28. Caraku Mencintaimu - (1)

60.4K 3.7K 180
                                    

Tetap vote dan komentar-komentar, ya. Biar penulis semangat. Thank you. Happy reading!

💕💕💕

Iqbal sudah berhenti menangis dan tertidur dalam pelukanku. Tangisannya jauh lebih lama dibandingkan dengan Azis—saudara kembarnya—yang lebih mudah dibujuk. Hemm, om-nya saja bisa aku taklukan, masa iya aku tidak bisa menaklukan keponakan tampannya ini. Itung-itung aku belajar jadi seorang ibu nanti. Aku mengusap kepala Iqbal. Uh, dia berkeringat karena menangis tadi.

"Tante, adik tidur, ya?" tanya Anastasya yang tiba-tiba duduk di sampingku.

"Ya, Kakak. Kakak jangan keras-keras dong, suaranya. Adik nanti bangun lagi." Aku menepuk-nepuk punggung Iqbal. Dia sempat tersentak karena suara cempreng Anastasya. Untung Iqbal tidak sampai terbangun. Sekarang Anastasya memelukku dari samping kanan. Padahal aku sedang mendekap Iqbal yang tertidur di dada kiriku.

"Kakak, minggir dulu. Nanti Iqbal bangun," tegurku.

"Aku 'kan maunya sama Tante," rengeknya manja. Anastasya semakin mengeratkan pelukannya dan membenamkan wajahnya di ketiakku.

Aduh, aku semakin susah bernapas dengan kedua bocah yang menempel di tubuhku saat perutku sudah mambuncit seperti ini.

"Masya Allah! Anak-anakku diadopsi kamu?" sindir kak Gina yang menatap geli pemandangan di depannya.

"Nggak diadopsi aja lengket begini," balasku.

Kak Gina tertawa. Dia mengeluarkan smartphone lalu mengotak-atiknya sebentar. "Liat sini, Jess," pinta kak Gina kepadaku. "Tasya liat Mama." Kak Gina memotret kami lalu tertawa lagi.

"Share di fb aja deh biar kelihatan komentarnya. Kasih judul apa, ya? Oh iya, Ibu Muda Anak Tiga! Hahaha." Kak Gina tertawa dengan tidak anggunnya.

"Eh, anak kamu mah empat ya, Jess. Yang paling tua, si Ilyas." Kak Gina tertawa lagi dengan keras hingga Iqbal benar-benar terbangun dan menangis.

Yahh ... sia-sia deh perjuanganku membuat Iqbal tertidur. "Terima kasih," sindirku sambil menghela napas lelah.

"Aduh, Sayang ... kaget, ya? Sini sama Mama." Kak Gina mengambil Iqbal dari gendonganku lalu berteriak memanggil pengasuhnya Iqbal. "Mbak Ani!"

Iqbal menangis semakin keras mendengar suara teriakan mamanya. Kak Gina sendiri malah tertawa saat sadar suaranya mengagetkan anaknya. Iqbal, terimalah mama kamu apa adanya.

Setelah kak Gina tidak terlihat lagi, kini giliran Anastanya yang melompat ke pangkuanku.

"Kakak, pelan-pelan. Ada adik bayi di perut Tante," tegurku.

Anastasya tidak menggubris. Dia menarik tengkukku agar menunduk ke arahnya lalu dia menciumi pipiku.

Tante favorit, tetapi tidak begini juga kali!

"Tasya, sudah." Aku berusaha menjauhkan wajahku dari ciuman-ciuman Anastasya.

Hal ini membuatnya tertawa geli. "Tante nggak mau dicium aku, tapi sukanya cium-cium om Ilyas," ledeknya.

Anak ini tahu dari mana? Aku menahan senyum. Pasti sekarang wajahku sudah memerah. Ya Tuhan, aku malu diolok Tasya.

"Mukanya merah!" Anastasya tertawa sampai terpingkal mengejekku.

Aku tak tahan dan ikut tertawa bersamanya. "Ihh ... apaan, sih. Kamu sok tahu," ujarku sambil mempertahankan harga diri yang tersisa di depan anak kecil ini.

"Ihiiiy ... ihiiyyy! Hahaha ...." Anastasya terus saja menggoda dan menciumiku.

"Jessie ... Ilyas nih udah jemput!" Suara kak Gina terdengar entah orangnya di mana. Kak Gina memang hobi berteriak di apartemennya.

I Love You, Suamiku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang