34. Let Her Rest

670 55 8
                                    

Bahasa baku artinya dialog dengan bahasa asing.

***

Pusat perbelanjaan menjadi tujuan utama Varo kali ini. Di tangannya terdapat paper bag dengan tulisan nama restoran terkenal. Ingatannya terlempar pada masa lalu, di mana kala itu pertama kali mereka pergi ke Singapore untuk libur keluarga.

"Bang Valo tidak boleh ambil chilli crab aku!" Gempi kecil dengan usia empat tahun menarik-narik kaos Varo dari belakang. "Mama! Bang Valo jahat! Dia ambil chilli crab aku! Aku tidak suka, Mama!!" Kini Gempi kecil beralih pada sang ibu yang sibuk mengobrol dengan ayahnya.

"Varo ... jangan jahilin adek." Alih-alih Nara yang menjawab, Abigail mematrikan sorot tajam pada si sulung.

"Wuu, tukang ngadu." Varo beralih menyubit dua belah pipi Gempi.

"Varo ... mau kamu Ayah lempar ke Merlion Park?" Laki-laki yang menjadi panutan Varo itu melipatkan dua lengan di dada.

Varo tidak kunjung melepaskan cubitannya di pipi Gempi, buat Nara bergerak melepaskannya. "Kamu ini. Sekali aja enggak jahilin adek kamu. Gak bisa, ya?" Varo menampilkan cengiran jenaka.

"Salah siapa tukang ngadu."

Gempi menjulurkan dua lengannya, sarat ingin berpindah tempat dan menjauh dari kakaknya. "Sakit sekali pipi Gempi, Mama. Telasa nyut-nyutan." Gempi kecil memegang pipinya dramatis.

"Sini ayah cium, Sayang. Nanti nyut-nyutannya hilang." Abi mengambil alih tubuh gemuk Gempi kecil yang disambut antusias.

Selama ayahnya mengecup seluruh wajah Gempi kecil, Nara tertawa kecil; merasa terhibur, sedangkan Varo tiada henti menggerutu. "Manja wuuu, manja." Melihat keberadaan sendok, Varo menggunakannya untuk menekan paha gembil Gempi kecil.

"Ayah lihat, Bang Valo nakal lagi." Dia menunjuk keberadaan Varo.

"Biar. Nanti ayah lempar dia ke Merlion Park."

"Yeay! Bang Valo mau dilempal ke Melion Palk! Gempi senang sekali Ayah! Telima kasih Ayah!"

"Jangan loncat-loncat, Sayang, nanti kena kopi Ayah." Nara menyeka keringat di pelipis Gempi. Anak gadisnya memang gampang sekali keringetan.

Ulasan senyum tipis tercetak di wajah Varo. Kini sosoknya tengah menikmati waktu malam di Merlion Park, bersama angin malam ia dapat memutar kembali memori indah di masa lalu.

"Sampe sekarang, Ayah belom lempar Varo ke sini," gumamnya, memandang pilu pada perairan Merlion Park. "Bahkan Ayah udah tinggalin kita sekarang."

"Karena itu ... Gempi berubah." Pilu menggelegak di tenggorokan, buar Varo kesulitan menelannya. "Dia bukan lagi Gempi manja, centil, sekarang dia benar-benar ingin membuktikan kalau dia bisa hidup tanpa Ayah, tanpa Varo juga."

"Lagaknya bisa melindungi diri. Nyatanya dia gagal." Bibir bagian dalam ia jadikan pelarian atas rasa pilu yang menghantam.

***

Keheningan senantiasa menemani Gempa di setiap detik ia jalani. Berbagai macam buku ia ceritakan kepada dia yang jiwanya sedang berkelana. Sering kali doa lantunkan kepada sang pencipta agar segera beri kesembuhan untuk sang kasih, kesampingkan malu sebab dosa yang menumpuk.

"Hei. Tiba-tiba aku keinget kamu pernah nyuri panna cotta yang sempat aku tawarin." Paksakan wajah merautkan bahagia. "Gimana rasanya makan makanan hasil nyuri?" Tawa tertahan sebab dipaksa untuk keluar, tidak dapat menutupi kehadiran merahnya mata ingin hadirkan airnya.

The Predator's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang