40. I Love You, Suamiku!

139K 4.7K 291
                                    

Aroma obat-obatan mengganggu indera penciumanku. Aku merasakan lelah yang teramat sangat hingga membuat mataku terbuka. Setelah mengerjap beberapa kali, baru kusadari ini ruang inap di rumah sakit. Aku menggerakan tubuh dan rasa sakit yang menghinggapiku.

"Jessie ... Jessica." Ilyas memanggilku dengan suara serak. Aku melihatnya datang dari arah pintu lalu mendekatiku.

"Sayang," sahutku lirih—hampir tak terdengar.

"Jessie udah sadar," ujar Ilyas sambil memelukku. Dapat kurasakan saat ini dia tengah menangis karena tubuhnya bergetar.

Sadar? Jadi, aku pingsan saat melahirkan tadi? "Aku sudah bangun, Sayang. Aku cuma tidur," jawabku lagi.

Tawa lirih Ilyas dapat kudengar, sementara wajahnya masih dibenamkan di leherku. "Selamat, ya. Kamu melahirkan bayi perempuan," tuturnya seraya menatapku. Ilyas terlihat lelah, namun raut kebahagiaan jelas terpancar dari wajahnya.

"Selamat untukmu juga. Kamu sudah jadi papa," balasku.

Ilyas mengambil botol yang berisi air putih di nakas. Dia membuka dan menyodorkan padaku setelah menaruh sedotan di dalam. "Minum, Jessie?" tawarnya. Aku menyesapnya sedikit lalu Ilyas menaruh botol itu lagi di tempat semula.

"Terima kasih. Terima kasih sudah mengandung dan melahirkan adik bayi," ungkapnya.

Aku tertawa mendengar Ilyas menyebut 'adik bayi'. Harus segera diberi nama agar tidak dipanggil 'adik bayi' terus. Kesenangan Ilyas nanti, jika anak disebut 'adik'.

"Siapa namanya, Sayang?" tanyaku.

Ilyas seperti bertanya dalam tatapannya padaku, apakah aku yakin mengizinkan Ilyas memilih nama untuk putri kami. Aku tersenyum dan menunggu jawabannya.

"Rumana," kata Ilyas dengan mata berbinar.

"Oh, Rumana .... Itu nama yang bagus. Rumana Ali," pujiku sambil tersenyum.

Dia balas tersenyum lalu memelukku lagi. "Aku sayang kamu," bisik Ilyas.

Aku tahu. "Kamu tahu kalau aku lebih menyayangimu," balasku.

Ilyas mengeratkan pelukannya. "Jessie-ku ... Jessie-ku yang cantik."

Aku tertawa lirih mendengarnya. "Mana Rumana?" tanyaku.

"Akan dibawa ke sini oleh suster sebentar lagi," jawab Ilyas sambil menatapku lalu mencium keningku. Tak lama ada perawat masuk membawa Rumana dengan kereta bayi.

"Permisi. Sekarang ibu menyusui dulu," kata perawat itu dengan ramah.

Kak Gina bilang proses Inisiasi Menyusui Dini (IMD) merupakan salah satu faktor keberhasilan proses menyusui. Ya Allah ... tak terkira kebahagiaanku saat ini melihat wajah Rumana untuk pertama kalinya. Saat aku tak sadarkan diri tadi, kukira tak akan melihat dunia lagi. Aku berusaha bangun dari posisiku, membelai wajah Rumana yang masih dalam gendongan perawat, lalu menyentuh tangannya yang begitu kecil.

Aku berlinang air mata karena bahagia. Kucium kening Rumana dan Ilyas yang melihatnya ikut melakukan hal yang sama. Perawat itu meletakkan Rumana di dadaku. Karena aku masih lemah, perawat menyarankan agar aku setengah berbaring. Yang penting posisiku harus rileks. Jika stres, nanti ASI tidak keluar. Rumana refleks mulai mencari putingku. Cukup lama dia mencarinya, aku bernapas lega saat dia akhirnya menemukan sendiri tanpa kubantu. Rumana sudah punya naluri untuk menghisapnya, makin lama hisapannya semakin kuat.

Sekitar dua atau tiga puluh menit berlalu dalam kondisi seperti ini. Aku mulai kesakitan saat menyusui. Padahal mulut Rumana begitu kecil, tetapi hisapannya menyakiti putingku.

"Aduh, Sus .... Sakit," erangku.

"Itu mungkin salah posisinya. Coba ibu benarkan lagi," instruksi perawat itu yang sabar menunggui kami di sini.

I Love You, Suamiku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang