38. Semakin Cinta

46.7K 2.8K 33
                                    

Khusus Desember 2022, ada special gift yang bakalan kalian dapetin untuk pembelian novel-novel Vintari ♥️

Selesai makan malam romantis ala Ilyas, kami melanjutkan kegiatan romantis lainnya seperti, kami duduk berdua di ruang tengah dengan televisi yang menyala dan dia menyelesaikan segudang pekerjaan dengan laptopnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selesai makan malam romantis ala Ilyas, kami melanjutkan kegiatan romantis lainnya seperti, kami duduk berdua di ruang tengah dengan televisi yang menyala dan dia menyelesaikan segudang pekerjaan dengan laptopnya. Sangat romantis! Ya, karena bagi Ilyas kegiatan romantis itu jika dikerjakan bersama-sama denganku. Karena aku sudah pernah kerja di bengkel, aku sedikit mengerti dan saat ini aku membantu menyelesaikan pekerjaannya.

Memang harus ekstra sabar karena pengertian romantis bagi pria dan wanita itu berbeda. Dan sepertinya Sayangku ini harus dikode-in dulu biar tahu cara menyenangkanku. Aku mengelus perut gendutku. Jika adik bayi sudah lahir malah ada kemungkinan tidak ada romantis-romantisan lagi.

"Yey ... selesei!" Aku menyerahkan lembaran kertas pada Ilyas. "Rekap persediaan barang bulan lalu dan bulan ini, beres," tuturku bangga.

Ilyas tersenyum lalu memeriksanya. "Bagus," komentar Ilyas.

Hahh ... aku mengembuskan napas lega. Aku menyandarkan punggung di sofa. Eh, nanti dulu! Ada yang kelupaan. Aku duduk tegak dan kembali memeriksa pekerjaan di depan kami.

"Ilyas, aku lupa! Aku belum cocokin rekonsiliasi bank. Rekening koran," pekikku.

"Hemm Jessica," keluh Ilyas. Aku tertawa geli karena kebodohanku sementara Ilyas juga ikut tertawa.

Aku ingat dulu saat Ilyas ingin memasak sesuatu sendiri, dia akan mengotori semua lantai dan membuat dapur jadi berantakan. Tanpa pikir panjang aku memarahinya seperti dia melakukan dosa besar. Atau saat dia membantu pekerjaan rumahku. Ilyas mencuci pakaianku dengan mesin cuci, yang mana kain itu harus dicuci dengan tangan. Aku menangis dan marah padanya hingga tak ingin bicara seharian penuh.

Tapi sekarang, dia tidak marah sekalipun aku lalai dalam membantu pekerjaannya. Sungguh memalukan karena dulu aku tidak menghormatinya. Aku yang bodoh karena pernah mencari cinta lain selain dirinya. Maafkan aku, Ilyas.

"Maaf," ujarku lalu mencium pipinya.

"Ngga apa-apa kok," kata Ilyas sambil tersenyum menatapku.

"Kamu nggak marah?"

Ilyas menggeleng. "Nggak. Lagian ini bukan kerjaannya kamu, tapi si Lia. Dasar Lia, cuti lama banget cuma untuk pacaran!" Ilyas sambil bersungut-sungut. Aku tak tahan untuk tak tertawa.

"Lia sukanya kayak gitu, Yang. Kalau pacaran lupa sama kerjaan," gerutunya.

"Oh, berarti kebalikannya kamu, dong. Kamu kalau ada urusan pekerjaan, lupa pacaran," godaku.

"Tapi aku kan nggak pacaran," bantahnya. Dia masih fokus melihat laptop dan jemarinya tak berhenti mengetik. Dia bahkan tak melihatku saat kami berbicara.

Aku mendekatkan bibirku di telinganya, lalu berbisik, "Harusnya kamu ikut pacaran, dong. Pacaran sama aku." Di akhir kalimat. aku meniup telinga Ilyas dengan lembut. Dia menoleh ke arahku dan tersenyum. Beberapa detik kami bertatapan lalu tawa kami meledak.

I Love You, Suamiku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang