𝟔𝟑. 𝐃𝐞𝐜𝐢𝐝𝐞

3.2K 174 28
                                    

Call me the craziest thing.
You!

Rasa cemas melanda, setiap detik terasa berlalu lambat, seolah waktu berusaha menggambarkan kekacauan batin yang dialami

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Rasa cemas melanda, setiap detik terasa berlalu lambat, seolah waktu berusaha menggambarkan kekacauan batin yang dialami. Di tengah keheningan, jantung berdegup kencang, menciptakan harmoni yang aneh antara rasa takut dan harapan. Kegelapan yang membayangi menjadi latar belakang bagi cahaya harapan yang samar, menggugah semangat untuk tetap bertahan meski segala sesuatu tampak suram.

Namun, seiring angin berhembus lembut, ada rasa tenang yang muncul, seolah mengajak untuk tetap berharap. Sebuah keyakinan bahwa di balik setiap kesedihan, pasti ada pelajaran yang bisa diambil, memberi arti pada setiap langkah yang diambil dalam kehidupan ini.

"Oh, ayolah, aku sangat baik, bukan? Aku membunuhnya untukmu, supaya semua cepat selesai. Muak aku melihat wajahnya yang masih bernapas. Si brengsek itu memang patut mati; lagipula, kematiannya tak terlalu tragis."

Denial berkata dengan ekspresi yang tak peduli, seraya memainkan jarinya yang telah bersih. Ia bersandar di dinding kamar mandi khusus wanita. Siapa pun yang melihatnya pasti akan dimarahi, tapi sayangnya, dia adalah iblis.

Arisa mendengar pernyataan itu, menggertakkan giginya dengan geram. "Apa kau bilang?! Agar semuanya cepat selesai? Denial, yang benar saja! Dengan membunuhnya, kau justru semakin menjeratku pada masalah! Oh, sial sekali aku harus memiliki suami sepertimu! Astaga, deniial!!" Erang Arisa frustrasi seraya menjambak rambutnya. Dia tak peduli apakah ada yang mendengar teriakan gilanya saat itu.

Denial menaikkan sebelah alisnya, ekspresi wajahnya menunjukkan ketidaksenangan. "Apa kau bilang? Sial sekali memiliki suami sepertiku? Hei Arisa, apakah kau ingin aku membunuhmu dengan cara yang lebih tragis daripada kepala sekolah brengsek itu? Ah, aku tahu, kau ingin aku membiarkanmu dilecehkan agar kau semakin depresi, begitu!?"

Arisa membulatkan matanya tak percaya, geram tak terima. "Apa yang kau bilang?! Apa kau sedang memancing emosiku, huh?!" Bentaknya dengan garang, membuat Denial semakin menyunggingkan senyum main-mainnya. Ia merasa terhibur melihat gadis itu terpancing emosinya.

"Memangnya jika iya, kenapa?! Kau yang memulai dulu, kan?" ejek Denial, semakin membuat Arisa menggertak gigi.

"Oh, awas saja! Aku enggan memberimu jatah ranjang!" ancam Arisa, matanya berkilat tajam, seolah-olah siap menghadapi konsekuensi dari ancamannya.

"Hei, hei! Bagaimana bisa begitu?!" protes Denial, suaranya kini terdengar lebih serius.

Arisa melipat tangan di dada, menantang. "Karena kau terlalu menyebalkan, Denial! Jika kau terus seperti ini, aku tidak akan ragu untuk mengambil tindakan!"

"Memangnya yang kulakukan salah?" tanya Denial, suaranya terdengar penuh penentangan. Ia mulai merasa terpojok oleh kata-kata Arisa yang terus-menerus mengecam tindakannya.

Marriage With The Devil (GHOST CURSED) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang