Ayo tembusin 300 vote 400 komen biar aku semangatttt💅💅
***
Gempi kembali nge-freeze mendapat pertanyaan penasaran dari sang ibu. Dengan kaku ujung matanya melirik si pelaku, yakni sang sepupu. Di situasi yang seharusnya menegangkan bagi Gempa dan Gempi, tak ada ekspresi tegang di wajah Gempa, dia terlihat biasa saja, bahkan pertanyaan Nara sama-sekali tidak mempengaruhinya.
"Dia keseleo di tangga tadi." Jawaban Gempa buat Gempi membuang napas lega. Tak disangka ternyata Gempa memiliki jawaban masuk akal. Terlepaslah dia dari ketegangan yang hanya ia rasakan seorang diri.
Pun Nara menghentakkan napas jengkel. "Kebiasaan kamu lari-lari di tangga itu harus dikurangin! Gimana kalo nanti jatoh, terus kenapa-kenapa? Mau bikin Mama jantungan?"
Bibir yang terdapat luka di dalamnya itu menipis mendengar ceramah yang ia rindukan. "Y-ya, gak sengaja." Hanya itu yang mampu ia utarakan. Jauh yang sebenarnya ia tengah menghindari sosok lelaki tengah melihat keduanya datar.
"Mana ada lari-lari di tangga sengaja. Ngaco kamu!" Nara menggerakkan kaki maju hendak ke tempatnya beristirahat.
Gempi ikuti langkah mamanya, berlagak ingin membujuk beliau, sebagai siasat untuk menjauhi sepupunya. "Maaf, janji deh Gempi gak lari-lari lagi."
"Mama enggak kangen aku gitu?" Dia merengek, tangannya menggoyangkan lengan Nara. "Seminggu loh kita gak ketemu. Jahat banget si kalo Mama gak kangen."
Ujung bibir kanan Gempa menyunggingkan senyum, dia sadar teramat sangat kalau rengekan Gempi hanyalah alat untuk menghindarinya. Sempat ujung mata Gempi meliriknya sekilas ketika melewatinya.
"Ngapain Mama kangen sama kamu? Kamu aja jarang di rumah kalo Mama ada." Samar-samar Gempa dengar jawaban Nara.
Satu kalimat melekat di kepalanya- Gempi jarang di rumah. Selama ia tinggal di sini, justru Gempi lebih sering di rumah, kerap kali ia menolak ajakan teman-temannya keluar. Gempa tak tahu-menahu apa alasan ia menolak ajakan temannya. Tapi ada bagusnya juga kalau Gempi demikian, ia tak perlu khawatir Gempi berinteraksi lebih banyak dengan mereka, terutama Abraham.
"Oh, iya, Gempa." Tiba-tiba Nara membalikkan badan. "Gimana tinggal di sini?"
Keberadaan Nara dan Gempi di sofa, segera Gempa susul. Dia duduk tepat di single sofa yang jaraknya dekat dengan Gempi. Gadis itu segera bereaksi, menyembunyikan wajah di tengkuk Nara. Alasannya karena rindu ketika Nara protes bahunya diberi beban.
"Not bad," jawabnya, sementara mata terus mematri sang gadis. Agaknya ia harus bicara nanti, mereka belum sempat meluruskan kejadian semalam dan memberi kejelasan atas hubungan mereka.
"Gak ngerepotin Gempi, kan?" Nara tak peduli kalau Gempa sakit hati atas ucapannya. Dia tak menyukai Lucy, jelas dia juga tak menyukai Gempa sebab mereka berada di radar yang tak ia inginkan.
Dia ambil perawanin aku, Ma!! Marahin aja dia! Usir, Ma! Usir!
Walau diam, Gempi terus menggerutu dalam benak. Dia merutuki keberadaan Gempa yang tak jauh darinya. Ia memang tak melihat ke mana mata hijau Gempa mematri, tapi ia dapat merasakan tembusan dari mata lelaki itu.
"Aku tidak tau. Tapi dia banyak bantu." Nara mengangguk pongah. Dari kasta, jelas Gempa lebih tinggi darinya, tapi di sini dia tuan rumah yang boleh saja bersikap semaunya. Toh, Gempa juga menumpang di sini
"Saya harap kamu tidak menyusahkan Gempi. Dan justru kamu yang harus selalu ada buat dia." Nara melirik anak bungsunya yang masih bersembunyi di tengkuk. Tak biasanya anaknya ini berlaku seperti ini. "Itu aja yang mau saya ucapkan. Nanti malem kita makan bareng." Lantas Nara berdiri hendak melanjutkan ke tujuan utama.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Predator's Obsession
Teen FictionYang Gempi tahu, Gempa itu baik, Gempa itu introvert, Gempa itu pendiam, Gempa itu lemah, Gempa itu cupu. Tapi dia tidak tahu. Siapa Gempa yang sebenarnya. Dia hanya tahu covernya saja. Tidak tahu bagaimana isi kepala Gempa ketika melihatnya. Start...