Aku memastikan kembali riasanku di cermin. Gaun baruku yang berwarna hijau ini menjadi koleksi kesayanganku. Pilihan Ilyas kemarin memang cocok untukku.
Di sisi lain, Ilyas malah masih di kamar mandi. Entah dia itu sedang apa. Padahal tadi pakaiannya sudah rapi. Tak lama, dia keluar membawa botol parfum.
"Sudah siap?" tanya Ilyas.
"Dari tadi. Kamu ngapain dan itu apa?" Aku balik bertanya.
"Buat kamu," jawabnya sambil memberikan botol itu padaku.
Aku memekik, "Aarrgh! Ini Chanel! Kamu dapet dari mana? Ini belum masuk ke Indonesia." Aku berteriak heboh seperti remaja bertemu idolanya.
"Aku minta tolong salah satu pegawaiku untuk membelikannya. Dia pesan di Malaysia. Aku pernah lihat kamu punya parfum itu," ujarnya.
Aku memang sangat menyukai parfum merk ini. Dulu juga aku pernah nitip tante Fifi waktu beliau ke Malaysia. Ketika aku menikah, parfumnya masih sekitar seperempat botol. Jadi, aku bawa saja saat pindah ke apartemen.
"Makasih." Aku menggengam botol itu di depan dadaku.
Ilyas mengangguk dan tersenyum. "Emang harum banget, ya?" tanya Ilyas.
"Tentu saja. Namanya parfum, ya pasti harum."
Ilyas bertanya lagi, "Seperti apa?"
"Kamu 'kan udah pernah nyium harumnya. Orang aku sering pakai, kok," sahutku.
"Aku mau tau harumnya," pintanya.
Aku memberikan botol itu. "Semprotkan di udara setinggi dada, nanti aku jalan melewatinya."
Ilyas menyemprotkan parfum itu lalu aku berjalan hingga aku tepat di depannya. Dia menarik tubuhku lalu menciumi leher turun ke dadaku.
"Ih, Ilyas! Masa nyobain parfum begini sih, Ilyas!" Aku mendorongnya karena Ilyas tidak hanya menghirup aroma tubuhku, tetapi juga menciumi dan menggigit-gigit kulitku. Dia tertawa geli melihat reaksiku. Dasar mesum! Aku melihat bayanganku di cermin, mengusap-usap dadaku memastikan tidak ada bekasnya di sana.
"Kamu gimana, sih? Udah tahu aku pakai gaun yang terbuka masih saja kayak gitu." Aku bersungut-sungut menatapnya lewat cermin. Dia tertawa lagi, lalu memeluk tubuhku dari belakang. Kami berdua menghadap cermin sekarang.
"Kayak gitu gimana?" Ilyas menggodaku dengan pertanyaan bodoh.
Aku geram dan mengancamnya, "Pokoknya kalau sampai ini berbekas, aku nggak mau pergi ke tempatnya Dewi. Aku malu."
"Nggak jadi pergi? Yes, kita bisa bobo lebih awal!" serunya. Tangan Ilyas sudah meraba retsleting belakang gaunku.
Aku segera berbalik menghadapnya. Ilyas bisa jadi sangat gila seperti saat kami akan ke pesta ulang tahun Anastasya dua minggu yang lalu. Waktu itu tinggal berangkat saja, Ilyas malah menggodaku hingga kita berakhir quickie di ranjang. Betapa malunya aku pada kak Gina karena datang terlambat padahal apartemen kita hanya berjarak satu lantai.
"Ilyas, kalau kamu macem-macem sekarang, nanti malam tidurnya nggak aku peluk," ancamku lagi.
"Ya, nggak usah dipeluk. Biar aku yang peluk kamu." Ilyas tertawa dan aku menggerutu lalu berjalan melewatinya.
Aku keluar kamar dan Ilyas berjalan di belakangku. Ketika sampai di pintu depan, dia mengentikanku sebelum menggapai gagang pintu.
"Jessica," panggilnya.
Aku berbalik menghadapnya karena tadi dia berjalan mengekoriku. Apalagi, nih? Aku melirik sofa ruang tamu di samping kiriku. Dia mau main di sofa? Ya ampun! Kenapa jadi otakku yang kacau?
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Suamiku!
RomanceJessica Elden selalu merencanakan semua hal dalam hidupnya. Dia bahkan berencana jatuh cinta pada Damara Setiadi--teman masa kecilnya. Namun, Damara lebih memilih Aisey sebagai pendamping hidup. Damara justru menjodohkan Jessica dengan Ilyas Ali Bur...