01. Love at First Sight, Innit?

15.8K 559 4
                                    

Jahat banget sih kalo enggak vote sama komen 😏

***

Harusnya hari ini Nara yang menjemput anaknya Lucy. Namun, ibunya itu ada panggilan mendadak dari rumah sakit tempatnya mencari punda-pundi rupiah. Jadi, disinilah Gempi sekarang. Di dalam mobil HRV dengan sopir yang selalu setia mengantar-jemputnya kemana pun selama ini.

Sebenarnya Gempi sudah lebih dari bisa mengendarai mobil, bahkan yang sudah memiliki SIM pun dapat ia kalahkan, itupun kalau membuat SIMnya nembak. Beda lagi ceritanya apabila dia disaingkan dengan orang yang membuat SIM hasil dari usahanya sendiri.

Seperti biasa, jalanan Jakarta menuju Bandara Soetta selalu padat yang tak pernah bosan membuatnya jengah karena harus mendengar bising dari klakson yang saling bersahutan. Waktu yang harusnya di tempuh lima puluh tujuh menig, karena macet jadi memakan waktu lebih dari itu. Gempi yakin sepupunya telah jamuran menunggu kedatangannya di bandara.

"Masih lama, ya?" Dia melirik jam tangan harap-harap cemas. Tak jarang matanya melirik ke depan, seberapa jauh kemacetan ini akan berakhir. Belum lagi kemacetan di jalan lain. Ah syalan! Tahu begini dia beli jet agar tidak terjebak macet.

"Sekitar satu jam lagi, Non." Jawaban sopirnya membuat dia hembuskan napas jengah.

Menunggu kemacetan sudah tak asing lagi baginya. Meski demikian, dia tak bisa membiasakan kebiasaan di jalana Jakarta yang selalu padat ini.

Dua jam lebih telah berlalu, sekarang Gempi sudah lepas dari penjara jalanan. Begitu mobilnya berhenti di parkiran bandara, dia segera turun sebab tak mau membuat sepupunya menunggu lebih lama, karena dia tahu betapa menyebalkannya menunggu.

"Mana lagi ni orang?" Dia mengeluh karena sudah tujuh menit keliling bandara di lantai satu. Namun, tak kunjung ketemu juga. Meski ada sopirnya yang membantu, tetap tak bisa menemukan orang yang sudah Lucy berikan foto sepupunya.

"Udah ketemu, Pak?" Harapan kalau sopirnya menjawab 'iya' pun runtuh begitu sang sopir menggeleng.

Bahu gadis berkaos longgar berwarna abu-abu itu turun pertandakan kekecewaan. Namun, dia tak ingin menyerah. Hingga lima belas menit dia habiskan berkeliling untuk mencari sepupunya, sosok yang tengah ia pegang fotonya masih belum juga ia temui.

"Apa perlu kita telpon sodara Non aja?" Saran dari sopirnya dapat Gempi setujui.

Decihan Gempi mengejutkan Danang— sang sopir —dia dapati majikannya menghentakkan kaki yang dibalut sneaker hitam. Wajah lelah bercampur kesal kentara menandakan ada hal buruk. Kemudian tangan kanan Gempi meraup kesal helaian rambut bagian depannya.

"Hape Gempi ada di mobil! Gempi ke sana dulu, ya?" Danang mengangguk. Ternyata itu penyebab kekesalan majikannya.

Jarak mereka dan tempat mobil berparkir lumayan jauh, tak heran apabila Gempi terlihat frustrasi. Sudah dibuat kesal oleh kemacetan, disusul harus berkeliling mencari sepupunya yang tak kunjung ditemukan, kini ia lupa membawa ponsel. Triple sial! Sepertinya ini karma karena telah mengumpati ibunya setelah Nara menyuruh dia menggantikan tugasnya. Karena itulah Gempi membatalkan rutinitas sorenya, yaitu main sepak bola di lapangan komplek.

Gempi mengurangi laju langkahnya begitu netra dia menangkap profile orang di foto yang sedang ia pegang. Kedua belah bibirnya memberi jarak seakan mempersilakan lalat masuk dengan telunjuk refleks menunjuk sosok yang ia lihat tengah menyandarkan tubuh di samping mobilnya.

"Gempa?" Dia membeo tak percaya akan kehadiran orang yang tadi ia cari-cari sampai kakinya mau putus. Kemudian dia lirik foto di genggamannya guna memastikan kebenaran dari penglihatannya. "Beneran Gempa, kan?"

The Predator's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang