Hai, temen-temen, kakak-kakak! Untuk cerita "I Love You, Suamiku!" belum ada PDF karena belum direvisi sama sekali. Untuk sementara, silakan dibaca GRATIS di Wattpad.
Cek profil Vintari untuk cerita-cerita menarik lainnya.
Happy reading!
❤❤❤
Kamis malam, ayah ada pengajian bersama bapak-bapak komplek. Mungkin pulangnya sekitar jam sembilan malam. Rumah jadi terasa sepi.
Di samping itu. Ilyas masih mendiamkanku sejak pulang dari dokter Gandhi tadi. Dokter bilang, Ilyas memang sudah membaik. Hanya saja, jangan dipaksa untuk berpikir atau bekerja terlalu keras. Nanti jatuhnya dia pusing atau malah sakit. Aku menyesal sudah mengajaknya berdebat sore tadi.
"Mbak Jessie butuh apa lagi?" tanya bik Imung. Dia sudah mencuci semua peralatan memasak, sementara aku yang malas sendirian akhirnya menemani bik Imung di dapur.
"Nggak ada," jawabku seraya menggeleng.
"Mbak, Bibik mau belanja ke supermarket. Tadi sih, sudah minta uang ke bapak. Mbak mau nitip apa?" tawar Bibik.
Aku sambil mengingat-ingat. "Apa, ya? Masih ada semua, sih. Bibik pergi sendiri?"
"Sama Suni, babysitternya Arka yang tinggalnya tiga rumah dari sini," jawanya.
"Yah ... lama, dong. Bibik mau jalan-jalan juga nih pasti," selidikku.
"Hehehe ... refreshinglah Mbak."
"Hem ... ya sudah, deh," balasku.
Bibik akhirnya pergi setelah bilang thank you dan good bye. Aduh, sendirian begini kok jadi horror, ya? Padahal dulu tinggal di apartemen sendirian saat tak ada Ilyas tidak masalah. Lebih baik aku ke kamar saja, deh. Eh, tapi Ilyas sedang marah. Dia lebih horror sebenarnya.
Ketika aku masuk ke kamar, Ilyas duduk bersandar di kepala tempat tidur sedang menelepon. Dia sesekali tertawa dengan si penelepon. Jika aku tidak salah dengar, dia berbicara dengan Rizal. Tidak tahulah mereka mengobrol apa, biarkan saja! Aku mengambil laptop dan duduk di sofa lalu meneruskan pekerjaanku yang tadi siang lupa aku kerjakan.
Setengah jam berlalu terasa sagat lama. Pekerjaanku sudah selesai, tetapi tidak sepenuhnya selesai. Beberapa tidak kumengerti, lebih baik kutanya Aulia saja besok pagi. Aku mematikan laptop dan menaruhnya di meja.
"Ilyas, mau makan?" tanyaku setelah ku lirik dia sedang chatting di ponsel atau apalah. Yang pasti dia sudah tidak telepon.
"Nggak," tolaknya tanpa melihat ke arahku.
"Mau aku ambilkan? Nanti makannya di sini," tawarku. Ya ... siapa tahu dia hanya malas ke ruang makan, tetapi sebenarnya lapar.
"Nggak! Denger nggak sih telinganya," ketus Ilyas.
"Ilyas, aku tuh nawarin makan. Bukan minta kamu benerin genteng. Kamu kenapa sih marah terus sama aku?" kesalku.
"Kamu tahu alasannya," sergah Ilyas.
"Oh, jadi kamu kecewa nggak ketemu Ika? Nggak ketemu mantan?"
"Jangan sembarangan, Jess!" bentaknya. "Memang dia mantan aku, terus kenapa? Dia baik sama aku, kita cuma teman itu aja." Ilyas meninggikan nada suaranya.
"Ilyas, baik aku atau siapapun di dunia ini, nggak akan tidur tenang ketika pasangannya berteman sama mantan," ungkapku penuh emosi.
"Kamu berlebihan!" Ilyas sudah bangkit dan berjalan ke arahku.
Aku ikut berdiri dari kursiku dan menantangnya. "Berlebihan? Kamu yang berlebihan! Kamu nggak mau check up di tempatnya Faisal karena kamu nggak suka aku dekat dengan dia. Padahal itu nggak ada hubungannya sama sekali. Sedangkan kamu sering ketemu sama Ika dengan alasan mau check up. Gandhi bilang sendiri 'kan tadi, kamu udah nggak apa-apa." Dadaku naik turun karena diliputi emosi yang meninggi.
"Jessica!" Ilyas membentakku lagi.
"Kenapa kamu marah? Kalau nggak salah harusnya kamu nggak akan marah," tantangku.
"Berhenti nuduh aku, Jess! Aku benar-benar check up di sana. Kamu pikir aku mau jadi orang sakit? Atau jangan-jangan kamu yang udah bosan sama keadaan aku? Iya, 'kan?" tuduh Ilyas.
Hatiku seakan diremas mendengar kata-katanya. Dadaku kian bergemuruh dengan luapan emosi, sementara kakiku seakan tak mampu berdiri lebih lama lagi.
"Kalau aku bosan, kamu udah aku tinggalin sejak di rumah sakit. Aku melakukan apapun buat kamu, Ilyas. Aku nggak ngeluh nemenin kamu sampai saat ini. Tega banget kamu nuduh aku bosan. Kamu nggak hargai apa yang selama ini aku lakuin buat kamu!" Nada suaraku bergetar. Air mataku sudah tak bisa ku tahan lagi. Aku menangis di hadapan Ilyas.
"Dan sekarang kamu nyesel?" Kata-kata Ilyas tajam menusuk hingga relung hatiku.
"Aku nggak maksud kayak gitu!" Aku balas membentaknya. Tangisku semakin keras.
"Diam, Jessie! DIAM!" Ilyas berteriak, lalu mengambil laptop yang ku letakkan di meja, kemudian membantingnya.
Oh, Tuhan! Aku sampai terlonjak. Hampir saja mengenai kaki kananku. Ilyas sangat murka dan takut dia akan memukulku. Orang tuaku saja tidak pernah memukulku. Jika ada orang yang menyakitiku secara fisik, hatiku juga terasa sakit. Aku berjalan akan keluar kamar untuk menghindari amarah Ilyas.
"Jessica, kembali!" teriaknya, tetapi tak ku pedulikan.
Ilyas mengikutiku sampai keluar kamar. "Sini, kamu!" Dia menangkap lengan kiriku dan mencengkeramnya dengan erat.
"Nggak mau!" Aku meronta minta dilepaskan. Tangan Ilyas sudah menyakitiku. Oh, Tuhan! Dia mau apa, sih?!
"Ilyas, sakit. Lepasin!" Aku masih berusaha melepaskan tanganku dari cengkeramannya.
"Bibik! Ayah!" teriakku meminta pertolongan. Namun, aku baru menyadari bahwa tidak ada orang lain di rumah ini selain kami.
Ilyas berusaha menarik tubuhku yang masih meronta. Sekuat tenaga aku mendorong Ilyas. Seharusnya tubuhku yang kurus dan ringkih tidak bisa menjatuhkannya yang jauh lebih besar dari tubuhku. Namun, tubuh Ilyas terjungkal ke belakang. Kepalanya membentur tembok, dia mengerang seraya memegangi kepalanya.
"Ya Tuhan ... Ilyas!" pekikku kemudian berlari ke arahnya.
Namun, Ilyas mendorongku hingga aku jatuh terduduk. Dia mengerang kesakitan, perlahan berdiri, dengan langkah terhuyung ia masuk ke kamar lalu membanting pintunya.
Sementara aku masih terduduk di lantai, menyandarkan punggung ke tembok, dan menangis sejadi-jadinya. Tak hanya tubuhku, hatiku pun sakit karena pertengkaran kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Suamiku!
RomanceJessica Elden selalu merencanakan semua hal dalam hidupnya. Dia bahkan berencana jatuh cinta pada Damara Setiadi--teman masa kecilnya. Namun, Damara lebih memilih Aisey sebagai pendamping hidup. Damara justru menjodohkan Jessica dengan Ilyas Ali Bur...