bagian 27

504 39 0
                                    

Pica masih terdiam menyembunyikan ketakutan dibawa ngebut sama Kemas, ia juga merasa bahwa kesalahan hari ini sudah berulang kali menjadi hitler bagi Kemas, gak tau asalnya dari mana Pica menjadi seorang penyiksa ulung. Pica menatap ke kaca depan, ketakutan diwajahnya tak bisa dihilangkan, wajahnya bengong dengan tatapan kosong.

"Hey, Pica.. lu kerasukan! Kok diem aja." Hardik Kemas melihat kelakuan Pica di sampingnya.

"Masih takut sama gue? lu kira bakalan gue culik terus gue mutilasi, terus gue masukin ke koper gitu?" Katanya lagi terus meledak.
Wajah Pica semakin pucat, aliran darahnya terhenti, Pica sebenarnya punya trauma dengan kecepatan, sewaktu kecil bokapnya menabrak trotoar gegara ngebut. Ia juga sedang membayangkan Kemas menculik nya dan meminta tebusan uang milyaran rupiah ke mamah papahnya.

"Ciiiiit."
Suara rem mobilnya kemas halus berderit.

"Kok kafe & karaoke? Ah jangan jangan gue mau di jual sama om om terus gue dijadiin wanita penjaja seks komersial, maafin gue mah pah, tapi sumpah mulut gue gak selancar tadi sebelum dibawa ngebut sama Kemas."

Pica menutup mukanya dengan kedua telapak tangannya.
"Pic, Pic."Kemas sedang menggoyang goyangkan pundak Pica. Ia terperanjat masih dengan wajah ketakutannya.
"Yuk turun."
"Gak. Kemas kali ini lolosin gue deh, gue minta maaf yang sebesar-besarnya deh, gue ngaku udah jahatin lu, udah nyiksa lu, tolong kali ini deh ya...? jangan jual gue, gue masih perawan gue gak mau jadi psk."
Pica memohon tanpa berani menatap wajahnya kemas yang sedari tadi cengangas cengenges.

"Bwahahahhahaah....." Kemas terbahak memegang perutnya karena merasa lucu saja melihat kelakuan Pica.
Tangannya mengelus rambut Pica.

"Lu kira, gue gigolo apa? Bwahahaha.."

"Gue masih punya otak, masih punya hati, lu kira gue brengsek banget apa?"
Pica masih memohon, dengan mengosok gosokan kedua telapak tangannya sendiri.

Kemas bersikeras , kali ini ia merasa sedang menikmati masa kemenangan.
"Turun gak? Kalo gak turun gue jual beneran ." Kemas mengancam namun masih terus terbahak bahak menertawakan cewek galak disampingnya bertekuk lutut.

"Yuk ah, perut gue udah sakit lucu banget sih lu Pic." Kemas bergegas keluar dari mobilnya, ia membukakan pintu buat Pica. dan menggandeng tangannya Pica, ia terpaksa ikut keluar.
"Katanya mau futsal kok jadinya ke kafe?"
"Dudududu... terserah gue." Jawab kemas sante.

"Kemas, lepasin gue deh ya.. kali ini aja."
"Gak, gak akan, nanti baik-baikin juga temen gue ya."
"Ma ma maksudnya apa ?"
"Ntar juga tahu."
Kemas terus menggandeng dan menyeret tangan kirinya Pica.

Kafenya lumayan luas, ada beberapa gazebo, yang berjejer untuk para pengunjung, ada beberapa kursi empuk dilante dua terlihat dari kaca transparan diatas, di lobi kafe ada beberapa om-om dan ada beberapa pasangan beda usia juga sedang menikmati sajian, tepat ditengah tengah ada panggung kecil penuh dengan perlengkapannya terlihat sedang berlangsungnya live music.

"Tuh kan gue mau dijual ke om om kan." Pica memberanikan menarik pundak kemas.
"Haha." Kemas tak menjawab ia malahan tertawa.
"Gue teriak beneran loh kalo loh jual gue."
"Tak tak tak."
Tiga kali kemas kembali menjetikan jarinya ke jidatnya Pica,
"Ouh. Sakit tau."
"Nah gitu sadar dong, gue masih waras."

Kemas melambaikan tangan kanannya ke seseorang sembari melepaskan pegangan tangannya Pica.
"Tuh kan om-om yang ditemuinya."
Pica balik badan mau kabur dari Kemas tapi kemas tak kalah sigap, telah memegang tangan pica dan membalikan badannya pica lagi.
"Sante keleus." Bisikan Kemas kali ini membuat Pica merasa jijik banget.
" Nyesel gue ikutan tadi sama lu, maaah tolongin picaaa.. tuhaaan tolongin Pica. "
Hatu kecilnya Pica terus bicara mengumpat dan bersumpah serapah.
"Seandainya tadi ia tak mau diajak pergi dan menolak saja permintaannya Kemas untuk mengantarkannya pasti gak akan terjadi hal yang seperti ini.
Mata Pica memanas, sesekali ia mengusap sudut matanya agar tak sampai jatuh.

"Oh my god. Gue mudah banget percaya sama orang, jadi seperti ini hukumannya, mending mati aja dari pada harus ngelayani om om genit."

"Ouuuuch...." Pica berusaha kabur lagi dengan menggigit tangan kanannya kemas. Pica berlari keparkiran dan belum sempet tangannya mengambil hape disakunya, namun Kemas sudah sigap dan memaksanya memasuki kafe itu lagi.


Duh kok jadi serem gini si kemas...
Minta vomennya ya teman...

Asrama, asmara & samaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang