Sengaja aku bikin dua bab part 14 ini.
***
Motor Abraham berikut mobil yang Gempa tumpangi tiba di depan rumah Gempi. Dari dalam mobil, mata Gempa terus berpusat pada sepupunya yang saat ini sedang turun. Terlihat dari posisinya, bibir Gempi lukiskan senyum manis yang selalu terjadi jika bersama Abraham.
Seketika muak bergelayut dalam benak. Satu helaan napas dihentakkan sebagai bentuk kekesalan yang bergerumul. Pandangan ia alihkan tatkala tangan Abraham ia lihat hendak menyentuh kepala perempuannya. Emosi negatif yang selalu menyertai selama di perjalanan, tumpah-ruah ketika mobil ini melewati Gempi dan Abraham.
Tepat ketika ia turun begitu sopir hentikan mobilnya di area teras, Gempi masuk disertai langkah lebar. Dari kelakuan Gempi saja Gempa sangat menyadari kalau perempuannya ini mau menghindar lagi.
Membiarkan Gempi terus menghindarinya sama saja menambah emosi negatif yang sudah tidak bisa lagi ia pertahankan.
"Ikut aku." Akhirnya lengan Gempi ia seret ke kamarnya. Begitu tiba di sama, segera ia putar kunci yang menggantung di sana, dan lempar kuncinya ke kolong ranjang.
"Apa lagi, sih?" Gempi hempaskan tangan Gempa, lantas menyorot sepupunya kesal.
Bulu halus di atas mata Gempa menukik tajam sebagaimana tikungan jalanan curam. "Aku mau kamu jangan deket-deket lagi sama Abraham."
Gempi terdiam beberapa saat sebelum ia semburkan tawa sarkas. "Ada hak lo larang-larang gue?"
Emosi yang sudah tumpah-ruah semakin parah keadaannya. Seandainya kewarasan Gempa tertinggal di jalan tadi, akan Gempa lempar Gempi ke kasur lalu ia buat sepupunya menjerit frustrasi sebagai hukuman yang sangat ingin ia berikan.
"Kamu pacar ak—"
"Kita enggak pacaran, ya." Kalimat Gempi ditekankan sebagai penegasan. "Gue— sama lo itu cuma sepupu! Se ... pu ... pu." Untuk pusatkan penegasan, Gempi jinjitkan kakinya agar Gempa lihat air mukanya.
"Itu sebelum malam itu terjadi. Setelahnya, otomatis kamu milikku." Dinginnya angin malam di tengah gunung bersalju akan kalah dinginnya suara Gempa. Terasa menusuk dan mengintimidasi.
"Itu bagi lo! Bagi gue enggak!" Oktaf suara Gempi meninggi. "Gue anggep malam itu cuma one night stand aja. Jadi jangan lagi lo bilang gue pacar lo."
"Itu bagi kamu. Bagi aku enggak." Gigi geraham Gempi saling beradu. Jawaban hasil plagiat itu hadirkan emosi. "Kamu tetap milikku. Gak peduli sekalipun kamu nolak."
Gempi dapat merasakan embusan napas panas Gempi menerpa hidungnya. "Kalau memang kamu mau malam itu terjadi lagi, silahkan kamu deketin Abraham."
"Gue bisa laporin lo ke Mama," jawabnya lugas.
"Kamu liat ada kepedulian di wajahku?" Gempa bertanya sarkas, sebelum kemudian tawa sarkastik mengudara. "Dengan kamu menggembar-gemborkan masalah kita, akan memudahkan aku buat bawa kamu menjauh dari mereka."
"Setelah itu aku bebas mau apain kamu." Gempa menyeringai, merasa menang telah menekan ego Gempi.
***
Ting.
Dentingan pertanda notifikasi masuk mendistraksi fokus Gempa ke buku yang ia baca. Awalnya ia hanya ingin melirik saja, tapi ketika deretan kalimat itu dibaca, pun ia raih benda tersebut. Setiap kata yang disusun rapi itu kembali ia baca guna memastikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Predator's Obsession
Teen FictionYang Gempi tahu, Gempa itu baik, Gempa itu introvert, Gempa itu pendiam, Gempa itu lemah, Gempa itu cupu. Tapi dia tidak tahu. Siapa Gempa yang sebenarnya. Dia hanya tahu covernya saja. Tidak tahu bagaimana isi kepala Gempa ketika melihatnya. Start...