13. Terbenam Dalam Palung Hati

66.2K 3.6K 221
                                    

Aku enggak bisa kembali tidur setelah sholat subuh. Tak ada yang bisa kulakukan selain mengecek pekerjaanku. Ada beberapa foto di folder yang harus kupilih untuk diajukan ke klien besok.

Setelah lima belas menit, aku berhenti memandang layar laptop dan memejamkan mata. Tidak ada Ilyas rasanya sepi. Jika dia di rumah, aku pasti sudah memasak sesuatu. Aku menghela napas dan meneruskan pekerjaanku. Mau bagaimana lagi? Ilyas menunggui ibunya sejak Kamis hingga hari ini. Padahal Aisey sudah di Jakarta dan kak Gina juga tidak keberatan menggantikan Ilyas. Tetapi suamiku itu tak mau jauh dari ibunya.

Aku kasihan dengan Ilyas. Dia pasti lelah fisik dan tertekan juga dengan kondisi ibu. Dari matanya, aku melihat kesedihan yang mendalam. Pelukannya membuatku tersadar dia tidak ingin sendirian. Ya Tuhan, sembuhkanlah ibu.

Aku tersenyum ketika melihat notifikasi email masuk dari Matthias. Akhir-akhir ini kami semakin dekat dan beberapa kali pergi bersama. Sangat menyenangkan ketika aku bersamanya.

Matthias Sanata
Sudah bangun?

Jessica Elden
Sudah dong.

Matthias Sanata
Ngapain?

Jessica Elden
Ngecek kerjaan.

Matthias Sanata
Minggu masih kerja juga.

Jessica Elden
Hehe.....

Matthias Sanata
Jess, keluar yuk? Aku mau ajakin kamu liat matahari terbit.

Jessica Elden
Ke pantai?

Matthias Sanata
Kalau kita ke gunung, ngga keburu, Jess.

Jessica Elden
Ok. Aku siap-siap dulu.

Matthias Sanata
Aku jemput kamu sekarang ya.

Jessica Elden
Ok deh.

***

Aku beberapa kali mengejar fajar karena pekerjaanku. Tidak pernah sengaja ke pantai atau ke gunung hanya untuk melihatnya. Buat apa sih? Kan mending di rumah, tidur. Ok, aku memang malas bangun pagi. Itu dulu, sebelum hidup dengan Ilyas. Sekarang sih sudah sering bangun awal, banyak tugas di pagi hari. Tetapi melihat cahaya fajar bersama Matthias rasanya beda. Berasa lebih indah saja.

"Kamu suka?" tanya Matthias yang memelukku dari samping.

"Indah sekali."

"Kamu mau fotoin?" tawarnya.

"Ngga bawa kamera."

"Kamu 'kan fotografer? Biasanya fotografer ngga jauh-jauh dari kamera."

Aku tersenyum mendengarnya. "Yas, fotografi pekerjaanku. Kalo aku sedang bekerja outdoor juga aku bawa kamera. Ya mungkin fotografi juga hobi. Tapi nggak setiap saat bawa kamera. Mungkin kalau moment tertentu saja," jelasku.

"Kenapa kamu nggak mau mengabadikan moment kita?"

Aku menghadap ke arahnya. "Aku menikmati saat kita bersama, Yas. Sungguh, ini sangat menyenangkan. Aku menyimpan ini dalam hatiku."

Matthias tersenyum lalu membelai pipiku. Dia mendekat dan mencium keningku. Ciumannya berpindah ke pipi kiriku. "Kamu wanita tercantik yang pernah aku temui, Jessica Elden."

Matthias mencium pipi kananku. Wajahnya sangat dekat denganku. Hidung kami bersentuhan. Dia agak memiringkan kepalanya lalu mengecup lembut bibirku.

"I love you," bisiknya.

"Apa?" Kepalaku pening. Dadaku berdebar dan napasku tersendat karena baru saja kurasakan bibir Matthias.

Matthias mencium bibirku lagi ... memagutnya agak lama. "I love you, Jessica Elden." Dia menarikku ke dalam pelukkannya.

I Love You, Suamiku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang