Dia ingat hari terakhir mereka bertemu. Kata-kata Baby masih terekam jelas di benaknya. "Kita cuma FWB, Hugo. Jangan baper, ya." Kalimat sederhana itu menghantamnya lebih keras daripada apa pun. Hugo menelan perasaannya dalam-dalam, memilih untuk pe...
Baby berdiri di depan gerbang sekolahnya, seragam putih abu-abunya rapi, tapi wajahnya cemberut. Di tangannya, ia memegang ponsel yang layarnya retak. Ia mengetik pesan dengan cepat, mengeluh kepada Jake, kakaknya.
"Kak, lama banget jemputnya! Aku cape nunggu."
Tak lama kemudian, sebuah pesan balasan masuk. "Bukan gue yang jemput. Tunggu aja, temen gue yang datang."
Baby mendengus kesal. "Temen? Siapa lagi sekarang, Kak?" pikirnya.
Ia mengedarkan pandangannya ke jalanan di depan sekolah yang mulai lengang. Beberapa teman sekelasnya sudah dijemput orang tua mereka, sementara ia masih berdiri sendirian.
Lima belas menit kemudian, sebuah motor ducati berhenti di depannya. Pengendaranya membuka helm, memperlihatkan seorang pemuda tinggi dengan rambut hitam rapi dan rahang tegas. Pandangannya dingin, seolah tak peduli dengan dunia di sekitarnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Hugo," pemuda itu memperkenalkan diri singkat.
Baby memandangnya dengan alis terangkat, bingung sekaligus tak percaya. "Lo yang disuruh jemput gue?" tanyanya, nadanya jelas-jelas tidak ramah.
Hugo hanya mengangguk tanpa ekspresi. Ia melirik Baby dari atas ke bawah dengan sedikit heran. "Baby, ya? Adiknya Jake?"
Baby mengangkat dagunya. "Iya. Terus? Kak Jake kemana? Kenapa dia ga jemput sendiri?"
"Dia sibuk. Lo naik aja," jawab Hugo sambil mengulurkan helm tambahan.
Baby mendengus, enggan menerima helm itu. "Lo kira gue mau langsung percaya sama orang asing?"
Hugo menghela napas panjang, terlihat jelas bahwa ia tidak punya kesabaran untuk ini. "Gue temennya Jake. Lo bisa tanya dia kalau ga percaya. Gue juga ga ada waktu buat debat. Mau ikut atau ga?"
Baby memandang Hugo dengan tatapan curiga, tapi akhirnya menyerah. Ia mengambil helm itu dengan enggan, lalu memakainya.
"Kalau gue ilang, gue sumpahin lo sampe tujuh turunan," gumam Baby pelan sambil naik ke motor.
Hugo mendengar gumamannya dan tersenyum kecil untuk pertama kalinya, meski hanya sesaat. "Lo banyak omong, ya."
Baby membalas dengan mendengus. "Terserah lo. Cepetan jalan."
Dalam perjalanan
Suasana di antara mereka awalnya hening, hanya suara motor yang terdengar. Baby duduk dengan kaku, menjaga jarak sejauh mungkin dari punggung Hugo.
"Pegangan," kata Hugo singkat.
"Ga usah. Gue bisa sendiri," balas Baby keras kepala.
Hugo menggeleng pelan, menggerutu dalam hati tentang betapa keras kepala gadis ini. Ia sengaja mempercepat laju motor sedikit, membuat Baby terpaksa memegang jaketnya.