38. Idih Najis Banget Lu

629 55 10
                                    

Yuk vote dulu❤️✨

***

Iris coklat gelap Varo menelisik setiap inci tubuh kakeknya, tidak ada getaran takut di sama biarpun garis wajah kakeknya terlihat sangar; sangat mencerminkan siapa dirinya.

"Apa kau terhipnotis melihat ketampananku?" Ucapan kakek tua itu buat Varo mendengkus.

"Untuk apa kau kemari?"

Othello berdecih. "Tidak ada kah pertanyaan lain? Telingaku nyaris pecah mendengar pertanyaan itu."

"Lalu? Kau mau aku bertanya, 'Apakah kau kakekku?' begitu?" Varo berujar sarkas.

Othello angkasakan tawa. "Itu lebih bagus."

Sementara dua orang itu terlibat perbincangan berupa perkenalan, Gempa mengabaikannya bersama Nara yang masih tidak menginginkan kehadiran ayahnya.

"Lebih baik kau pergi. Tidak ada yang menginginkanmu di sini." Varo tautkan lengan di dadanya, disertai sorot mengintimidasi.

"Memang." Othello kerutkan bibir ke bawah. "Tapi aku yang ingin berada di sini."

"Kalau begitu pergi ke kamar lain." Masih Varo tahan hasrat untuk menendang tulang kering kakek tua ini. "Kalau bisa kau pergi ke kamar mayat."

"Tidak mau. Bagaimana kalau aku diperkosa hantu nakal?" Gigi geraham Varo sudah saling bergelamatuk. Melihat adanya ketidaknyamanan dari sang ibu, keinginan Varo untuk mendepak pria tua ini sangat kuat.

"Itu lebih bagus."

Othello tidak lagi terdiam berdiri. Sebab pegal ia mengambil duduk di samping Gempa. "Aku akan tetap di sini."

"Tidak bisa! Kau me—"

"Biarin Varo," ujar Nara tiba-tiba. "Biarin dia di sini." Sontak Varo alihkan segera atensinya. "Sama kita."

"Gak bisa gitu, dong, Ma! Varo tau Mama gak nyaman sama dia." Terlihat dari keningnya kerutan dalam hadir.

Nara tolehkan kepalanya. Lama ia bergelut dengan isi kepala perihal kedatangan Othello yang berhasil porak-porandakan benaknya, Nara sudah memutuskan untuk membiarkan Othello bersama mereka.

"Kau, aku persilakan tetap di sini, tapi setelah kami periksa. Aku yakin kau datang tidak dengan tangan kosong."

"Ya, aku membawa buah tangan. Aku perlu meminta ajudanku untuk membawanya. Wait a minute."

Nara tetap tenang. Biarpun Othello ayah kandungnya, tidak membuat Nara memiliki pengetahuan terhadap karakternya. "Bukan itu yang aku maksud," ujarnya. "Bisa saja kau membawa bom atau pistol untuk membunuh kita."

"Ah, I see." Othello mengangguk. "Zyran. Kau dapat memeriksaku sekarang." Lantas laki-laki itu berdiri dan menaruh tongkatnya.

"Untuk apa aku memeriksamu? Aku sudah tahu kalau tongkat yang kau gunakan bukan sekadar tongkat. Di bagian atas, ukiran harimau itu bukan hanya ukiran, ada pistol di sana. Bagian bawah merupakan belati yang kau sambungkan." Kemudian Gempa mendengkus samar, abaikan keterkejutan dua orang di sana.

"Sud—"

"Hei, hei. Keep calm, okay?" Menyela Varo yang akan kembali mengusirnya. "Aku ini seorang kriminal. Musuhku bukan hanya di satu tempat. Itu makanya aku memanipulasi tongkat ini. Bukan untuk mencelakai kalian."

"Bohong. Karena kau kriminal, siapapun itu akan kau bunuh. Termasuk kita yang bukan musuhmu." Varo tetap teguh pada pendiriannya, tidak akan percaya setitik pun pada seorang kriminal seperti Othello.

"Biarin Varo," ujar Nara, lagi-lagi membuat Varo menampilkan riak penolakan. "Kau akan mendapat konsekuensinya apabila bermacam-macam pada kami."

"Dia gak bakalan bunuh kita," sahut Gempa, dengan mata pusatkan pada Othello. "Kalau kita mati, dia juga bakalan mati."

The Predator's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang