30. Who are you?

888 47 4
                                    

Gempi koma.

Itu pernyataan dari teman sesama dokter Nara setelah Gempi di operasi. Dan itu adalah sebuah keajaiban untuk ukuran kecelakaan hebat yang Gempi rasakan. Normalnya, orang akan mati di tempat apabila mengalami kecelakaan begitu parah, terlebih kepala Gempi kena bentur bagian mobil, kata orang yang melihat, kepala Gempi terbentur pintu mobil serta dashboard.

Untung saja ada warga setempat melihat kejadian tersebut dan segera melarikan Gempi dan Abraham begitu dua orang di dalam mobil diketahui masih bernapas.

Beberapa berkesimpulan bahwa kecelakaan ini disengaja dan minta untuk dibawa pada pihak hukum. Namun, Gempa dan kelicikannya tentu melindungi suruhannya dan menyetujui pendapat orang kalau kecelakaan itu murni terjadi karena ada banyak orang pula kecelakaan di jalan sama. Seringnya malam karena kondisi jalan yang jelek serta kurangnya pencahayaan.

"Fasilitas di rumah sakit ini kurang. Bagaimana kalau Gempi tidak akan selamat?" Akibat terlalu lama menangis, suara Nara terdengar sengau nyaris tidak terdengar. "Saya takut, Gempa ... tolong bantu saya berpikir untuk menyelamatkan Gempi."

"Kita bisa bawa Gempi ke Singapura. Aku yakin fasilitas di sana lebih memadai." Pendapatan Gempa segera membuat Nara berhenti sesegukan. Perempuan di tengah usia 42 tahun itu menyeka sisa air mata di pipinya.

"Kamu benar."

"Lusa kita bawa Gempi ke sana. Presentase Gempi sembuh lebih besar dibandingkan dirawat di sini."

***

Suara ketukan dari tongkat kayu dengan ukiran singa mengalun elegan, seakan menyimpan kemisteriusan yang kental. Sementara mata yang dibalut kulit keriput miliknya menyorot sebagaimana elang mematrikan mata pada sang mangsa.

"Gempi Loreana Rosellind." Suaranya mengalun sarat ancaman, sementara ibu jari mengusap potret seorang yang ia sebut namanya. "Aku tidak menyangka anak nakal itu sudah memiliki anak sekarang." Tawa sarkas selayaknya iblis kegelapan mengangkasa.

Dua tungkai kaki ia taruh di atas meja; menggambarkan betapa tingginya kuasa yang ia miliki. Cerutu rokok menghadirkan asap saling berterbangan mengikuti arah angin. Wajah keriputnya tidak memudarkan keangkuhan yang melekat kental pada karakternya.

"Sejak kapan anak nakal itu menikah? Jahat sekali dia. Tidak memberi tahuku sama sekali, heh? Rupanya dia lupa siapa yang telah membuatnya lahir ke bumi." Siapapun yang mendengar setiap kata keluar melalui mulutnya akan menilai kalau dia benar angkuh. Namun, hanya dia yang mengetahui bahwa setiap kata yang keluar dengan intonasi angkuh itu menyimpan luka sedalam lautan.

"Dan sekarang? Cucu tersayangku menginginkan anaknya? Hah! Lucu sekali." Kursi roda yang ia duduki ia gerakan memutar secara teratur dengan kesan elegan menyertai. "Susah payah aku melindungi mereka, sampai aku mengorbankan kebahagiaanku, mana mungkin aku merestui mereka."

"Tugas apa yang harus saya emban, Lord?"

"Jangan biarkan satupun orang mengetahui keberadaan Zyran, apalagi ... apalagi orang-orang mengetahui kalau aku memiliki cucu lain." Kalimat terakhir itu mengalun lirih. "Dan buat Zyran menjauh dari Rosellind. Aku ingin ada keturunanku tidak masuk ke lingkup gelap yang telah aku ciptakan."

***

"Tolong jaga dia untuk saya."

Kalimat itu selalu memutar di kepala Gempa dari Gempa serta Gempi memulai perjalanan sampai akhirnya tiba di rumah sakit yang teman Nara rekomendasikan. Dan kini, Kelincinya tengah berjuang di ambang batas kehidupan dibantu oleh berbagai alat canggih sebagai penunjang kehidupan.

Damn it. Gempa ingin menyangkal kalau semua ini adalah karma yang Tuhan berikan untuk manusia keji sepertinya. Namun, fakta bahwa kini perbuatan kejinya terpampang jelas di depan matanya mengurungkan.

"Kamu tidak akan aku buat seperti ini kalau menjadi Kelinci yang baik." Suara yang selalu mengalun tegar dan penuh dominasi kini lenyap digantikan oleh lirihan penyesalan teramat ia rasakan.

Sedari awal matanya melihat langsung sosok yang ia cintai tengah memperjuangkan kehidupannya selalu mengusahakan diri agar senantiasa tegar dan tidak menerjunkan satu pun bulir air dari mata. Namun, kini, begitu waktu diberikan, air mata yang berusaha ia tahan saling berdesakan ingin segera diluruhkan.

"Semua laranganku ada alasannya, Gempi ... Abraham tidak sebaik yang kamu pikir. Nyatanya dia mengorbankan kamu untuk menyelamatkan nyawanya." Warna merah telah menguasai wajah dan leher Gempa, pertahanan yang ia bangun pun akhirnya meluruh tanpa ia perintah.

Uraian air mengucur saling bergantian menyusuri pipi yang selalu ia tampilkan ketegasan karakter yang ia miliki. Kemampuan dalam menghirup udara sulit ia laksanakan, dihalangi oleh dentuman sesak yang menghantam tiada henti. Isak tangis jarang terdengar darinya, sekalipun kekerasan ia dapatkan dari sang kakek. Namun, kini hal tersebut terdengar jelas dari mulutnya.

Sang calon don mafia yang selalu digadang-gadangkan akan kepemilikan karakter tegas, kuat, dan tegar di balik wajahnya yang memiliki garis lembut, kini menangisi kehidupannya, penyesalan yang baru ia dapatkan.

"Protecting you has become my duty." Gempa melirih, bibirnya enggan berhenti menghadirkan kecupan pada punggung tangan sang dara. "As you know. Ayahnya Abraham itu personal assistant kakek kamu. Dia ingin merebut posisi ayah kamu yang akan dijadikan presdir berikutnya, Gempi. Itu makanya mereka menyabotase kecelakaan yang ayah kamu alami."

"Sementara kakek kamu memberi syarat pada manusia sialan itu. Kalau dia akan diberikan kursi presdir kalau ayah kamu gak ada. Dan mereka melakukannya, mereka membunuh ayah kamu."

Berita ini baru Gempa ketahui setelah suruhannya ia minta untuk mengorek informasi perihal Abraham dan keluarganya. Semula ia terkejut. Abraham yang ia nilai sebagai laki-laki baik tanpa cacat dan selalu memperlakukan Gempi selayaknya ratu, nyatanya seipicik itu.

"Dan kamu tahu, Gempi? Abraham mendekati kamu untuk memastikan kamu tidak tertarik menjadi penguasa Grodea Semenji agar nanti dialah yang jadi penguasanya."

***

Tidur Gempa terganggu oleh nyaringnya suara dari ponsel. Dengan mata masih terpejam tangannya meraba nakas, di sana ponselnya berada.

Begitu telepon berada di genggaman, mata Gempa lekas membuka sepenuhnya disertai kernyitan dahi tatkala nomor asing ia lihat. Merasa itu bukan orang penting, Gempa tolak panggilannya. Namun, nomor itu kembali memanggil buat Gempa akhirnya menjawab.

"Gempa? Atau ... Zyran? Zyran Donathan Bennedict? Cucu kesayangan Othello."

Suara ini ....

Gempa tidak mengenalinya. Namun, dari mana orang ini tahu nama aslinya? Ralat, nama lamanya, sebab kini namanya telah ganti menjadi Gempa Satya Nagara begitu ia pindah kewarganegaraan.

"Gempi sama lo. Bener?"

"Who are you?"

Terdengar tawa dari sana. "Jahat banget, sepupu sendiri gak tau."

Kontan alis Gempa menukik heran. Dia ingin mematikan telpon karena merasa pembicaraan orang ini terlalu bertele-tele, tidak tahu kalau dia sangat ingin tidur.

"Cepet mau bicara apa?"

"Jaga Gempi. Kakek lo benci banget sama keluarga gue. Jangan biarin dia sentuh seujung kuku pun adek gue." Laki-laki di sana berucap, perlahan Gempa mulai sadar siapa si penelpon ini. Varo? Kakaknya Gempi? Kayaknya Aunty Nara sudah memberitahu.

"Karena di mana ada lo, pasti ada mata-mata Kakek lo, atau enggak musuh keluarga lo. Gue gak mau keluarga gue menanggung kesalahan kalian."

***

The Predator's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang