25. Hanya Kamu dan Aku - (3)

35.6K 2.7K 52
                                    

"Jessie, aku check up di Gandhi saja. Jangan di tempat Faisal, ya?" pinta Ilyas setelah kami baru memasuki kamar.

Aku menaruh barang-barang pemberian Mila lalu menoleh padanya. "Lho, kenapa?"

"Gandhi 'kan temanku." Ilyas berjalan menghampiriku.

"Faisal juga temanku," sahutku.

"Tapi aku lebih suka Gandhi. Jessie jangan terlalu dekat dengan Faisal, ya. Pokoknya jangan dekat dengan Faisal, Damara juga." Kini Ilyas sudah berdiri di depanku, tangan kanannya memainkan ujung rambutku.

"Kalo gitu, kamu telepon Faisal sendiri sana. Kamu aja yang batalin janji dengan faisal. Aku nggak mau ah, malu." Aku menyibakkan rambut karena Ilyas memainkannya terus.

"Nggak ah, kamu aja. Sekalian bilang sama mbak Ika, aku mau bikin janji dengan Gandhi. Tolong ya, Jessie cantik? Jessie baik hati, hatinya seperti malaikat." Ilyas mendekatkan wajahnya dan menggesekkan hidung kami.

"Hemm ... ya sudah." Aku mengambil ponsel lalu keluar kamar untuk menelepon.

"Makasih, Jessie sayang. Kamu istri terbaikku!" seru Ilyas saat aku sudah sampai di pintu.

"Istrimu 'kan memang cuma aku," jawabku, Ilyas terkekeh mendengarnya.

Apa yang harus aku katakan pada Faisal? Apa benar yang dikatakan Damara bahwa Ilyas cemburu jika aku dekat dengan laki-laki lain? Mungkin karena kondisinya sekarang dia jadi agak minder.

Aku segera menelepon Faisal. Lama aku mendengar nada tunggu sebelum dia mengangkat.

"Halo?"

"Faisal."

"Iya, ada apa Jessica?"

"Aku ... maksudnya ada teman Ilyas yang berprofesi sebagai dokter. Dia mau membantu merawat Ilyas." Aku berkata dengan suara pelan. Yakut kalau-kalau Faisal akan tersinggung.

"Oh ya? Bagus dong."

"Aku nggak enak aja sama kamu," sesalku.

"Jangan gitu, lah. Orang 'kan bebas mau memilih dokter yang mana. Jika kebetulan ada teman Ilyas yang mau membntu, kenapa tidak? Santai saja denganku, Jessica."

"Makasih banyak sudah bantuin aku selama ini, Sal."

"Sama-sama."

"Ok, aku tutup dulu. Kamu masih kerja juga 'kan?"

"Iya. Aku di rumah sakit sih. Ok, bye."

"Bye." Aku mematikan sambungan. Terpaksa bohong deh ke Faisal. Padahal biaya check up ke dokter Gandhi lebih mahal. Mau bagaimana lagi, masa mau bilang ke Faisal bahwa suamiku cemburu karena dia berteman dengan aku?

Sekarang aku mengirim pesan ke mbak Ika agar dia menyampaikan pada dokter Gandhi untuk mengatur jadwal kunjungan check up-nya Ilyas. Setelah itu aku kembali masuk ke kamarku. Aku melihat Ilyas membongkar semua pemberian Mila. Banyak sekali baju-baju hamil, sepatu-sepatu, perlengkapan wanita seperti kosmetik herbal.

Ilyas melihat ke arahku seraya mengulas senyum. "Tadi Mila telepon lho ke hp aku. Dia bilang kamu suka nggak sama hadiahnya? Jangan ditolak katanya."

"Mana mungkin ditolak, kan kita sudah membawanya pulang." Aku mengambil salah satu baju hamil. Ini terlalu besar. Bahkan jika aku hamil sembilan bulan pun, ini masih terlalu longgar.

"Kak Mila ngeselin deh, sekalinya ngasih baju malah ukurannya dia semua," keluhku.

"Tapi ini bagus lho, Jess ... kalo dipakai kamu." Ilyas menyentuh baju hamil lainnya yang berukuran besar.

I Love You, Suamiku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang