30. Cinta Itu Masih Ada

60.8K 3.7K 150
                                    

Suara klakson dan mesin mobil di luar rumah mengusik keingintahuanku. Papi mau ke mana, ya? Aku berjalan ke arah jendela kamarku lalu melihatnya. Itu mobil milik mami. Mobilnya mami 'kan kami yang pakai. Berarti, Ilyas sudah pulang.

Aku segera berlari keluar kamar dan turun ke lantai bawah dengan hati-hati. Terdengar suara Ilyas sedang berbicara dengan mami. Ketika aku melihat sosok pria yang kurindukan, segera saja kupeluk.

"Kenapa pulangnya lama banget." Aku tidak bertanya, tetapi mengungkapkan kekesalan saja.

"Maaf, tadi ada pak Waldi," sahutnya lembut. Tangan kiri Ilyas memeluk pinggangku dan tangan lainnya membelai rambutku.

"Bohong!" ketusku tak percaya.

"Jessie, suami kamu baru pulang. Biar dia istirahat dulu," tegur mami, tetapi aku tak peduli.

"Sungguh," yakinnya. Ilyas mulai menjauhkan tubuhku darinya. Namun, aku justru memeluknya lebih erat.

"Aku mau mandi dulu, Jess," katanya.

Tidak. Tidak akan kulepaskan. Ilyas meninggalkan aku saat tidur siang tadi. Sekarang dia tidak boleh pergi.

"Jess, kamu 'kan bilang sendiri kalau aku baru pulang harus bersihkan badan dulu, baru menyentuh kamu," bisiknya. Mungkin dia risi karena ada mami.

"Jessica!" Mami lagi-lagi menegurku. Tetapi aku tidak mau jauh-jauh dari Ilyas.

"Ya, udah. Ayo, ikut sekalian ke kamar mandi kalau masih nggak percaya juga." Ilyas berjalan sambil mengangkat tubuhku.

Aku meronta minta diturunkan. Dia menurunkan tubuhku sambil menyeringai. Aku mengerucutkan bibir padanya, tetapi Ilyas malah tertawa.

"Mandiku sebentar, nggak pakai lulur segala kayak kamu," katanya lagi.

Aku tidak menggubrisnya karena masih kesal dengan kejadian tadi siang. Ilyas mengacak rambutku sebentar lalu pergi ke kamar. Sementara itu aku memilih untuk duduk dan melihat ikan-ikan di akuarium milik papi.

Mami mendekat dan ikut duduk di sampingku. "Kalau suami pulang kerja itu disambut yang baik, jangan cemberut gitu. Mending ditawarin minum atau apa? Ini malah nuduh yang enggak-enggak. Kasian Ilyas dong, Sayang." Mami menasehati.

Hemm ... ditawari minum? Memang ini warung? Lagipula Ilyas sudah biasa menyuruhku menyiapkan apapun. Paling nanti dia minta sendiri. Untuk apa aku menawarinya?

"Jessie, dengerin kata mami?"

"Iya Mami, maaf," ujarku.

"Bilang maaf jangan sama mami, sama Ilyas dong!" tegur mami.

"Ya, nanti. Ilyas juga lagi mandi, 'kan tadi dia bilang sendiri," sahutku.

Sebenarnya aku tidak rela jika harus minta maaf. Ilyas yang menyebalkan karena pergi seenaknya saja. Ya sih, andai Ilyas pamit pun tidak akan aku kasih izin. Tetapi yang salah harus dia.

"Mami ke dalam dulu. Bi Narti tadi sudah masak lho, Jess. Mungkin Ilyas mau makan," ujar mami sebelum pergi. Aku mengangguk saja.

Oh iya, bi Narti masih kerja sama aku juga. Jadi, waktu pagi tadi aku masih di rumah sakit, bi Narti yang bantuin Ilyas pindahin beberapa barangku ke rumah mami. Soalnya aku harus tinggal di sini. Hemm semuanya sekongkol di belakangku.

Aku mengusap perutku. Sabar ya Sayang, mama akan selalu menyayangi adik bayi. Tuhan akan selalu menjaga kita. Baik-baik di perut mama, ya.

Mami keluar lagi dari kamar setelah sekitar sepuluh menit, sementara aku masih duduk melihat ikan-ikan. "Jessie," panggil mami yang sudah berdiri di dekatku.

I Love You, Suamiku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang