22. Memperjuangkanmu - (2)

40.7K 2.6K 51
                                    

Badanku masih terasa lelah meskipun tadi sudah di tidur pesawat. Aku menunggu pak Hanafi, salah satu kerabat Faisal yang tinggal di Amerika. Faisal memintaku untuk tinggal bersama keluarga pak Hanafi saja selama Ilyas dirawat di Amerika.

Selain untuk menghemat pengeluaran, adanya orang lain yang tinggal bersamaku bisa kumintai tolong jika aku membutuhkan sesuatu, kata Faisal. Ilyas sudah lebih dulu berangkat, sedangkan aku keesokan harinya. Mami memaksa menemaniku, namun aku memintanya untuk mengontrol keuanganku saja di Indonesia. Itu lebih masuk akal.

"Bu Jessica!" Seorang pria yang mungkin seumuran papi melambaikan tangan padaku. Dia membawa kertas bertuliskan namaku.

"Saya Jessica Elden." Ujarku saat di depannya.

"Oh, panggil saja om Han." Om Han menjabat tanganku.

"Kita akan ke apartemen dulu. Kamu harus istirahat setelah perjalanan yang melelahkan itu. Operasi suamimu nanti sore pukul lima. Aku akan antar kamu."

"Terima kasih." Aku tidak bisa membantahnya lagi. Karena tubuhku juga perlu diistirahtkan. Aku yakin Ilyas sudah ditangani orang yang tepat.

*

Apartemen om Han tidaklah mewah, namun cukup nyaman dan hanya dihuni oleh om Han serta istrinya, tante Mida. Kedua anak mereka sudah memiliki apartemen mereka sendiri, yang satu masih di New York dan yang lain tinggal di Detroit. Om Han sekarang sudah resmi menjadi warga negara AS begitu juga dengan tante Mida. Namun mereka masih fasih berbicara dengan bahasa Indonesia.

"Aku sudah bilang pada Faisal, kamu tinggal di sini saja tak perlu membayar sewa. Kami jarang menerima tamu dari Indonesia, tentu saja kami senang ada kamu di sini." Kata tante Mida yang memberikan secangkir teh untukku. Kita sedang berada di kamar yang akan aku tempati.

"Saya tidak enak jika hanya menumpang. Karena saya tahu, saya tidak hanya beberapa hari di sini. Pengobatan suami saya bisa sampai satu bulan atau lebih," terangku.

"Justru itu, uangmu sedang dipakai untuk biaya rumah sakit kan?"

"Benar, tante. Tapi saya tidak mau tinggal secara cuma-cuma," tuturku.

"Ah keras kepala sekali! Begini saja, aku terima bayar sewamu, kau bisa ikut makan bersama kami."

"Baik, tante." Aku mengangguk setuju.

"Sekarang minum teh ini dan istirahatlah. Han akan mengantarmu ke rumah sakit nanti." Aku mengangguk dan tante Mida meninggalkan aku di kamar.

Setelah meminum teh dari tante Mida, aku mengambil ponselku untuk mengirim pesan kepada mami. Mila yang memikirkan detailnya hingga ponsel ini bisa langsung kugunakan saat di Amerika. Ini ponsel yang sama yang pernah Ilyas berikan padaku sebelum menikah. Aku pernah meminta Ilyas untuk membelikan ponsel baru, bahkan ponsel pintar seperti miliknya. Dia tidak pernah membelikannya, tapi jika aku meminta barang lain dia langsung membelikan.

Itulah alasannya kenapa aku suka meminjam ponsel milik Ilyas, ada banyak game di sana. Aku pernah mengganti nada dering telpon tanpa memberitahunya. Sore saat Ilyas pulang dari bengkel dia mengomel karena kejailanku. Dia bilang ponselnya berbunyi saat rapat, dia memperingatkan semua pegawainya yang ikut rapat agar mematikan ponselnya. Namun betapa malunya dia saat tahu yang berbunyi itu ponselnya sendiri.

Tak hanya sekali, Ilyas sudah berangkat namun harus kembali ke apartemen lagi. Karena ponselnya yang aku pinjam, lupa aku kembalikan. Aku sangat merindukannya sekarang. Tawa kecil lolos dari mulutku mengenang kejadian itu semua. Aku memejamkan mata untuk beristirahat, semoga aku memimpikannya.

*

Om Han sengaja mengantarku ke rumah sakit menggunakan taksi, agar aku bisa pulang pergi sendiri kalau dia tidak bisa menjemputku. Bahasa Inggrisku memang bagus, namun ini pertama kalinya aku di luar negeri. Om Han menjadi pemanduku selama aku di sini.

I Love You, Suamiku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang