Part 42

510 75 17
                                    

Pagi ini Bila sudah selesai berolahraga di taman yang terletak di sekitar rumah.
Dia memutuskan untuk mengawali harinya dengan berolahraga karena mengingat artikel yang pernah dia baca sekilas dahulu, katanya dengan berolahraga seseorang dapat membuang energi negatif yang ada pada dirinya dan kembali membangun energi positif untuk menggantikannya.
Setidaknya dia mencoba mempercayai hal itu.

Begitu kembali kerumah, dia sudah melihat Ayahnya sedang duduk di teras rumah menikmati secangkir kopi panas yang sudah pasti diseduhkan Ibu untuknya.

Bila menghampiri Ayahnya dan duduk di kursi di sampingnya,

"Udah selesai olahraga nya? " Tanya Ayah yang pandangannya masih melihat ke koran.

"Udah.. " Jawab Bila dengan nafas yang masih berat. Sepertinya dia masih mengumpulkan sisa tenaga nya setelah berolahraga.
Karena kali ini Bila tak melakukan kebiasaan yang mungkin umum untuk orang lain lakukan, yaitu mencari sarapan dan mengisi perutnya tepat setelah Olahraga atau hanya mampir ke kedai kue tradisional yang tak berada terlalu jauh di sekitar taman.

"Olahraga sampai mana tadi Bil? "

"Cuman ke taman doang kok Yah, sebentar..
Langsung pulang juga tadi.. " Jawab Bila.

"Cuma sampai taman aja, atau sampai lari Ngelilingin taman juga?
Ga mungkin cuma sampai sana muter lagi nyampe 2jam." Jawab Ayah yang mulai melipat korannya.

Bila hanya tertawa kecil mendengarnya, Ayahnya ini memang selalu tepat sasaran menyindirnya.

"Ayah sengaja gaada jadwal ke kampus hari ini? " Tanya Bila.

"Iyaa dongg.. Ayah sengaja minta izin untuk gabisa masuk. Kalopun tetap ga diizinkan yaa tetap Ayah usahakan,
Supaya pas kamu sama Mas kamu kerumah kita semua kumpul dirumah.. "

"Lagian, galama lagi juga akan sedikit susah kan untuk kamu mudah dapat perjalanan pulang untuk kesini.. " Sambung Ayah yang baru saja menyimpan kembali kopi yang baru dia minum diatas meja.

Bila sedikit terkejut dan melihat ke arah Ayahnya dengan cepat.

"Kenapaa? Kok Ayah tau duluan? " Ujar Ayah seperti sedang membaca jalan pikiran Bila.

"Bil... Kita mungkin jadi ga ketemu setiap hari sekarang, tapi Ayah sudah membesarkan kamu dari kecil.
Kapan kamu ngerasa senang, sedih, takut bahkan khawatir juga Ayah masih tetap bisa membacanya..
Memang benar, kadang ketika seorang anak bertumbuh dewasa dia jadi memiliki kesulitan untuk mengatakan atau menggambarkan sesuatu tentang perasaannya pada orang-tua ataupun anggota keluarga nya yang lain.
Untuk beberapa alasan, hal itu memang benar banyak terjadi.

Tapi bagaimana keluarga kita saling menjaga dan melengkapi, itu cukup jadi alasan buat kita saling berbagi kan Nak..?? "

"Jadi... Boleh Ayah tau apa yang lagi kamu khawatirkan sekarang?" Tanya Ayah yang mulai menyimpan atensi penuh pada Bila.

Bila mulai tertunduk sekilas, dan memberi senyum tipis yang dia tetap perlihatkan di wajahnya.

"Ayah bener, engga ada tempat yang lebih ramah dibanding rumah. Apalagi beserta isinya yang aku punya.. "

"Cuma kadang gatau kenapa belakangan ini aku malah punya masalah sama diri sendiri yang lebih besar dibanding topik masalah yang harus aku selesaikan. " Ujar Bila dengan pandangan menerawang.

"Ayah mungkin ga bisa bantu kamu untuk langsung menyelesaikan nya, tapi jika apa yang ada dalam benak kamu tersampaikan lewat kata mungkin kamu ga harus lagi mencari alasan lagi untuk mengitari taman hingga 2jam." Jawab Ayah.

"Ayah bener juga.. " Jawab Bila setuju dengan pendapat nya dan tertawa kecil mendengarnya.

"Kadang Bila bingung ngutarain apa yang ada di benak Bila. Entah itu sesuatu yang lagi aku pikirin, apa yang aku rasain atau bahkan terakhir apa yang aku mau.
Kayaa aku gatau penyusunan kata atau bahkan gimana aku ngejelasinnya. "

"Hugging The Wound" // 'Memeluk Luka'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang