14. Peluk Aku, Ku Angkat Bebanmu - (2)

51.6K 3.3K 55
                                    

Halo, everyone! The day I repost this story, aku deg-degan mulu. HAHAHA. Kalen gimanah? Ayo, ayo, support Vintari dengan kasih vote dan komentar-komentar, yes.

Really appreciate it.

Love you all!

❤❤❤

Aku memerhatikan Ilyas selama di pemakaman. Takut jika dia akan bereaksi berlebihan lagi. Rupanya tidak, meskipun dia masih menangis saat jenazah diturunkan di liang lahat.

Setelah pemakaman selesai aku berjalan bersisian dengan kak Gina. Anastasya--putri kak Gina--sekarang rewel minta digendong.

"Jalan bentar, dong, Nak. Itu sudah dekat parkiran mobil. Tadi mending kamu ikut papa aja. Kalau sama mama rewel, ih." Kak Gina mengomel.

"Sini Tante gendong." Aku segera menggendongnya. Anastasya sudah pucat pasi. Pasti dia lelah dan kepanasan.

"Ada air minum di mobil. Sabar ya, Sayang," bujukku. Anastasya mengangguk menahan tangisnya. Oh, kasian sekali dia. Aku bisa saja berjalan lebih cepat, tetapi tidak tega juga pada kak Gina yang susah berjalan. Dia hamil besar.

***

Sesampainya di rumah ayah, aku membawa Anastasya ke kamar. Aku membantunya membasuh muka dan anggota badan yang lain.

"Tasya bobo aja, ya. Mama lagi ngurusin tamu di bawah."

"Temenin," rengekya.

"Tante mau bantuin mama, Sayang. Nggak apa-apa ya, tidur sendiri? Ini Tante nyalakan AC biar nggak panas." Aku memujuknya lagi. Tasya mengangguk dan mulai memejamkan matanya. Ini anak nurut sekali. Semoga jika aku punya anak nanti bisa semanis ini.

Aku turun ke lantai bawah karena kamar ini di lantai dua. Sebagian kerabat sudah pulang setelah dari pemakaman. Namun, ada juga saudara yang ikut kembali ke rumah. Mami dan papi juga masih di sini. Aku mendekati kak Gina yang sedang berbicara dengan saudara kami yang lain.

"Masih ada tamu yang baru dateng, Jess," kata kak Gina setelah Hanni--salah satu sepupu kak Gina dan Ilyas--pergi meninggalkan kami.

"Mereka keluarga yang cukup terpandang, jadi banyak tamu yang datang untuk bela sungkawa ya kak," ujarku. Kak Gina mengangguk setuju.

"Eh Jess, sang mantan." Aku melihat seorang wanita sepertinya lebih muda dariku. Di sebelahnya ada orang paruh baya, terlihat seperti ayahnya. Mantannya kak Gina om-om ini? Atau kak Fajri mantannya cewek ini? Ibu bukan mantannya om-om itu kan? Astaghfirullohal adzim! Pikiranku aneh-aneh saja.

"Om Agus, Shahnaz, makasih sudah datang." Kak Gina menyambut mereka.

"Gin, udah berapa bulan kandunganmu?" Tanya om Agus.

"Tujuh om, mau delapan bulan minggu depan."

"Telat nih kami ngga ke pemakaman," sesal om Agus lagi.

"Nggak apa-apa kok, om. Keluarga yang lain sudah kami kabari semalam jadi siang tadi langsung dimakamkan. Ini Jessica, istrinya Ilyas. Ayo Jessie kenalkan ini Om Agus, ini putrinya Shahnaz." Aku menuruti kak Gina untuk menyalami mereka sambil menyebutkan namaku.

"Kak Ilyas mana yah, kak Gin?" Tanya Shahnaz.

"Di ruang tengah mungkin, Naz."

"Ya udah kita ketemu Ilyas sama om Burhan dulu, Naz," ajak Om Agus kepada Shahnaz.

Setelah mereka pergi, kak Gina berbisik di telingaku. "Om Agus itu dulu mantannya tante Nadire tahu. Pas anak-anak mereka dewasa, dijodohin gitu. Shahnaz itu ya mantannya Ilyas. Kata Fajri, Shahnaz itu mantannya waktu SMA."

I Love You, Suamiku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang