Pagi-pagi sekali, bahkan matahari pun masih enggan menonjolkan diri, tapi seorang gadis dengan outfit biasanya— kaos oblong dan celana joger sudah buru-buru berangkat kuliah. Di jam seperti ini penjaga kampus pun pun belum bangun. Namun, apa pedulinya? Kali ini kampus masih tutup bukanlah hal penting, yang terpenting ia terhindar dari predator yang berkedok sepupu.
"Kamu mau bangunin setan di kampus?" Nara bertanya sarat menyinggung. Seumur-umur hidup bersama Gempi, baru kali ini ia lihat Gempi bangun pagi dan berangkat kuliah pun pagi. Mana matahari belum sepenuhnya menonjol.
"Aku berangkat," ujar Gempi, lantas menyalimi Nara yang baru pulang jam empat subuh tadi.
"Sama siapa? Gempa aja belum bangun."
"Abraham udah jemput di depan." Gadis itu lekas berlari menuju teras rumah guna menghindari pertanyaan-pertanyaan yang Nara layangkan, apalagi kalau menyangkut-pautkan Gempa, penyebab ia berangkat sekolah pagi buta.
"Enggak salah dia berangkat jam segini?" Nara bergumam seraya melirik jam menggantung di ruangan sana. 05.52, orang gila mana berangkat kuliah jam segitu? Dia saja tidak pernah berangkat kuliah sepagi itu.
Nara lantas menggeleng dibuatnya. "Anak sekarang kelakuannya aneh-aneh aja."
"Belum sarapan lagi dia." Bi Tatu belum datang, otomatis sarapan yang biasa dibuat beliau belum ada. Biasanya ART yang ia kerjakan akan datang tepat jam enam dan langsung membuat sarapan, mengingat Bi Tatu IRT yang memiliki anak kecil, pastinya tidak mudah berangkat kerja subuh-subuh.
"Kenapa?" Tubuh Nara membalik saat suara Gempa terdengar dari belakang.
"Jam segini Gempi udah berangkat. Emangnya ada apa sih di kampus? Bahkan dia bela-belain gak sarapan. Padahal sarapan wajib banget buat dia." Gempa terhenyak mendapat penjelasan Nara. Kepalanya memutar kembali pada kejadian semalam. Dia tidak sadar kalau Gempi akan terus menghindarinya.
"Sopir yang biasa nganter bukannya belum dateng?" Sama seperti Bi Tatu, sopir mereka pun akan datang jam enam tiba, sementara ini belum ada jam enam. Seringnya juga mereka datang jam enam lewat beberapa menit.
"Katanya dia berangkat sama Abraham. Udah dijemput juga tadi." Lagi-lagi Gempa hanya mampu terdiam. Selain semakin menjauh, Gempi juga tidak mendengarkan perintahnya kemarin.
Rupanya memang benar ia harus memberi gadis itu hukuman agar jera. Kalau dibiarkan terus akan semakin berulah.
"Kalo ada apa-apa di kampus pun, kayaknya gak mungkin. Dia kan kupu-kupu." Jemari yang biasanya menyelamatkan orang-orang di RS itu mengusap dagunya sarat khawatir atas perilaku aneh anaknya.
"Nanti Gempa tanya sama dia. Barangkali dia ada urusan sama temennya."
Kepala Nara gerakan ke atas dan bawah. "Nanti kamu ikutin dia terus. Aunty gak terlalu percaya sama temen-temennya, mereka sering ngajak main Gempi sampe malem."
Wait— Gempa rasa telinganya baik-baik saja, tidak ada masalah yang mengharuskan dia pergi ke dokter THT. Artinya sebutan Nara yang merujuk pada dirinya sendiri itu benar adanya, kan? Bukan dia yang salah dengar?
Nara mengambil ancang-ancang untuk pergi ke lantai atas. Namun, ia kembali menoleh ke Gempa. "Terus— kamu bisa masak?"
Dan Gempa mengangguk.
"Tolong buatin Gempi bekal. Kayaknya Bi Tatu enggak bisa dateng pagi ini. Dan Aunty gak mau dia makam di kantin."
Nara menaruh kepercayaannya kepada dia. Dan itu bukanlah kabar bagus. Di mana kepercayaan itu diarahkan untuknya, maka kemungkinan besar beban Gempa kian bertambah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Predator's Obsession
Teen FictionYang Gempi tahu, Gempa itu baik, Gempa itu introvert, Gempa itu pendiam, Gempa itu lemah, Gempa itu cupu. Tapi dia tidak tahu. Siapa Gempa yang sebenarnya. Dia hanya tahu covernya saja. Tidak tahu bagaimana isi kepala Gempa ketika melihatnya. Start...