2. Calon Suami

100K 5.5K 162
                                    

"Thanks, Win, udah nganterin aku pulang. Gila ... hari ini bener-bener melelahkan. Pastinya kita bakal dapet bonus gede dari Theo, nih." Aku menoleh ke arah Wina yang mukanya sudah kelihatan sangat butuh tidur.

"Mas Theo emang luar biasa, bisa dapetin tender iklan. Oh iya, besok aku jemput lagi? Aduh kamu tuh beli hp baru ngapa!? Susah tau hubungin kamu. Pelit amat sih, gajinya gede juga," keluh Wina dengan wajah bete.

"Ish, bukan masalah pelit, males belinya."

"Jejes ... Jejes! Sini duitnya, aku beliin." Wina menengadahkan tangan kirinya.

"Lah itu lebih males, Win. Ngeluarin duit."

"Ih dasar aneh!" maki Wina yang kubalas dengan tawa. "Ya udah sih, mau dijemput, nggak?"

"Nggak usah deh. Besok ikut mobil papi aja. Nah, kalau pulangnya nebeng lagi, ya?" Aku tertawa pelan. "Duluan ya. Dadah ..." Aku bergegas keluar dari mobil Wina dan berjalan menuju teras rumah.

Aku melihat sebuah mobil terparkir di depan rumah. Sepertinya ada tamu. Belum sempat aku mengucap salam, aku buru-buru menjauh dari rumah dan mengejar mobil Wina yang sudah menghilang. Aku mendengus kesal. Tadinya pengin cepat pulang lalu tidur. Setelah sampai rumah, malah pengin kabur. Ada Ilyas sedang ngobrol dengan mami di ruang tamu. Dengan langkah lunglai aku masuk ke rumah.

"Assalamu 'alaikum."

"Wa'alaikum salam," jawab Mami dan Ilyas bersamaan.

"Pulang malem lagi, Jessie?" tanya Mami.

Aku malah pengin pulang subuh, Mi.

"Iya, ada kerjaan," jawabku seraya mencium tangan mami.

"Dianterin ama siapa tadi?" tanya Mami lagi. Tumben mami perhatian. Biasanya enggak pernah bertanya jam kerjaku.

"Sama mas Nandi, Mi," bohongku.

Dengerin tuh, Yas! Aku pulang sama cowok. Berhentilah mendekatiku. Memangnya aku enggak tahu, kamu lagi deketin aku. Ge-er lebih baik.

"Ilyas udah nungguin kamu lho," tutur Mami.

Aku 'kan enggak tanya.

Ilyas mengenakan kemeja warna putin broken dan celana panjang berwarna cokelat. Pria keturunan Arab itu tersenyum padaku dan pastinya kuabaikan.

"Jess," sapanya.

Aku tersenyum dan mengangguk. Terpaksa saja. Sebenarnya aku malas ada dia.

"Jessica permisi dulu ya, Mi. Mau mandi," pamitku pada mami. Aku melihat ke arah Ilyas. "Entar, ya," kataku yang dibalas anggukan olehnya.

Sebenarnya Ilyas ke sini mau apa, sih? Perasaan, mami enggak punya hubungan bisnis apa pun dengan Ilyas atau keluarganya. Hmm, masa bodoh!

Lebih baik mandinya diperlama saja. Eh, tapi nanti dikiranya aku sengaja mempersiapkan diri buat dia lagi. Yaah, bagaimana ini?

*

Aku memilih kaus longgar berwarna dasar putih dengan motif bunga-bunga kecil. Bawahannya, kupilih celana sebatas betis berwarna cokelat gelap. Pakaian ini sangat nyaman kugunakan. Tak perlu berdandan untuk menemui Ilyas.

Saat aku tiba di ruang tamu, lututku lemas. Kenapa aku memilih pakaian yang mirip dengan Ilyas? Atasan sama-sama putih, bawahan berwarna cokelat. Kalau orang lain melihat, kami bisa disangka couple-an.

Aku duduk di sofa berhadapan dengan Ilyas. Wajahku kali ini benar-benar tidak ramah. Mandi memang menyegarkan. Tapi melihat Ilyas ada di sini, tentunya membuatku tidak nyaman.

I Love You, Suamiku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang