"Jessica." Faisal kini sudah di hadapan kami. Aku melepaskan pelukan Asti dan berhambur padanya. Aku memang mengenal Asti lebih dulu, namun aku lebih dekat dengan Faisal. Bisa dikatakan aku ini yang memperkenalkan mereka berdua hingga mereka menjadi sepasang kekasih.
"Hemm gadis kecil yang nakal. Sukanya nyuruh-nyuruh aku untuk cepat nikahin Asti, tapi justru kamu malah kebelet nikah ya." Ujar Faisal.
Aku hanya tersenyum tipis mendengarnya. Dia membawa aku untuk duduk kembali duduk di kursi tunggu. Faisal enam tahun lebih tua dari aku, sedangkan Asti lebih tua tiga tahun dariku. Terkadang mereka berdua bisa bersikap sok dewasa layaknya orang tua yang menyebalkan padaku. Faisal duduk di tengah, aku dan Asti di samping kanan dan kiri Faisal.
Dulu, mereka sering mengajakku pergi bertiga, padahal aku sangat membencinya. Asti dan Faisal akan terlihat seperti suami istri dan aku terlihat seperti wanita keduanya Faisal. Jika aku mengeluhkannya, Faisal hanya akan bilang kalau aku harus cepat cari pasangan agar kita bisa pergi berempat. Kini wajah Faisal kembali serius menatapku.
"Jessie, aku sudah bicara pada dokter yang berwenang, aku juga sudah mempelajari kasus Ilyas secara mendetail. Dia tidak bangun sejak semalam kan?" tanya Faisal. Aku menggeleng lemah. Faisal semakin mengeratkan pelukannya.
"Dengar Jessie, Ilyas itu mengalami cidera parah di otaknya. Otak adalah bagian tubuh yang sangat sensitif dan rentan. Dia harus dioperasi lagi karena pembuluh darahnya pecah. Jessica, aku kenal dokter yang bisa melakukannya. Tapi di Amerika. Di sini jelas belum bisa, kita bisa membawanya ke Cina tapi aku tidak yakin dengan penanganan setelahnya," terangnya.
Aku mencerna penjelasan Faisal. Jadi intinya mereka bisa menolong suamiku?
"Operasinya tidak hanya sekali. Belum lagi kalau Ilyas bisa sadar, akan ada terapi lagi. Harus aku katakan kalau ini membutuhkan waktu yang lama, juga biaya yang besar."
"Berapa?"
"Sembilan ratus, itu minimalnya, Jess."
Apa? Banyak sekali uangnya?
"Aku tahu jumlahnya sangat besar. Tapi harus kamu putuskan sekarang juga. Orang yang koma lebih dari tiga hari kemungkinan selamatnya semakin kecil. Kalau kau setuju sekarang juga, aku akan membantu mengurus semua prosedurnya."
"Aku butuh waktu." Aku tidak bisa menjawabnya sekarang. Selain Faisal dan Asti, ada mami yang mendengarnya.
"Ok, saranku jika kamu memang menginginkan kesembuhannya. Putuskan sekarang. Aku tahu kita hanya harus berusaha, Tuhan yang menentukan hasilnya. Tapi aku yakin dengan usaha kita ini untuknya. Aku dan Asti permisi dulu." Aku mengangguk dan berterima kasih. Saat mereka pergi, ayah baru saja datang.
"Jess?" Mami memelukku.
"Ada apa ini? Jessie? Anita?" Tanya ayah.
"Tadi teman Jessie ke sini, ak. Dia menjelaskan kalau Ilyas harusnya dibawa ke Amerika untuk dirawat. Biayanya besar, hingga sembilan ratus juta." Mami menerangkan.
"Masya Allah besar sekali." Ayah ikut duduk di sisiku yang lain.
"Jessie akan gunakan tabungan Jessie, yah. Namun jumlahnya tidak sebesar itu. Mungkin hanya sepertiganya saja." Jawabku sedih. Aku semakin merasa sakit di kepalaku. Seperti ada bom waktu di tubuhku. Jika aku tidak bisa melepaskannya sebelum waktu yang ditentukan, bom itu akan meledak.
"Jessie, kamu bisa menggunakan tabungan Ilyas juga. Kamu tahu password-nya kan?" Tanya ayah kemudian. Tidak. Aku tidak boleh menggunakan uang Ilyas tanpa izinnya, kecuali uang yang benar-benar dia berikan padaku untuk aku gunakan untuk keperluan kita.
"Tidak, Yah. Ilyas tidak memberitahukannya padaku." Bohong. Tentu saja aku tahu. Ilyas sangat mempercayakan semua miliknya padaku. Ini membuatku miris karena sudah mengkhianatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Suamiku!
RomansaJessica Elden selalu merencanakan semua hal dalam hidupnya. Dia bahkan berencana jatuh cinta pada Damara Setiadi--teman masa kecilnya. Namun, Damara lebih memilih Aisey sebagai pendamping hidup. Damara justru menjodohkan Jessica dengan Ilyas Ali Bur...