AUTHOR POV
"Aku akan pulang nanti." Baekhyun berkata pelan pada ibunya di seberang telepon, dengan sabar menjepit ponselnya diantara bahu dan telinganya sementara tangan-tangannya sibuk menata berkas meeting sebentar lagi. "Iya, bu. Aku janji."
Dan untuk yang kesekian kalinya, "Aku tidak akan pulang larut."
Baekhyun mendesah sabar setelah memasukkan ponsel ke kantong celananya. Ia tidak bisa berbuat apapun mengenai ibunya yang selalu menghubunginya di setiap kesempatan yang ia punya. Ia mengerti wanita paruh baya itu merasa kesepian semenjak Baekhyun tinggal di apartement pribadinya sendiri, di tambah lagi rutinitas padat Baekhyun yang tidak semakin menipis setiap harinya.
Baekhyun melangkan kakinya cepat di lorong, meskipun ia merasa risih dengan langkah sekretaris wanitanya yang tepat berada di belakang langkahnya. Bukan karena wanita itu lambat dalam berjalan, namun suara high heels nya cukup mengganggu.
"Lain kali gunakan flat shoes." Baekhyun menyerahkan berkas ke tangan wanita itu dan mulai membenahkan dasinya. Ia memasuki ruangan diskusi yang sudah di penuhi direktur-direktur kepercayaannya dan tersenyum simpul ketika menduduki kursi terbesar di ujung barisan.
"Shall we start?"
***
"Park Chanyeol!" Seru seorang pria paruh baya, tangannya terangkat histeris begitu juga dengan kepalanya. Dibelakangnya beberapa murid mulai menatap horor ke perbatasan dinding sekolah, dimana seorang mruid merebahkan dirinya santai dengan tas sebagai penyangga kepala.
"Turun dari sana sekarang juga!" Jeritnya dengan logat nihongo yang kental. Park Chanyeol, si lawan debat hanya membenarkan posisi tidurnya dan menutup matanya tenang. Ia menikmati setiap jeritan gurunya dari bawah begitu juga bisikan teman-temannya. Pasalnya, bahkan ketika ia bertingkah nekat, masih terdengar beberapa jeritan memuji dari murid-murid wanita.
"Maaf, guru. Aku harus pulang. Kupastikan rapotku menyentuh angka diatas sembilan puluh lima. Oke?" Chanyeol berkata sebelum meloncat ke luar sekolah, meninggalkan semua orang yang memanggilinya. Ia tersenyum senang, berjalan santai menuju trotoar jalan.
Tidak masalah jika ia harus menerima pesan singkat dari pihak sekolah untuk menjalani hukuman. Setidaknya itu lebih baik di bandingkan harus duduk di kelas dengan segala ceramah guru, terlalu membosankan.
Chanyeol memasuki rumahnya dengan santai. Tidak terlalu besar, hanya sebuah rumah sedang berlantai dua dengan empat kamar tidur. Ia berjalan santai menuju kamarnya, tidak heran ketika menemukan rumahnya sepi. Bukankah memang selalu begitu?
Chanyeol melempar tasnya begitu saja, membuka dasinya cepat dan mengeluh panas. Ia tidak tahu sejak kapan Tokyo berubah menjadi sepanas ini, namun ia tidak mau repot-repot memikirkan itu lebih jauh. Yang ia pikirkan saat ini hanyalah memasuh dirinya dibawah air dingin, sebelum kembali berkutat dengan game di ponselnya.
Chanyeol mendapat dua puluh delapan pesan ketika ia mengeringkan rambutnya dengan handuk, namun ekspresinya tidak berubah sedikit pun. Ia hanya melempar ponselnya, terlalu hafal dengan apa yang kira-kira ada di dalam pesan-pesan tersebut.
Dari: Ayah
'Kau membolos.'
'Lagi.'
'Ayah mengerti bahwa otakmu jauh diatas rata-rata. Tapi bisakah kau sedikit bersikap lebih sopan pada guru-gurumu? Setidaknya bantu ayah menjaga nama baik ayah.'
'Jangan mengabaikan pesan ayah.'
'Pastikan pantatmu menempel dengan sofa ketika aku pulang.'Chanyeol menghela nafas ketika seragam basket terpakai ke badannya. Ia menyambar tasnya, tidak repot-repot membawa ponsel. Mungkin bermain basket sebelum menjalani hukuman rutin tidak terlalu buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ChanBaek] Take You Home
FanfictionBaekhyun adalah CEO perusahaan design muda berumur 23 tahun, Chanyeol adalah murid berumur 18 tahun dengan IQ tertinggi disekolahnya namun sangat suka membolos. Karena sesuatu terjadi pada keluarga Chanyeol, ayah Baekhyun memutuskan untuk menerima C...