19. Hatiku Memilihmu - (1)

59.6K 3.7K 155
                                    

Song: Terlanjur Cinta - Rossa feat. Pasha

Aku ingin sekali saja bermalas-malasan di akhir pekan. Namun, tidurku terganggu oleh tangan Ilyas yang menurunkan selimut penutup tubuh telanjangku. Tangan kirinya sudah bermain di dadaku.

"Jessica, bangun dong," lirihnya.

Aku terpaksa membuka mata kemudian menoleh ke arahnya yang berbaring di sisi kiriku. "Kenapa? Mau lagi?" tawarku.

Ilyas hanya diam menatapku lalu menggeleng pelan. Jika dia tidak ingin bercinta lagi, untuk apa tangannya menyentuh tubuhku seperti ini? Aku menepis tangan Ilyas lalu memiringkan tubuhku ke kanan, sehingga posisiku memunggunginya sekarang.

"Jess," panggilnya lagi.

Tumben sekali Ilyas tidak menarik tubuhku saat aku tidur menjauhinya. Biasanya Ilyas selalu menepis jarak ketika kami tidur bersama. Meski sebelum tidur kami berselisih, malamnya dia akan meringkuk padaku.

"Jessica."

"Apa?" sahutku tanpa menoleh.

"Kamu kenapa?"

"Emang kenapa?" Aku balik bertanya.

"Kok jauhin aku?" keluhnya.

Masa? Aku memang memikirkan email dari Matthias tadi pagi. Dia ingin bertemu denganku hari ini. Tidak biasanya Matthias memintaku bertemu saat akhir pekan. Meskipun dia tidak tahu bahwa tiap hari Minggu aku harus selalu bersama Ilyas.

"Enggak," kilahku.

"Iya."

"Enggak, Ilyas."

"Tapi rasanya iya, kok." Ilyas masih mempertahankan pendapatnya. "Jessie."

"Apa lagi?"

"Aku lapar, " katanya.

Aku menoleh ke arah Ilyas. "Aku lagi nggak pengin masak, kita sarapan di Mc D saja, ya?" Hari ini aku tidak ingin melakukan apapun. Mungkin karena aku gelisah saja memikirkan Matthias. Dia tetap memaksa untuk bertemu setelah kutolak. Ada apa, ya?

"Nggak mau ke Mc D, ah. Nggak enak sarapan di sana," tolak Ilyas mentah-mentah.

"Terus mau sarapan apa?" tawarku kemudian.

"Ehmm ... telur orak-arik," pintanya.

"Telur orak-arik? Mana enak? Anyir."

"Kan aku yang makan. Kamu bikinin aja," perintah Ilyas seraya menarik selimutku.

Aku menarik kembali selimut itu dan menutup tubuhku. "Tapi aku yang males masaknya."

"Aku aja yang masak," usul Ilyas. Dia duduk kemudian mendekatiku.

"Jangan. Kamu kalo masak teriak-teriak terus nyari ini-itu. Sama aja aku yang kerja. Udahlah nggak usah," larangku.

"Yah ... nggak akan nanya-nanya kok. Kamu di sini aja, deh. Boleh ya, Jess?" pinta Ilyas sudah seperti anak kecil yang minta izin bermain.

"Hem." Aku mengizinkannya dan Ilyas bergegas beranjak dari tempat tidur.

"Ilyas, mandi dulu! Jorok, bangun tidur langsung ke dapur!" teriakku sebelum langkah Ilyas mencapai pintu.

Ilyas berhenti dan menoleh ke arahku seraya tersenyum. "Aku udah mandi. Kamu yang jorok tuh, nggak langsung dibersihin."

Mataku melotot ke arahnya. "Ini juga karena ulah kamu," ujarku dengan geram.

Ilyas tertawa lalu menghilang di balik pintu. Oh, jadi sudah mandi. Mandi atau belum tetap saja sih dia begitu. Tetap ganteng. Eh tapi, jika sudah mandi kenapa meringkuk ke kasur lagi? Uh dasar!

I Love You, Suamiku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang