26. Tetap Bertahan - (1)

58K 3.5K 100
                                    

Gaun selutut warna khaki, bermotif bunga menjadi pilihanku untuk hari pertama bekerja di bengkel Ilyas. Aku akan membantu memeriksa keuangan di sana. Seperti aku tahu saja! Jangan pikirkan itu dulu, lah. Nyaliku jadi ciut nantinya. Aku menatap bayanganku di cermin. Seperti orang busung lapar, ya? Badan kurus, perut saja yang mulai kelihatan buncit. Meskipun sedikit. Setelah ini tinggal pakai blazer hitam, eh malah jadi nggak kelihatan hamil. Tapi ok, aku cantik! Aku merapikan rambutku dan memastikan lagi penampilanku di cermin. Sempurna, oh itu memang aku!

Tahu bahwa diri kita cantik itu harus. Karena itu suatu bentuk kesyukuran kita kepada Tuhan. Tapi, merasa cantik itu jangan! Karena akan menjadikan suatu kesombongan. Jadi ya, aku tahu bahwa aku cantik makanya Ilyas memilihku. Tapi aku nggak merasa secantik itu sampai dia sangat mencintaiku. Hihihi.... Ya sudah, lah!

Ilyas sudah duduk di ruang makan, ayah malah belum kelihatan. Bik Imung masih bolak-balik menyiapkan sarapan. Aku duduk di sebelah Ilyas. Kami jarang duduk bersebelahan, tapi selalu berhadapan. Oh aku langsung melipat kedua tangan aku di atas meja. Ingat kan kejadian waktu di KFC! Sekarang kita akan sarapan bersama ayah, jadi tidak akan ada lagi kejadian dia mengerjaiku.

"Wow cantik sekali!" Komentarnya.

Dari tadi aku duduk, baru sadar kalau aku cantik sekali.

"Mau kemana, Cantik?" godanya.

"Ke pasar," jawabku cuek.

"Jessie?"

"Udah tahu mau ikut kamu ke bengkel pake tanya," jawabku masih cuek, dia malah tertawa.

"Tapi kamu cocok pakai dress begini, anggun. Jadi lebih cantik. Daripada cuma pakai kaus sama jeans kayak dulu kalau mau ke studio. Jadi kelihatan seperti laki-laki," ejeknya.

"Kayak laki-laki aja kamu mau," balasku.

"Ya mau lah. Aku kan tahu, dalemnya perempuan." Ilyas berbisik di telingaku lalu mengecup pipiku.

Aku memukul lengannya agar jangan cium-cium sembarang tempat. Udah tahu bik Imung masih bolak-balik kayak fotocopy. Bagaimana nanti kalau ayah melihat? Tangan Ilyas menyentuh lututku. Ujung jarinya membuat lingkaran-lingkaran kecil di atas kulitku. Lama-lama jarinya masuk ke paha dalamku.

"Ilyas!" Hardikku sambil melotot ke arahnya. Nggak sopan banget ih tangannya! Dia malah tertawa.

Ayah datang melihat Ilyas yang masih cengar-cengir dan wajahku yang cemberut jadi malah menegurku. "Jessie, berdoa lah sebelum makan. Jangan bermuka masam seperti itu saat di depan makanan," tegur ayah.

"Maaf, Yah," ucapku lirih. Kulirik Ilyas mati-matian menahan tawa hingga mukanya memerah. Aku semakin kesal saja. Ayah ini, nggak tahu aja kelakuan mesum anaknya!

*

Kami sampai di bengkel Ilyas diantar oleh sopir. Ilyas tidak diperbolehkan menyetir dulu, sampai Kak Fajri sendiri yang memastikan Ilyas akan mengendarai mobil dengan baik. Mengingat sifat Ilyas yang kadang tak terkontrol, ada indikasi saat kecelakaan itu dia yang lengah. Bisa jadi kan karena waktu itu kami bertengkar.

"Ayo turun," ajaknya.

"Besar sekali bengkel kamu. Dari depan saja tempatnya sudah kelihatan mewah dan berkelas." Aku kagum.

"Tunggu sampai kamu liat di dalamnya, Cantik," bisik Ilyas.

Aku menatapnya, pria ini sungguh hebat! Di usia yang masih muda sudah punya usaha, apartemen, juga mobil pribadi. Ya, dulu sih sebelum kami mengalami krisis keuangan dan harus merelakan itu semua. Tapi kami akan mendapatkannya kembali. Aku mencium sudut bibir Ilyas dengan cepat. Ilyas malah menjauhkan dirinya menghindariku.

I Love You, Suamiku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang