga, ia tetap melakukannya dengan sedikit tergesa.

Tiba di tempat yang merupakan tujuan terakhir, ia angkat tangan kanan guna mengetuk pintu. Satu kali ketukan, suara dari dalam menyahut— terdengar merintih sarat menahan sakit.

"Lo sakit?" Gempi melayangkan kalimat tanya bermakna panik. Terburu ia hampiri sang sepupu yang tengah memeluk perut disertai kerutan dalam di dahi. Sangat nampak bahwa ia menahan sakit yang teramat.

"Sakit perut lagi?" Selagi bertanya, Gempi menyusut kening sepupunya bermandikan keringat dingin.

Tak sanggup menjawab melalui mulut, Gempa berikan anggukan samar. Semakin khawatir Gempi dibuatnya.

"Sakitnya gimana? Mules apa laper?" Meski panik, Gempi masih kuasa mengendalikan intonasi suara agar tak membuat Gempa ikut panik dan timbulkan kesakitan semakin parah.

"Kayak ... ditusuk-tusuk."  Gempa menjawab diselingi rintihan sakit.

Wajah ayu Gempi disejajarkan. Dapat ia lihat secara intens bagaimana Gempa mengekspresikan rasa sakitnya. "Ke dokter, ya? Lo dari semalem sakit perut. Gue takut kenapa-napa."

The Predator's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang