5. Menjadi Istri

102K 6.6K 123
                                    

• Cerita "I Love You, Suamiku!" ditulis tahun 2015, sudah pernah dipublikasikan di Wattpad hingga ending.

• Cerita ini belum direvisi sama sekali, belum pernah dijual dalam bentuk novel/pdf, hanya ada di Wattpad, tidak pernah di platform lain.

• Untuk sementara dibaca GRATIS di Wattpad.

Glad to know you all still love this story! Thank you, Guys, happy reading.

❤❤❤

Aku setuju menikah dengan Ilyas, syaratnya tidak ada resepsi. Ya, karena orang tua Ilyas juga baru membuat pesta yang bisa dibilang besar-besaran untuk anak bungsunya, mereka tidak menolak jika Ilyas mengadakan acara syukuran untuk keluarga saja. Jadi, setelah akad nikah berlangsung, keluarga kami hanya merayakan dengan makan malam bersama. Aku bahkan tidak mengundang teman-temanku.

Saat ini aku dan Ilyas berada di apartemen miliknya. Jika kuperhatikan, tempat ini cukup luas. Mungkin karena belum banyak furnitur juga. Dominasi warna putih dan cokelat membuatnya tampak begitu nyaman untuk ditinggali. Padahal tadinya aku merasa berat tinggal tak serumah dengan mami secepat ini.

"Gimana? Aku baru setahun membelinya. Karena yang nempatin cuma aku, apartemen ini nggak terlalu banyak diisi. Ya, paling cuma barang-barang yang penting saja. Ada kamu sekarang, kamu yang mengatur apa saja yang bakal kita beli untuk mengisinya." Ilyas merengkuh pinggangku.

"Oh, suatu kehormatan untukku," jawabku membuat Ilyas tertawa pelan.

"Yas, kamu udah capek belum? Sebenarnya aku pengen liat-liat apartemen ini dulu. Terutama ..." aku menggantungkan kalimatku membuat Ilyas menaikkan salah satu alisnya. "Dapur."

Ilyas tertawa. "Tentu saja. Apartemenku nggak seluas lapangan bola. Kita nggak akan capek melihatnya."

"Tapi ini keren, kok," pujiku. Mau bilang apa lagi coba?

"Well, thanks kalo gitu." Ilyas tersenyum dan menggaruk tengkuknya. Apa itu? Wajahnya seperti malu-malu. Dasar aneh!

Setelah tur singkat di apartemen Ilyas, kami memutuskan untuk istirahat saja. Selama Ilyas sedang mandi, aku mengmbil baju-bajuku dari kopor lalu menaruhnya ke lemari. Kegiatanku berhenti ketika ponselku berbunyi. Ternyata telepon dari Asti—temanku. Dia belum kuberitahu bahwa aku baru saja menikah.

"Ya?"

"Jalan, yuk?" ajak Asti.

Aku melihat jam di ponsel. Ini sudah pukul setengah sebelas malam. Malas, ah. Sudah malam. Paling dia akan mengajakku ke cafe. Dulu saja pernah diajak ke cafe bersama Damara, aku dimarahi papi.

"Capek, besok aja gimana?" tolakku.

"Yah padahal mau curhat deh."

"Kenapa lagi? Faisal belum balik dari Palu?"

"Belum, makanya aku galau." Asti menceritakan kegelisahannya karena ditinggal pacarnya.

Tak terasa aku mendengarkan Asti hingga Ilyas selesai mandi. "Ngga mandi?" tanyanya.

Aku menjawab 'nanti' dengan gerakan bibirku. Asti masih asyik bercerita di telepon hingga Ilyas sudah selesai menyiapkan peralatan sholat untuk kami.

"Jessica?" Ilyas sudah mulai menegurku.

"Iya," jawabku singkat dengan ponsel masih menempel di telingaku.

"Kenapa, Jess?"

"Enggak. Itu ... ehm mau ke kamar mandi. Mau ke toilet." Aku sedikit tergagap.

I Love You, Suamiku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang