𝟔𝟎. 𝐓𝐫𝐮𝐞 𝐀𝐜𝐜𝐨𝐦𝐩𝐚𝐧𝐢𝐦𝐞𝐧𝐭

3.6K 166 6
                                    

This time you really did what I wanted

Fajar menerjang asa bagaikan semriwut di tengah semergap kegaduhan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Fajar menerjang asa bagaikan semriwut di tengah semergap kegaduhan. Distorsi waktu yang semula terasa berhenti kini telah sepenuhnya berjalan, mengiringi kembalinya kesibukan pada manusia-manusia yang tak menyadari betapa anehnya dunia ini.

Arisa, dalam balutan seragam SMA lengkap, berdiri di depan cermin, menyisir rambutnya dengan perlahan. Ada kekaguman yang tersimpan dalam diri gadis itu saat ia melihat pantulan wajahnya. Sejujurnya, ia menyadari betapa kecantikannya semakin terpahat, meningkat sejak menjalin hubungan dengan Denial.

Denial sendiri tengah berdiri di sudut ruangan, diam. Matanya yang tajam berwarna merah elang terus mengamati Arisa dengan saksama, sambil bersandar di dinding, tangannya terlipat di dada. Kehadirannya, meski sunyi, menebarkan ketegangan yang tak kasat mata. Udara di sekitarnya terasa berubah, seolah memberat, menciptakan atmosfer yang membuat setiap detak jantung terasa lebih cepat.

Setelah apa yang terjadi di antara mereka di kamar mandi, kini Arisa diberikan waktu untuk bersiap-siap pergi ke sekolah. Denial tetap berada di sisinya, mengawasinya dengan tenang. Arisa terus menyisir rambutnya di depan cermin, Denial perlahan-lahan melangkah mendekat. Tanpa kata, ia memeluk tubuhnya dari belakang, membuat Arisa tersentak ringan.

Sementara tangan Denial melingkar di pinggangnya, bibir pria itu dengan lembut mulai mengecup ceruk leher Arisa, membuat gadis itu merasa berdebar. Arisa berusaha tetap fokus menyisir rambutnya, meski dengan setiap kecupan yang diberikan, pikirannya semakin buyar. Kehangatan yang terpancar dari Denial membuat udara di antara mereka terasa berat, intensitasnya tak bisa diabaikan.

"Aku harus pergi sekolah ..." suara Arisa terdengar pelan, seakan memohon agar ketegangan itu mereda, namun tubuhnya seakan merespon lain, tetap diam di pelukan pria itu. Denial hanya tersenyum samar, tanpa menghentikan tindakannya, seolah waktu tak lagi menjadi hal penting di antara mereka.

Saat suasana semakin memanas di antara mereka, suara langkah kaki terdengar mendekat. Tiba-tiba, pintu kamar terbuka, dan nenek Arisa masuk. Denial segera berhenti, namun tetap di tempatnya, sementara Arisa tersentak kaget, mencoba merapikan dirinya.

"Arisa, sayang, apa kamu sudah siap? Sarapan sudah nenek siapkan di meja," suara lembut neneknya terdengar, membuat suasana kembali normal. Namun, nenek Arisa tak bisa melihat Denial—hanya Arisa yang bisa merasakan kehadirannya, karena sihir pria itu.

Arisa mencoba tersenyum tenang meski jantungnya masih berdegup kencang. "Iya, Nek, sebentar lagi aku keluar," jawabnya sambil menyisir rambut yang tersisa. Denial tetap berdiri di belakangnya, diam, dengan sorot matanya yang menyiratkan intensitas yang tak akan mereda, meskipun nenek Arisa berada di ruangan itu.

Setelah neneknya pergi, suasana di dalam kamar kembali berubah. Arisa bisa merasakan tatapan tajam Denial di belakangnya.

"Astaga, aku hampir pingsan. Kenapa nenek tidak bisa melihatmu?" ujar Arisa sambil membalikkan tubuhnya, menghadap Denial dengan wajah bingung.

Marriage With The Devil (GHOST CURSED) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang